Ema

Mobil yang melaju saat ini diisi oleh seorang supir, tuan dan nyonya besar, lalu Sekar juga Juna di belakang. Arjuna sedari tadi sibuk bermain dengan ponsel sementara Sekar menidurkan Neira yang sudah mulai mengantuk lagi dalam perjalanan.

Sesekali keduanya saling lirik dan melempar tatapan permusuhan. Arjuna yang masih kesal karena Sekar memberinya pelajaran pagi tadi dan masih menolak untuk menjadi pacar jadi-jadian dan Sekar yang tentu saja masih gondok dengan sikap Arjuna selama ini.

"Nanti berhenti di toko buah ya, