NovelToon NovelToon

Soulmate (Jonathan Dan Jovita)

Maaf aku harus pergi

Tangis itu terus saja menjadi pemandangan yang sangat menyedihkan.

Di situasi yang sangat sedih, Jonathan harus pergi karena sang ayah harus memenuhi tugas kantor yang menghendaki pindah tempat kerja.

Ini tidak sejalan dengan Jo yang sangat betah tinggal di kota yang meski kecil, cukup membuatnya bahagia.

"Aku masih sangat kecil untuk mengatakan ini. Namun ayahku selalu bilang padaku bahwa sebagai seorang laki-laki harus bertanggung jawab dan tidak membuat seorang gadis kecewa. Ini yang coba kau terapkan. Aku berharap masih bisa bertemu denganmu. Kau simpan kalung dengan huruf J ini. Satu untukku dan satu untukmu," ucap Jo sambil menyerahkan kalung itu, lalu memeluk teman karibnya itu dengan sangat erat.

"Aku laki-laki berusia 10 tahun dan sudah menangis karena seorang gadis. Ini sangat aneh menurutku, aku berharap dan sangat berharap kau mau bertemu denganku atau mendatangiku ke kota. KIta bisa kuliah disana," cetus Jo.

Vita hanya diam saja, dia terlalu sedih dengan kisah ini. Gadis kecil berusia sembilan tahun itu juga tidak paham mengapa air matanya mengalir deras, padahal bisa kan nanti Jo datang kembali ke kota kecil itu.

Hanya saja kepergian Jo yang sangat mendadak, membuat Vita tidak bisa menahan rasa sedih itu, betapa perasaan anak kecil yang sudah peka akan situasi semacam ini.

"Vita, katakan sesuatu. Aku ingin pergi."

Jo melepaskan pelukan itu dan menatap wajah si gadis kecil yang tinggi badannya sejajar dengan pundak mungilnya.

"Ya, hati-hati. Terima kasih Jo untuk kalungnya. Jangan lupa kirim surat padaku."

Vita mencoba tidak sedih, dia tetap saja tersenyum.

Jonathan justru merasa harus tinggal di sini lebih lama, hanya saja kedua orang tuanya tidak memberikan izin.

Saat perpisahan ala teman sepermainan itu usai. Ibu Jo bernama Tania terlihat berjalan menghampiri keduanya.

"Maaf Vita, bibi pergi dulu ya? Kereta kami sudah menunggu."

"Ya bibi."

Nyonya Tania memeluk tubuh Vita dan mencium pucuk kepala Vita.

Perlahan tapi pasti, pria kecil itu pergi dengan langkah kakinya yang mungil.

Vita diam di tempat, seolah dia tidak bisa melangkah lagi.

Perasaannya tidak dapat dipahami.

Lambaian tangan Jo masih terlihat jelas hingga kereta itu perlahan mulai melaju.

Gadis kecil itu tak bisa melakukan apapun.

"Selamat tinggal Jo, nanti kita berjumpa lagi."

.

.

.

Sepuluh tahun kemudian ...

"Vita, apa kau lupa jika hari ini kau ada pengumuman hasil ujian. Kau tidak ingin berjingkrak-jingkrak seperti ini bersama teman-temanmu?" tanya sang ayah yang sangat lucu, dia menirukan seorang anak SMA yang bersuka cita karena lulus ujian dan itu artinya masa depan sudah ada di depan mata.

"Aku ingat ayah, tetapi aku tidak seheboh ayah. Aku sudah pasti lulus," ujar Vita sambil menyantap sarapan paginya.

Dia memang seperti itu, gadis pandai dengan segudang prestasi.

Jovita Niel.

"Haduh, kenapa ya kepala ini semakin lama semakin besar saja. Kau meniru ayahmu yang pandai dan tampan ini," ungkap sang ayah yang seorang petugas pemadam kebakaran itu.

Sang ibu yang masih asik dengan tumpukan setrikaan, sungguh menyedihkan.

Dia baru saja jatuh di kebun sayur belakang rumah, tapi masih harus menyelesaikan semuanya dengan baik.

Kasihan sekali nyonya Niel itu.

"Ayah, cepat berangkat kerja, ibu tidak akan memberikan toleransi. Jika ayah masih saja banyak bicara, ibu akan mengirim surat izin kepada atasan ayah bahwa ayah sakit. Ayah membantu ibu menyetrika baju saja!"

