Sepanjang perjalanan menuju kota, ada saja candaan yang dilontarkan oleh 5 orang itu bahkan harus menyebut nama Jonathan.
Untung Vita sudah kebal.
"Ye, aku sangat kompak. Duo J itu, tetapi satunya pergi, kan mereka dulu kompak sekali."
"Haha kompak dari mana? aku dan Jo saja berpisah saat kami kecil, tidak ada kompak."
Vita mencoba mengalihkan semua ini agar tidak terlalu memikirkan Jo.
"Weh, kalian berdua itu dulu sangat dekat mengapa kau mengatakan seperti itu?" tanya Tania.
"Lama sekali aku tidak berjumpa dengannya, mungkin saja dia lupa denganku?" cetus Vita.
Dia tidak terlalu memaksakan diri untuk bertemu dengan Jo, setidaknya sudah sampai di kota ini adalah hal yang paling berharga baginya.
Meskipun di lubuk hati yang terdalam, ingin bertemu Jo.
Perjalanan ini terasa sangat menyakitkan sebenarnya, sebab ketika menyadari bahwa Vita tak memiliki akses apapun untuk membuatnya mengenali Jonathan.
Jo hanya mengirim satu surat yang seolah-olah curhat, lalu setelah itu, dia mengenakan sebuah kalung huruf J, soal wajah, Vita antara lupa dan ingat.
Dia hanya berharap, bisa menemukan Jo dengan informasi yang minim ini.
Dika yang sedari fokus menyetir dan tak lupa masih sempat menatap ke arah Vita, merasa bahwa Vita sedang memikirkan sesuatu, jadi dia iseng bertanya.
"Vit, ada apa?" tanya Dika.
"Aku tidak apa-apa Dik, kau tidak perlu cemas," jawab Vita mencoba menyembunyikan segalanya.
Vita memang akan menyembunyikan semua yang membuatnya berpikir dan cemas dari siapapun.
Dia tidak mau merepotkan siapapun.
Dika tak berani bertanya lagi sebab paham, Vita tidak terlalu suka jika dirinya terlalu kepo.
...
Tiga jam kemudian ...
Trio rempong sudah tidur, tinggal Dika dan Vita yang masih terjaga.
"Sebentar lagi sampai di pintu gerbang menuju kota besar, aku terbiasa lewat sini. Jalannya sangat ramai," ucap Dika mencoba mengajak seorang Vita bicara.
Dika tak mengharapkan respon apapun, hanya saja Dika ingin mengajak Vita berbicara.
"Iya, aku berhutang budi kepadamu karena mah mengantar kami," jawab Vita dengan senyum manisnya.
Entah mengapa jantung sang pria justru berdebar, senyum itu sungguh membuat grogi.
Dika tak bisa menyembunyikan rasa bahagia ini, hatinya bahkan berbunga-bunga saking girangnya.
"Tidak Vita, kita semua akan berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang layak di kota. Kalian juga adalah teman sekelas, kita kebetulan selalu satu kelas jadi sudah sangat pasti aku akan membantu, tak perlu sungkan."
Dika yang paling kaya diantara empat orang yang lain, dia sangat keren, hanya saja karena temannya para gadis, membuat kewibawaannya tak nampak lagi.
Justru hanya sifat rempong khas gadis yang nampak darinya.
Meskipun begitu, tak membuat pertemanan mereka jadi aneh, justru makin berwarna.
"Ya, kau benar Dika, kau juga akan tinggal di restoran itu atau dimana?" jawab Vita.
"Aku memiliki sebuah rumah yang ada di kota, itu rumah kedua orang tuaku, di sana juga ada asisten rumah tangga, aku tak kesusahan jika soal rumah."
Dika memang orang yang berada, jadi mudah untuknya melakukan apapun.
Vita bahkan hampir melupakan itu.
"Oh iya, aku hampir melupakan jika kau adalah seorang anak orang kaya, papa mu bos besar, di kota dan di desa. Ya ya, aku baru ingat."
"Haha, tidak ada hal yang seperti itu, aku hanya anaknya, bukan bosnya. Kita sama saja Vita, hanya nasib yang berbeda. Aku sedikit berunding, tapi yakinlah aku tulus berteman denganmu, dan trio rempong yang sudah terbang ke alam mimpi itu."
Dua orang yang masih terjaga menatap tiga gadis yang sedari tadi menonton drakor, sudah pulas tertidur.
Dasar mereka, selalu tidur dengan cepat dimana pun, kalau sudah dekat, mereka akan terlihat kebiasaan buruk yang kadang merusak image sempurna ketiganya di depan orang lain.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments