Sleep Together

"Aku akan menyusul nanti, Ma, Pa, Mas Juna. Sementara, biarkan Neira bersama kami dulu ya."

Sekar yang sedang berdiri di belakang, hanya mendengar saja percakapan perpisahan antara Arjuna sekeluarga dan keluarganya Ema. Dan rupanya, sudah sedemikian dekat itu mereka sampai Ema pun sekarang sudah memanggil tuan dan nyonya besar dengan sebutan mama dan papa. Sama seperti Eva dulu.

"Iya, Em. Mama berharap, Neira semakin nempel sama kamu. Karena setelah ini, kan kamu juga yang akan menjadi ibunya."

"Tentu aja, Ma. Aku yakin kok, Neira bakal kerasan tinggal sama aku."

Bari saja bicara seperti itu, Neira yang sedang digendong mamanya Ema langsung menangis kencang. Anak kecil itu tampak mencari seseorang dengan gerakan kepala dan badannya yang menggeliat.

Sekar di belakang sebetulnya sudah gatal ingin mengambil Neira. Namun, dia masih menghormati Ema yang sekarang sedang sibuk menenangkan Neira. Namun, tangis itu tak juga kunjung berhenti.

"Ambil sana sebentar." Arjuna berbisik kepada Sekar yang jadi ragu. Dia takut nanti dikira lancang.

"Gak enak, Mas." Sekar menggeleng.

Arjuna melengos lalu mendekat kepada Ema dan mengambil alih Neira yang masih menangis kencang itu. Lelaki itu kemudian menyerahkan Neira kepada Sekar, dan seperti biasa, Neira berhenti menangis. Bocah kecil itu sampai sesegukan.

"Aduh kasihan ..." Sekar buru-buru mengusap dan menepuk-nepuk punggung Neira dengan lembut.

Semua orang memperhatikan. Saat tatapan mata Sekar dan Ema beradu pandang, Sekar bisa melihat bahwa perempuan itu tampak sedikit tak senang.

"Sebentar ya, Mbak. Setelah Neira berhenti nangis, Sekar serahkan lagi."

"Ooh, gak papa, Sekar. Gak papa, kamu tenangkan aja dulu Neiranya."

Sekar tersenyum tak enak walaupun sekarang Ema sudah sibuk berbincang dengan kedua orangtuanya dan kedua orangtua Arjuna. Arjuna juga ikut bergabung dalam perpisahan itu.

Namun, sesekali, Arjuna malah mengalihkan pandangannya ke arah Sekar. Neira sudah sepenuhnya tenang. Sekarang dia sibuk memainkan rambut Sekar yang tergerai. Sekar hanya tertawa bersamanya.

"Sus pulang dulu, Neira sama tante Ema ya."

Neira tak paham, hanya tertawa khas bayi saja ke arah Sekar. Sekar jadi betulan tak sepenuhnya rela berpisah dengan Neira sekarang. Dia takut nanti Neira menangis lagi seperti tadi. Namun, apa mau dikata, ketika ibu Mira mengambil alih gendongan dan kembali menyerahkan cucunya kepada sang besan.

Akhirnya dengan berat hati, Sekar ikut masuk ke dalam mobil. Mereka melambaikan tangan kepada Ema dan keluarga besarnya, lalu mobil melaju, membelah jalanan Bandung yang kini gerimis seperti hatinya kala harus berpisah dengan Neira walau hanya sementara.

***

Perjalanan dari Bandung ke Jakarta tentu menghabiskan waktu yang cukup panjang. Gerimis kini sudah menderas, membuat jalanan tampak licin dan berbahaya. Daun dan ranting yang bertaut pada besarnya pohon-pohon di pinggir jalan membuat suasana kian penuh dengan aroma misteri.

Sekar masih diam, dia tak mengantuk sedikit pun meski sunyi kini begitu terasa. Di sampingnya ada Arjuna yang tengah memejamkan mata. Di depan mereka nyonya dan tuan juga sudah tertidur di kursi mereka yang nyaman. Hanya supir yang fokus pada jalanan.

"Mas ..."

Sekar memanggil Juna pelan saat ponsel yang diletakkan di sampingnya tampak berkedip-kedip. Tak ada dering, jadi Juna yang terpejam tak bisa mendengarnya.

"Ehmmmmm," jawab Juna masih dengan mata yang terpejam sempurna.

"Mbak Lola telepon." Sekar mengangkat benda itu lalu memberikannya kepada Arjuna.

"Lo yang angkat. Bilang aja gue lagi gak mau diganggu."

"Kok gue sih, Mas? Tar cewek lo yang rese itu bakal mikir gue macem-macem," tolak Sekar sekalian protes.

