First Kiss?

"Inget ya Jun, besok kita berangkat ke Bandung."

Makan malam, malam ini masih seperti biasa. Sekar hanya diam, mengamati sesekali dan mendengar. Dia tengah menyuapi Neira yang sedang makan.

"Oke, Ma, tapi jangan paksa Juna untuk menerima perjodohan lagi."

"Kamu ketemu dulu deh, Jun, sama Ema. Anaknya baik, Jun. Mama suka."

"Yang suka kan Mama sama Papa. Bukan Juna."

"Coba dengar kata orangtua, Jun, sekali-kali. Kami ini cuma mau yang terbaik buat kamu. Lagipula, Neira itu butuh ibu. Kami rasa cuma Ema yang paling tepat buat dia."

"Buat apa nyari ibu lagi buat Neira? Kan udah ada Sekar?"

Kedua orangtua itu saling pandang dengan bingung.

"Ya Sekar kan pengasuhnya Neira, Jun, beda sama ibu. Masa kamu gak ngerti maksud Mama?"

Mendengar suara nyonya Mira yang semakin meninggi, Sekar jadi agak tidak enak. Namun, dia hanya bisa tersenyum saja, seolah tak mengerti apa yang sedang diperdebatkan oleh Arjuna dan kedua orangtuanya itu.

Saat itu juga, Arjuna menoleh dan menemukan pandangannya bersama Sekar saling bertubrukan.

"Sudah, Ma, kita bicarakan nanti saja. Besok juga kita akan pergi menemui Ema sekeluarga. Papa yakin, Arjuna akan mengubah pandangannya."

Tak ada lagi suara setelah itu. Hening, kecuali suara garpu dan sendok yang beradu. Sekar hanya menggaruk kepalanya. Harusnya, meja makan menjadi tempat berkumpul yang asyik bagi sebuah keluarga. Namun, pemandangan yang Sekar lihat, hanyalah perdebatan sengit antara anak dan orangtuanya.

Malam semakin beranjak, sinar rembulan yang masuk ke dalam kamar Neira membias dengan indah. Dari seberang, Juna melihat Neira begitu nyaman dalam dekapan Sekar. Kebetulan pula, rambut gadis itu sekarang terurai panjang dan bergelombang.

"Cantik juga sih itu perempuan," gumam Arjuna sambil tetap fokus menatap pemandangan indah di seberang sana.

Suara Sekar juga terdengar merdu, menyanyikan lagu lirih untuk menidurkan Neira yang mulai terbuai.

Setelah itu, Sekar berbalik, tak sengaja, dia jadi melihat Arjuna di seberang sana. Sekar hanya melihatnya sebentar, lalu menghilang karena sedang meletakkan Neira dengan hati-hati di dalam box bayi.

"Sekar," panggil Arjuna.

Sekar yang baru saja keluar dan menutup pintu, melihat Arjuna sekarang sudah ada di belakangnya.

"Kenapa Mas Juna masih di sini?" tanya Sekar tak nyaman. Dia agak risih karena sekarang hanya tersisa dia dan Arjuna saja.

"Belum bisa tidur. Ada yang mau gue omongin."

"Mesti malam ini juga, Mas?" tanya Sekar sambil mengusap tengkuknya.

"Gak ada jam atau batasan waktu kan, biar gue bisa ajak lo ngomong?"

Sekar jadi menarik nafas panjang mendengarnya. Sebenarnya dia cukup lelah hari ini. Ingin segera tidur tetapi demi menghormati Arjuna, akhirnya dia mengangguk juga.

"Ya udah, kita ngobrol dimana?" tanya Sekar lagi.

Di taman belakang aja. Takutnya ada yang nguping. Lo tahu sendiri, mata-mata nyokap gue itu banyak. Pembantu disini suka sekongkol sama nyokap."

Sekar hampir saja meloloskan tawa mendengar Arjuna bicara begitu. Namun, pada akhirnya dia mengangguk. Penasaran juga kenapa Arjuna yang biasanya jutek dan galak itu sekarang jadi berlagak manis di depannya.

"Jadi apa yang mau Mas Juna omongin?"

"Gimana ya caranya biar gue bisa batalin perjodohan sama Ema?"

Sekar yang ditanya begitu tentu saja jadi ikut bingung. Lagipula, kenapa Arjuna harus bertanya hal semacam itu dengannya? Dia kan cuma pengasuh Neira, bukan penasehat atau pakar masalah perjodohan.

"Duh, gimana ya, Mas? Gue bingung juga sih. Apalagi gue kan gak ngerti tentang perjodohan. Lagian, kenapa Mas Juna bisa tanya hal semacam itu sama gue? Apa gak salah alamat?"