"Haha ... rasakan itu!"

"Kalian berdua sangat jahat padaku."

Ayah Jovita perlahan pergi dari rumahnya seperti pria yang teraniaya oleh anak dan istri.

Setelah sang ayah pergi, Jovita terlihat mendekati sang ibu.

"Ibu, aku ingin berkuliah di kampus Jonathan," ucap Vita dengan wajah penuh harap.

"Apa dia masih ingat padamu? Sudah sepuluh tahun kalian tidak bertemu?" tanya sang ibu mengatakan fakta yang sebenarnya.

"Dia pasti ingat denganku, ada kalung yang akan menjadi penghubung antara aku dan Jo. Kalung berbentuk huruf J," cetus Vita sambil menunjukkan kalung yang selalu melingkar di lehernya.

"Aih, anak ini. Kalung huruf ini tidak akan menjadi bukti bahwa kau adalah seorang gadis yang menjadi teman Jo," ungkap sang ibu yang selalu mematahkan hatinya.

"Astaga ibu, aku sudah mengatakan kepadamu bahwa surat terakhir dari Jo lima tahun lalu memberikan aku harapan," jawab Vita yang sangat yakin Jo masih mengingat dirinya.

"Dia mengirim surat lima tahun lalu. Vita dia sudah lupa padamu. Jika kau ingin berkuliah di kota itu, jangan hanya ingin bertemu dengannya, kau harus memiliki tujuan," ucap sang ibu yang merasa sang anak akan mendapatkan kesia-siaan jika fokusnya hanya bertemu dengan seorang Jo.

Nyonya Niel terlihat menghentikan aksi menyetrika pakaian lalu mendekat ke arah sang putri yang beranjak dewasa itu.

"Ibu tidak pernah melarang mu menyukai siapapun, ibu hanya berpesan agar tetap fokus kepada pendidikan mu. Kita hanya seorang manusia dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Kita bisa membeli mobil, bisa beli apapun tapi dengan harga yang terjangkau. Kita tidak akan tahu, Jo sudah seperti apa sekarang. Dari awal ibu kenal ibunya, dia sangat baik dan tidak sombong, hanya saja setiap orang memiliki pandangan berbeda mengenai kehidupan yang keras ini. Kau paham kan apa yang ibu katakan?"

Sang ibu memeluk tubuh sang putri dengan erat.

"Ibu hanya ingin dirimu merasakan masa muda dengan baik, tidak perlu menjadi orang lain. Tetaplah menjadi Jovita Niel yang humble."

Jovita memeluk erat dan sangat erat sang ibu hingga sesak rasanya.

"Vita, lepaskan ibu!"

"Kan aku sayang ibu, kenapa tidak boleh memeluk?"

"Kau ini sudah mulai gendut, makanya kau harus berhenti makan kripik dan cemilan yang membuatmu menjadi semakin lebar," ledek sang ibu.

"Iya, ini karena aku sangat senang belajar, sampai lupa sudah berapa banyak kripik kentang yang habis."

"Kau dulu sangat kecil dan tidak segemuk ini. Apa Jonathan akan tetap mengenalimu ya?"

Sang ibu benar-benar sangat senang membuat sang putri down mentalnya.

"Haha, sangat kejam, tapi apa yang ibu katakan memang benar adanya."

Sang ibu meminta Vita segera berkemas, karena pengumuman kelulusan sebentar lagi.

Vita menuruti apa yang dikatakan oleh ibunya.

Beberapa menit kemudian, Vita sudah berada di atas sepeda motornya.

"Ibu, aku berangkat dulu."

"Ya nak, hati-hati di jalan."

"Ya bu."

Sang putri tercinta langsung tancap gas menuju sekolahnya, sedangkan sang ibu masih berdiri di depan pintu rumahnya.

"Dia sudah beranjak dewasa, semoga anakku tidak memiliki nasib sepertiku dulu, harus menyerah memperjuangkan cinta karena keadaan," batin sang ibu yang teringat akan masa mudanya yang cukup membuatnya menitihkan air matanya.

*****

Pesta kelulusan

Sesampainya di sekolah ...

Sang gadis yang terlambat datang, terlihat santai saja. Dia memarkirkan motor maticnya di tempat parkir.

Ada beberapa murid yang sudah mulai keluar dari gerbang sekolah, mereka akan konvoi sepertinya.

