Mirip Jonathan.

Beberapa menit selanjutnya, mereka masih bicara mengenai siapa artis yang beruntung mendapatkan perhatian lebih dari seorang Dika.

"Dik, apa kau tidak ingin mengatakan siapa gadis itu?" tanya Zania.

"Haha, aku tidak akan mengatakan kepada siapapun karena hanya aku yang boleh tahu," ucap Dika dengan tawa khasnya.

"Wah, kau main rahasia-rahasia, katakan saja kepada kami, mungkin saja kami bisa membantu."

Seorang gadis yang menjadi tujuan hidupnya ikut berkomentar membuat Dika salah tingkah.

Akhirnya Dika tidak membahas hal itu lagi dan mengalihkan pembicaraan.

"Setelah selesai makan, kita mau ke mana dulu? kontrakan trio rempong, atau restoran alumni?" tanya Dika.

"Kita pergi ke restoran alumni saja mungkin ya, kontrakan kami searah dengan rumahmu, bagaimana?" cetus Zania mewakili ini kedua temannya.

"Aku ikut saja apa yang kau katakan," sahut Vita yang sedari tadi hanya senyum-senyum dan mengatakan sekedarnya, karena dipikirannya hanya ada Jonathan.

Dia tidak bisa mengatakan kepada siapapun tetapi matanya sungguh menyedihkan, tatapan matanya sangatlah kosong, dia merindukan sesuatu hal yang tidak mungkin.

"Jo sedang apa ya? apakah dia ada di tempat ini?"

Seperti sebuah doa yang terkabul, Vita catat kehadiran Jonatan ketika seorang pemuda seusia dengannya duduk di meja no 4. Jaraknya sangat jauh tetapi, Vita bisa merasakan jika itu adalah orang yang sangat berharga baginya.

Dia benar-benar mengawasi pemuda itu, hingga ketika pemuda itu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju toilet, Vita beranjak dari tempat duduknya lalu mengikuti langkah sang pemuda.

Dika curigai Vita yang tiba-tiba pamit ke kamar mandi, tapi langkahnya salah, tapi Vita salah, dia berjalan menuju kamar mandi pria.

"Apa yang ingin Vita lakukan sebenarnya? apakah dia salah kamar mandi atau kebetulan ingin mengikuti pemuda tadi?" batin Dika.

Dika sangat khawatir dengan keadaan Vita, jadi dia berpamitan kepada trio rempong ingin ke kamar mandi juga.

Mereka partikel yang sedang membahas online shop, tidak terlalu fokus dengan dua orang yang tiba-tiba saja beranjak dari tempat duduknya.

Kini Dika sudah berdiri di sudut ruangan, dia bersembunyi dan terus mengawasi Vita yang berdiri di depan toilet pria.

Hingga orang pemuda keluar dari toilet itu, Vita terlihat bertanya dengan sang pemuda.

"Maaf, boleh saya bertanya?" tanya Vita.

"Iya, ada apa nona?" jawab sang pemuda.

"Aku Vita, apakah kau mengenalku? aku merasa kita pernah bertemu dulu, apakah kau mengenalku?" tanya Vita tahap antusias dan cukup yakin jika itu adalah Jo meskipun tidak ada kalung huruf J di lehernya.

Hatinya mengatakan bahwa itu adalah Jonathan.

"Maaf nona, aku sama sekali tidak mengenalmu dan baru pertama kali kita bertemu kan? banyak sekali gadis yang ingin bersamaku tetapi pertanyaan yang kau sampaikan kepadaku hanyalah basa-basi yang terlalu rendahan, apalagi kau menungguku di depan toilet pria, apakah kau memiliki sebuah kelainan?"

Seketika itu, Vita menahan amarahnya dan meyakini bahwa dia salah lihat.

"Oh oke, maaf, aku kira kau adalah orang yang aku kenal."

"Ya, no problem."

Sang pemuda pergi begitu saja, sedangkan Vita merasa malu karena salah sasaran.

Si Dika yang dari tadi mengawasi kedua orang itu langsung muncul, dia menghampiri Vita.

"Vit? apakah kau baik-baik saja? pemuda itu sangatlah kasar jadi mungkin kau terluka karena kata-katanya?"

Dika begitu khawatir dengan kondisi mental si gadis yang sangat dia sukai itu.

"Aku baik-baik saja Dika, loh kenapa kau mengikuti aku?" tanya Vita dengan sikap yang ditunjukkan oleh Dika.

"Haha, aku kebelet, rasanya ingin ke kamar mandi tetapi tiba-tiba saja menemukanmu di sini, kebetulan saja mungkin."

"Oh oke, aku kembali ke meja dulu ya, setelah ini, kita pergi saja ke resto alumni."

"Siap!"

*****