"Gue gak tahu lagi harus ngomong sama siapa. Minta pendapat siapa. Harus gimana. Pusing. Lo ngerti gak, kalo gue harus menerima perjodohan konyol ini lagi, bukannya itu berarti, gue bakal mengulang hal yang sama lagi seperti kemarin waktu gue nikah sama Eva? Gue gak bisa nerusin perjodohan sialan ini, Sekar."

Arjuna tampak frustasi. Ia meremas rambutnya, mondar mandir di depan Sekar yang sekarang jadi pusing.

"Mas, gini deh, coba ikutin dulu kemauan mama dan papa Mas Juna. Jadi anak kalem dulu, Mas. Lagian kalo seandainya Mas itu beneran cuma klik sama mbak Lola, kok gak nikah aja dari dulu? "

"Mampus, bisa jadi gembel gue! Lo enak ngomong begitu. Lo gak tahu aja, nyokap bokap gak bakal ngebiarin gue hidup enak sama Lola. Semua fasilitas dan kedudukan gue di perusahaan jadi taruhannya. Cuma, Mama emang pernah bilang, mungkin bakal mempertimbangkan bakal setuju gak jodohin gue sama siapapun lagi tapi gue mesti dapet perempuan baik-baik untuk Neira."

"Artinya, mbak Lola sampai kapanpun gak akan disetujui sama mama dan papa Mas Juna?"

"Emang menurut lo, Lola gak baik?" tanya Juna dengan nada tak suka.

"Enggak, bukan gitu maksudnya. Tapi kalo memang sebaik yang Mas pikir, tentu aja gak jadi masalah buat mama dan papa Mas Juna. Tapi yang ada malah sebaliknya kan?"

Kali ini, Juna diam.

"Dia cuma butuh pendekatan sama Neira. Cuma, mereka aja yang gak mau ngerti."

"Mas Juna mau coba tutup mata, gimana mbak Lola gak peduli sama Neira waktu itu? Dia sama sekali gak tertarik sama keberadaan Neira. Kejadian di supermarket udah jadi bukti. Udah lah, Mas, turutin aja kemauan papa dan mama Mas Juna. Mas juga belum ketemu sama mbak Ema. Kali aja pas nanti udah ketemu, pandangan Mas sama dia akan beda."

Sekar beranjak, sudah mulai melangkah tapi kemudian, lengannya terasa ditarik begitu saja oleh Juna. Sekian detik mereka saling bertatapan, dan tanpa sadar, bibir Juna menempel begitu saja di bibir Sekar.

Awalnya Sekar linglung, diam, tapi kemudian dia tersadar dan segera memberi satu tamparan kepada lelaki itu.

"Mas harus belajar lagi sopan santun. Seenaknya aja mau cium!"

Sekar berbalik dengan marah, wajahnya memerah, langkahnya menjadi lebih cepat.

"Sekar, gimana kalo gue minta lo pura-pura jadi pacar gue? Gue bisa bayar lo mahal yang penting gue bebas dari perjodohan itu."

Sekar menghentikan langkahnya, dia berbalik, menatap Arjuna dengan sisa kemarahan yang masih ada.

"Gak semua hal bisa Mas Juna beli dengan uang, termasuk gue yang udah kenyang hidup di jalanan! Gue tersinggung sama sikap lo malam ini!"

Lalu Sekar melangkah pergi, ia berlari ke kamar Neira dan menguncinya pintunya.

"Laki-laki sialan!" desis Sekar sambil mengusap bibirnya dengan kesal.

Ciuman pertama yang terenggut begitu saja dengan cara yang tidak semestinya. Ingin rasanya dia mengadu kepada nyonya Mira, tapi Sekar mengurungkannya, tak ingin hubungan Arjuna dan kedua orangtuanya semakin renggang lagi karena pengaduannya akan kejadian malam ini.

Tapi ciuman tadi kenapa masih saja terasa membekas. Sekar menatap langit-langit kamar yang gelap, wajah Arjuna berpendar-pendar menyebalkan.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

sama aja si Juna dan org tuanya, sama² keras hati.. lagian si Juna kenapa gak mikir alasan yg buat ortunya gak suka dan gak bisa terima Lola...

2024-06-14

0

Heryta Herman

Heryta Herman

haaah..si juna bener" keterlaluan..meresahkan...seenaknya aja berbuat sesukanya terhadap sekar...egois bener ni jantan...uups,sorry..gedeg aku sama si jun jun ini

2024-05-31

0

Ayuw Cyntha

Ayuw Cyntha

good job sekar

2023-09-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!