"Masa muda yang tidak bisa di ulang lagi, semuanya berjalan dengan sangat lancar. Namun, pada akhirnya kita semua akan segera berpisah," ucap sang gadis yang perlahan turun dari motornya dan berjalan menuju kelas.

Di sana sudah banyak sekali orang yang berkumpul merayakan kelulusan.

Ada yang corat-coret baju, ada yang saling lempar balon air berisi pewarna, semuanya sangat ramai dan tidak bisa dikendalikan.

Saat sang gadis masuk ke dalam kelas, semua murid memberikan sambutan selamat karena Vita menjadi murid terbaik serta lulusan terbaik.

"Vita!!! Selamat ya?" ucap semua teman sekelas serentak.

"Terima kasih teman-teman, maaf aku terlambat," jawab Vita dengan santainya.

Dia duduk di kursinya yang berada tepat di depan meja guru.

"Vit, kau mau meneruskan kuliah dimana?" tanya Ramon, teman sekelas yang menjadi orang paling perhatian, agaknya Ramon memiliki perasaan terhadap sang gadis.

Tetapi sang gadis tidak peka.

Vita terlalu fokus dengan seorang Jo.

"Aku? aku ingin ke kota X."

"Sama dong. Aku juga akan sekolah di kampus itu."

Ramon hanya basa-basi, sebenarnya dia ingin mengikuti sang gadis.

"Kau juga mau kuliah di sana?" tanya Ramon dengan perasaan yang membuncah.

Dia sudah menyukai sang gadis lebih dari tiga tahun lamanya, sejak ada Jo di sisi Vita.

Waktu itu Vita sangat menutup diri, hingga beranjak SMA, gadis itu sudah bisa bergaul dan menyikapi kepergian Jo.

Alhasil, ada salah satu temannya merasa kagum dengan sosok Vita, salah satunya adalah Ramon.

Vita merasa tidak nyaman saat Ramon tak kunjung pergi darinya, ini hari kelulusan. Semua murid sedang berbahagia.

Vita segera memeriahkan dengan mentraktir teman sekelasnya di kantin.

Tiga puluh delapan murid sangat antusias.

Mereka segera keluar dari kelas dan berlari menuju kantin.

Vita merasa senang dengan situasi ini, hanya saja masih sangat hampa karena Jo tidak ada di sana.

Kantin sekolah ...

"Bu, dua mangkuk bakso," ucap seorang murid bernama Ekha, sang jago makan dari kelasnya si Vita.

Ekha bisa menghabiskan dua mangkuk bakso hanya dalam hitungan menit saja.

Vita memang suka memberikan traktiran kepada teman-temannya saat sang ayah gajian lebih, dia menodong sang ayah agar memberinya uang untuk mengajak teman-temannya makan bakso atau paling tidak bakmi dan beberapa jajanan lain yang terjangkau harganya.

Vita mencoba memberikan yang terbaik kepada teman-temannya karena semuanya akan menjadi kenangan setelah lulus nantinya.

Sang gadis termasuk orang yang akan memberikan satu hal yang terbaik bagi semua orang yang dekat dengannya.

...

Di kota X ...

"Selamat Jo, kau sudah lulus dan nilainya sangat bagus. Kau juara kelas dan terbaik di sekolah ini," ucap sang guru yang selama ini membimbing Jo dan para murid agar bisa menjadi generasi penerus bangsa yang berprestasi dan akal budi yang luhur.

"Terima kasih bu, aku tidak akan menjadi seperti ini jika bukan jasa ibu dan semua orang yang mendukungku, termasuk teman-teman, dan kedua orang tuaku, untuk itu. Sebagai ucapan terima kasih, aku ingin memberikan satu hal yang sangat penting. Segera pergi ke kantin, borong makanannya. Aku yang akan membayar."

"Hore! hidup Jonathan!"

Semua teman mengelukan nama Jo karena pemuda itu memang sangat baik dan tidak pernah pelit terhadap siapapun.

Jo yang berjalan bersama teman-temannya, tiba-tiba saja didekati oleh seorang gadis yang selama ini memendam rasa padanya. Nama gadis itu adalah Rahma.

"Jo, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu," ucap Rahma.

"Oh ya, ada apa Rahma?" tanya Jo ramah.

Senyumnya sangat manis dan penuh dengan pesona, tak ayal membuat para gadis tergila-gila padanya, terutama adalah Rahma.

