TerSekar-Sekar

"Itu tadi perempuan yang dekat sama papanya Neira, Sekar."

Sekar menoleh, sedari tadi dia memang hanya diam karena sedang menidurkan Neira yang nampak mengantuk setibanya mereka kembali di dalam mobil.

"Pacarnya mas Juna ya, Nyonya?"

"Jangan sebut begitu, saya gak suka. Saya dan papanya Juna dari dulu tidak pernah suka sama Lola."

"Maaf, Nyonya." Sekar menarik segaris senyum tipis mendengar nada keberatan nyonya Mira barusan.

"Gak papa, Sekar. Sebagai sesama perempuan, saya paham betul perempuan seperti apa Lola itu. Lihat saja penampilannya, kemana-mana umbar paha dan dada. Juna kenapa ya sukanya yang begitu?" tanya nyonya Mira tak paham. Jangan tanya Sekar juga, sebab dia apalagi tak pahamnya.

"Kan memang lelaki sukanya itu, Nyonya," spontan Sekar, membuat nyonya Mira menoleh seketika.

"Papanya Juna enggak kok, Sekar. Kalaupun suka, perempuannya juga jangan terlalu murah begitu dong."

Sekar manggut-manggut. Dia hanya tertawa kecil melihat nyonya besar itu tampak kesal saat menceritakan tentang Lola.

"Tadi kamu lihat sendiri, Neira gak suka sama dia. Langsung nangis."

Sekar mengangguk.

"Anak kecil aja tahu mana yang baik dan yang enggak. Sepertinya gak salah kalau saya dan papanya Juna akan memperkenalkan Ema sama Juna."

Sekar mengangguk lagi, pokoknya, dia mengerti tidak mengerti, ngangguk saja sebab nampaknya, nyonya besar memang sepertinya butuh tempat buat cerita dan kebetulan, Sekar dipercaya untuk mendengarnya.

"Ema itu adiknya Eva. Anaknya cantik, dan yang pasti jelas asal usul, bebet bobot dan bibitnya. Sebetulnya, poinnya bukan itu yang paling utama, Sekar, tapi saya melihat diri Eva saja dalam diri Ema ketika kami melakukan video call saat itu. Lagipula, bukannya lebih baik kalau Juna mengenal orang yang satu garis keturunan dengan ibunya Neira."

"Saya cuma bisa berdoa yang terbaik untuk Nyonya sekeluarga. Saya juga akan selalu menjaga Neira, Nyonya."

"Dia sangat nyaman sama kamu, Sekar. Jarang, Neira bisa akrab dengan pengasuhnya. Semoga nanti kalau bertemu Ema, dia juga antusias seperti ketika bersama kamu."

Sekar mengangguk kecil. Dia paham betul bagaimana perasaan nyonya besar itu. Sejatinya, seorang ibu hanya ingin yang terbaik bagi anaknya. Itu juga yang terjadi dengan nyonya Mira dan Arjuna. Namun, perkara jodoh memang sebetulnya tak bisa dipaksa. Tapi ya mau bagaimana lagi, setiap keluarga punya cara tersendiri untuk mempertahankan nama baik dan kehormatan keluarga mereka masing-masing. Apalagi untuk orang-orang kaya seperti keluarga nyonya dan tuan besar itu.

"Sekar, saya agak keberatan kamu panggil saya Nyonya. Panggil Ibu saja ya. Kamu sudah diterima dengan baik oleh Neira, artinya, kamu juga sudah diterima dengan sangat baik oleh keluarga kami. Perkara sikap cuek dan ketus Arjuna, jangan diambil hati. Nanti dia pasti akan melunak dengan sendirinya."

Sekar terdiam sesaat, bingung harus menanggapi dengan apa. Sebetulnya dia sangat senang, nyonya Mira sangat baik kepadanya. Perempuan anggun dan berkelas itu juga tidak segan merangkulnya seperti anak sendiri.

"Makasih, Bu. Saya sangat senang mendengarnya. Ibu orang yang baik."

Nyonya Mira tersenyum, lantas mengangguk lagi.