"Tinggal angkat terus bilang sesuai apa kata gue susah amat sih lo."

Sekar menarik nafas panjang, akhirnya diangkatnya juga benda pipih itu.

"Jun, kamu dimana sih? Aku udah kayak orang gila nyariin kamu!"

Sekar menjauhkan ponsel itu dari telinganya begitu mendapat semburan kesal dari Lola. Dia menatap Arjuna yang masih menunggu apa yang akan dikatakan Sekar.

"Dia ngamuk, Mas," bisik Sekar.

"Ya udah sini," ujar Arjuna akhirnya.

"Daritadi kek!" balas Sekar sambil menyorongkan kembali benda itu kepada tuannya.

Lalu terdengar Arjuna bicara dengan sangat pelan sebab di depan, nampak mamanya mulai terbangun. Sekar juga mendengar pertengkaran Arjuna meski suara Lola tak terdengar. Setelah puas berdebat panjang lebar, Arjuna mematikan sambungan telepon itu sekalian mematikan benda itu.

Perjalanan mereka semakin mendekati Jakarta. Mereka sampai sudah cukup siang. Sekar sendiri langsung ke kamarnya untuk meletakkan barang dan setelah itu, dia bergabung bersama para pelayan yang segera mengerubungi untuk sekedar tahu gosip apa yang akan mereka dengar dari Sekar sekembalinya Sekar dari Bandung.

"Gak ada gosip, Bi, cuma setahu saya, mas Juna bakalan nikah lagi sama adik istrinya yang udah meninggal kemarin."

Langsung heboh seisi dapur. Sekar hanya menggelengkan kepala dengan tawa kecilnya melihat para pelayan yang sekarang sudah asyik menggosip.

Sekar membantu apa saja yang bisa dikerjakannya di dalam rumah itu walaupun sang nyonya sudah melarang. Sekarang, dia sedang menyiram tanaman di belakang, berpapasan pula dengan Juna yang berada di balkon kamar dan sedang melihat ke arahnya.

Sekar mengalihkan pandangannya ke arah lain masih dengan memegang selang air. Dia tidak mau menatap Arjuna terlalu lama. Walau bagaimana kesalnya dia kepada Arjuna, dia tak bisa memungkiri bahwa lelaki itu memang punya pesona luar biasa sebagai seorang pria tampan yang berbahaya.

Ketika malam harinya saat Sekar sedang tertidur pulas, dia merasakan sesuatu melingkari perutnya, ada hangat nafas yang terasa di belakang tengkuknya sekarang. Sekar awalnya tak begitu menghiraukan karena dia betulan sedang ngantuk berat, tapi kemudian dia membuka matanya dengan sempurna.

"Mas! Ngapain lo disini?!" Sekar sudah memukul-mukul lengan Arjuna yang malah semakin kuat memeluk perutnya.

Tak ada kata dari pria itu, tapi nafasnya berbau alkohol. Nampaknya, Arjuna sempat keluar dan ke club malam lalu pulang dalam keadaan mabuk. Dia juga tak mau berteriak lagi karena itu bisa membangunkan seisi rumah dan membuat orang jadi salah paham. Jadi akhirnya, sepanjang malam, Sekar tak bisa melepaskan diri, dia lelah dan membiarkan Juna terus memeluknya hingga dia sendiri tertidur lelap kemudian.

Saat subuh menjelang, Arjuna terbangun, dia sadar sudah salah kamar dan melihat Sekar sedang tertidur pulas, lelaki itu juga kembali meneruskan tidurnya hingga pagi menyapa.

"Mas, udah pagi. Lo udah gak mabuk lagi kan? Sana pergi," bisik Sekar ketika dia sudah bangun kembali.

Arjuna membuka matanya, lalu melepaskan pelukannya di perut dan pinggang Sekar yang memang membelakanginya dari semalam. Lelaki itu tak bicara sepatah kata pun, lalu pergi keluar dari kamar Sekar yang masih berbaring di kamarnya itu.

Sekar memejamkan mata sesaat, sisa pelukan Arjuna semalam bagai masih saja terasa seiring rasa aneh yang kini menyerang dirinya.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

Sekar kok ceroboh banget sih... tidur pintu gak di kunci in, kalau pun itu kunci belon di beneran ganjel kek pake apaan gitu.. bahayakan itu duda sableng suka nyelonong gitu..

2024-06-14

0

Heryta Herman

Heryta Herman

waspada sekar waspada...mulai ada tqnda" bahaya ni..

2024-05-31

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

baper deh 🤪😅😅

2023-09-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!