Gadis ini sudah menyukai Jo sejak masih berada di bangku SMP, hanya saja tidak berani mengatakan apapun.

Dia takut di tolak.

Kini gadis itu memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya.

"Jo, aku suka denganmu," ucap Rahma malu-malu.

Jo dengan senyum yang mengembang, lalu berkata," Maaf Rahma, bukannya aku menolak, aku hanya ingin fokus pada kuliahku nanti. Maaf ya?"

Jo memberikan senyuman termanisnya, sehingga penolakan ini tidak terlalu menyakitkan baginya.

"Oh oke, aku menerimanya," ucap sang gadis sambil membalikkan badannya. Dia segera pergi dari hadapan Jo.

Namun, Jo memanggil namanya lagi.

Dia mengira Jo berubah pikiran, tetapi sebenarnya ...

"Rahma, kau mau ikut bersamaku?" tanya Jo.

"Kemana?" jawab Rahma dengan antusias

"Kantin, aku sedang mengajak temanku makan di kantin," jelas Jo.

Rahma menggeleng, dia merasa sedih dengan penolakan ini sehingga memilih untuk tidak ikut dengan Jo ke kantin.

"Tidak Jo, terima kasih."

Rahma terlihat moodnya menjadi buruk setelah mendapatkan sesuatu hal yang mengejutkan di hari kelulusan ini.

Bukan hanya lulus ujian dan bisa melanjutkan ke universitas idaman, tetapi dia hanya berharap bisa lulus menjadi seorang kekasih Jonathan yang sangat tampan dan berprestasi itu.

"Oke," jawab Rahma.

Keduanya berpisah, Jo dengan perasaan yang biasa saja. Sedangkan sang gadis harus menahan kekecewaan.

.

.

.

Di kantin sekolah ...

Jonathan kini berjalan menuju kantin sekolah, dia harus membayar semua makanan yang sudah dipesan oleh semua teman-temannya.

Perlahan tapi pasti, dia segera menghampiri ibu kantin.

"Berapa bu semuanya?" tanya Jo sambil mengeluarkan uangnya.

"Dua juta nak," jawab sang ibu kantin.

"Oke, hitung dulu bu, kurang atau tidak," pinta Jo.

"Sudah pas nak, terima kasih ya?" jawab sang ibu kantin yang senang karena dagangannya laku keras.

"Terima kasih ya nak, karena sudah memborong semua yang ada di kantin, saat semua murid keluar dari sekolahan dan berpesta di kafe, nak Jo mau singgah di kantin ibu. Ibu sudah sedih, karena merasa dagangan ibu tidak laku, eh ada nak Jo. Ibu sangat senang."

"Iya bu sama-sama. Aku juga senang bisa membantu ibu sekalian memberikan senyuman di bibir teman-temanku. Mereka kenyang, aku juga merasa senang."

Jo tidak ikut makan karena sang ibu sudah membawakan bekal untuknya, seperti dulu saat Jo masih berusia sepuluh tahun.

"Jo?" panggil seorang gadis cantik yang berjalan mendekatinya.

Jo tersenyum.

Dia sepertinya senang dengan kehadiran gadis itu.

"Suit-suit, pasangan romantis abad ini!" ujar seorang teman Jo.

"Apaan sih," ungkap sang gadis yang ternyata adalah seorang idola di sekolah tempat Jo menuntut ilmu.

Dia berjalan mendekati Jo dan memberikan selamat.

"Selamat ya Jo? kau murid terbaik," ucap si gadis cantik bernama, Sesha.

Ya, dia adalah model ala-ala SMA Taruna bangsa yang menang fashion show yang di selenggarakan tahun ini di sebuah gedung mewah.

Pesertanya adalah semua gadis pilihan yang ada di setiap SMA di kota X.

"Ya, terima kasih," jawab Jo singkat.

"Aku suka denganmu Jo," ucap sang gadis langsung mendapatkan tepuk tangan dari semua murid sekelasnya.

"Cihui! jadian ... jadian."

RIuh sekali kantin itu, hingga jawaban Jo yang masih sama, membuat riuh itu kembali sepi.

"Maaf ya. Aku tidak bisa."

*****

Aku sudah punya kekasih.