"Arjuna gak punya adik atau kakak. Dia anak tunggal kami. Dengan adanya kamu, dia pasti akan merasa punya adik. Jadi jangan segan dengannya, Sekar. Anggap saja dia seperti kakakmu sendiri."

Sekar hampir kehilangan kata-kata mendengar penuturan tulus perempuan kaya itu. Namun, dia cukup terharu meski pada kenyataannya, Arjuna dan dia sama sekali tidak akan bisa akur. Untuk pertemuan pertama saja, mereka sudah diwarnai cekcok mulut. Bahkan setelah Neira berada dalam asuhannya, lelaki itu tetap saja sedingin salju kepadanya.

Namun, Sekar tak banyak ambil pusing. Dia kan bekerja untuk menjaga Neira, bukan untuk mengasuh bapaknya. Jadi, dia hanya akan memfokuskan diri kepada Neira saja. Bocah perempuan cantik dan lucu itu sekarang sedang tidur lelap dalam dekapannya.

"Jadi ibu ternyata indah ya. Walaupun yang gue asuh ini anak orang lain." Sekar bergumam lirih, menatap dalam sang bayi cantik yang selalu tersenyum dan tertawa setiap kali melihatnya.

Sampai di rumah, Sekar meletakkan Neira dengan hati-hati ke dalam box bayi. Dia akan merenggangkan tubuhnya sebentar. Lima belas menit kemudian, Sekar sudah sibuk di dapur, membantu bi Ratih dan para pelayan lain yang tengah beraktivitas.

"Sekar, kamu hebat loh, sebelumnya, gak ada pengasuh yang betah jaga Neira. Neira bawel dan rewel, tapi sama kamu, kayak kamu itu ibunya aja."

Sekar yang tengah mencuci piring hanya tersenyum kecil.

"Syukur kalo gitu, Bi. Lagian ini juga pengalaman pertama saya juga kok."

"Makanya kita bilang kamu itu hebat. Kayaknya, Neira udah nempel banget sama kamu."

Lagi, Sekar hanya tersenyum. Pada malam hari ketika makan malam, Sekar yang baru saja selesai membantu menyiapkan makanan di atas meja, dipanggil lagi oleh nyonya Mira.

"Sekar, makan di sini saja. Lagian, Neira juga sudah tidur."

"Nggak usah, Bu, biar saya makan di belakang saja."

"Nggak apa, Sekar, makanlah bersama di sini." Tuan Beno ikut bicara.

Akhirnya dengan tidak enak hati, Sekar duduk di atas kursi makan. Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki Arjuna menuruni tangga menuju meja makan juga. Entah kapan lelaki itu pulang. Namun, malam ini, Arjuna tampak terlihat tampan, walaupun wajahnya kusut seperti kemeja yang lupa Sekar setrika.

Saat sedang makan bersama itulah, beberapa kali pandangan Sekar dan Juna bertemu. Keduanya seperti sedang adu kekuatan lewat pandangan mata, saling melotot dan melempar tatapan sebal.

"Ingat, minggu depan kita ke Bandung, Juna."

Arjuna mengalihkan pandangannya, hendak protes tetapi nyonya Mira segera menyela.

"Mama gak menerima protes dalam bentuk apapun, kecuali kamu mau turun jabatan jadi OB di perusahaan kita."

"Dan kamu harus lebih perhatian sama Neira, tanya sama Sekar kalo gak ngerti."

"Hah? Gue?" Sekar bergumam sambil menunjuk mukanya sendiri.

Arjuna menatap Sekar dengan pandangan sengit, sementara Sekar hanya menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal karena bingung harus menanggapi ini seperti apa.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

ok.. sekarang menatap Sekar dgn tatapan sengit nanti kualat kamu jd berubah natap Sekar dgn tatapan mendamba.. baru nyahok..

2024-06-14

0

Heryta Herman

Heryta Herman

nah lo..bingung kan si sekar..istri bukan adek juga bukan..

2024-05-31

0

Berdo'a saja

Berdo'a saja

ga usah kaget Sekar

2023-11-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!