Jonathan bahkan hanya berjalan melewati gadis yang baru saja menembaknya, dia merasa tidak ada yang salah ketika tidak setuju dengan gadis yang sangat cantik di mata orang lain, baik di mata orang lain.

Jo merasa ada sesuatu yang harus didapatkan, entah apa itu.

Sebuah kehilangan di masa lalu.

..

Masih di kantin. di sana seolah-olah sepi begitu saja.

Padahal tadi sangatlah ramai.

Sang gadis merasa hidupnya hancur, dia bersumpah akan mendapatkan cinta Jo bagaimanapun caranya.

Meskipun dengan cara licik.

Sang gadis lalu mendekati seorang teman Jo yang bernama Reza.

Kebetulan Reza satu kelas dengannya.

Sang gadis memilih untuk pergi dari kantin itu dan segera menemui Reza yang ada di perpustakaan.

Reza bukannya ikut pawai keliling kota tetapi justru lebih tenang berada di perpustakaan.

Dia sangat tertutup orangnya, Reza hanya akan berbicara dengan Jo dan dua teman lain.

Ketika menyadari kehadiran Sesha, Reza cepat-cepat berpindah tempat.

"Tunggu Za," panggil Sesha.

Reza terlihat berbalik dan berkata," Ada apa Sha?"

"Aku ingin bertanya banyak hal kepadamu, ini mengenai seorang Jo," ucap Sesha.

"Oh, dia. Memangnya kenapa?" jawab Reza datar.

"Aku sudah menembaknya, tetapi dia menolak. Kau adalah teman lamanya, sejak SMP. Apakah dulu dia memiliki seorang kekasih?" tanya Sesha to the point.

"Aku hanya mengenalnya sejak SMP, sebelumnya dia berasal dari kota lain."

Reza hanya bisa mengatakan itu, dia tidak mau terlalu memberikan informasi yang bersifat rahasia, apalagi tentang Jo yang sedang mengalami amnesia karena sebuah kecelakaan.

Sebagian ingatannya hilang, terlebih lagi tentang masa lalunya.

Kedua orang tua Jo, meminta Reza untuk tidak memberitahu apapun mengenai sebelum kecelakan dua bulan lalu.

Sesha yang teringat akan peristiwa kecelakan, tiba-tiba membahas itu.

“Dia pernah kecelakaan kan? apa dia terbentur?”

Sesha sangat ingin mengetahui apa yang terjadi pada Jo, dia akan kejar terus sampai dapat.

“Aku tidak tahu apapun, kau tanya ibunya saja.”

Reza segera meninggalkan Sesha, gadis itu masih terus menggebu.

Dia tidak mau kehilangan kesempatan untuk menjadi kekasih Jo.

Sore harinya …

Acara makan-makan telah berakhir dua jam lalu, namun Jo masih ada di sekolahan karena ada urusan dengan beberapa guru.

Jo mendapatkan beasiswa bersekolah di universitas paling bagus dan elit di kota itu, namun dia menolaknya, dia lebih baik memberikan kepada murid lain yang lebih berhak, dia ingin Reza yang mendapatkannya.

Reza juga lebih pandai darinya, Reza yang memiliki ekonomi di bawahnya, harus mendapatkan bantuan dari pihak sekolah untuk menggapai impian.

Hanya saja ini sudah ditentukan karena memang beasiswa ini beasiswa prestasi bukan beasiswa jenis lain.

Dia memikirkan cara lain, secara ibu Reza yang bekerja di tempatnya sebagai seorang asisten rumah tangga dan sang ayah yang menjadi sopir, memudahkan Jo untuk membantu biaya kuliah Reza.

Kali ini Jo tidak bisa menolak.

“Ya bu guru, aku menerimanya.”

“Oke, ibu akan urus semuanya. Kau tinggal berangkat saja besok.”

“Terima kasih bu.”

Jo berpamitan, lalu keluar dari ruang guru.

Dia terkejut ketika ada Reza di sana.

“Astaga, Reza?”

“Kebetulan ada kau, aku ingin berbicara hal yang penting denganmu.”

“Soal apa?”

“Shesa, dia suka padamu kan? dia ingin tahu siapa kau? padahal aku sudah memberitahukan secara singkat, tetapi dia terus berusaha.”

“Oh, dia belum tahu kalau aku memiliki kekasih?”

“Tidak.”

“Katakan padanya jika aku memiliki kekasih, aku tidak mau menyakiti banyak gadis. Jadi aku menolaknya tanpa memberikan alasan yang jelas jika aku mengatakan hal yang sebenarnya, Sesha akan semakin terluka.”

“Jujur saja Jo, aku bisa mengatakannya, padahal kekasih yang kau maksud juga ada di luar negeri. Entah dia akan pulang kapan.”

“Dia akan pindah ke sini, mau kuliah di tempat kita kuliah.”

“Kau yang memintanya pulang?”

“Tidak, aku tidak memintanya, dia sendiri yang ingin pindah.”

“Huft, lebih baik kita pulang saja, ayahku yang menjemputmu atau kau mau ikut naik motorku?”

“Aku naik motor saja, ayahmu pasti sedang menjemput ibuku yang ada di salon.”

“Iya juga sih, oke. Kita pulang bersama.”

Reza dan Jo berjalan menuju parkir motor, di sana ada Shesa yang masih saja berusaha dengan keras.

“Jo, kita harus bicara,” ucap Sesha.

“Bicara apa lagi Sha?” tanya Jo dengan santainya.

“Aku sangat mencintaimu, bagaimana bisa kau menolak aku yang cantik dan cerdas.”

Shesa dengan percaya diri memeluk tubuh Jo, dia menangis dan mengemis di pelukan itu. Dia sangat ingin menjadi kekasih Jo.

“Maaf, aku tidak bisa.”

“Kenapa?”

“Kau sudah memiliki kekasih?”

“Aku sebenarnya tidak mau mengatakan hal itu tapi kau memaksaku.”

“Maksudmu?”

Jo memberikan sebuah foto tentang jati sang kekasih.

“Dia adalah kekasihku, namanya Shirena. Dulu kami bertemu saat masih SMP dan dia ada di luar negeri. Tahun ini dia datang ke kota ini dan satu kampus denganku nanti, kau sudah paham kan tentang arti penolakanku?”

Sang gadis menangis, dia merasa telah kalah.

“Oke, aku memang kalah, tapi kau harus ingat, aku akan tetap berusaha memilikimu.”

Sang gadis pergi untuk sementara.

Dia terlihat penuh dendam.

“Jo, kau sudah membuat sebuah keputusan yang benar.”

Reza merangkul pundak majikannya lalu memintanya untuk naik motor bersamanya.

Setelah siap, mereka berdua gas pol untuk on the way pulang ke rumah.

Sepanjang perjalanan menuju rumah, banyak sekali kumpulan anak SMA yang sedang konvoi untuk merayakan kelulusan.

Sedangkan Reza dan Jo tidak mau terlibat dengan mereka, dia memilih pulang.

Mereka akan menjaga baju SMA tetap bersih tanpa ada corat-coret.

“Jo, kau benar-benar tidak ingat tentang masa lalumu?” tanya Reza.

“Tidak, memangnya kenapa?” jawab Jo.

“Kau selalu mengenakan kalung dengan huruf J, apa itu gadis di masa lalumu?”

“Aku juga tidak ingat, hanya saja aku ingin memakainya, jika tidak memakai, rasanya sangat aneh. Aku sudah terikat dengan kalung ini.”

Jo hanya bisa mengatakan sebatas ini sebab apa yang ada di dalam ingatannya tentang masa lalu, tidak ada apapun. 

Ingatan tentang semua itu kosong.

“Apa sebelumnya kau pernah tinggal di kota lain?”

“Maaf Reza, aku merasa pusing jika harus mengingat semuanya. Rasanya penuh otakku.”

Reza merasa tidak perlu mengingatkan tentang masa lalu dari Jo, dia juga tidak mau membuat majikannya menjadi kesusahan.

“Oke, aku paham. Kau jalani saja hidupmu, aku sangat memahami kesulitan yang kau hadapi.”

….

Beberapa menit kemudian keduanya sudah sampai di rumah mewah milik keluarga besar Jo.

“Jo, sepertinya ada tamu,” ucap Reza sesaat setelah masuk ke dalam garasi.

“Iya, mungkin teman ibu, atau ayah?”

“Mungkin saja, Jo, aku ingin membersihkan kolam renang. Jika kau mencariku, kau susul aku kesana.”

“Masuk ke dalam kamarku setelah berganti baju, ada sesuatu yang ingin aku berikan kepadamu.”

“Apa sih?”

“Nanti aku akan memberitahumu.”

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!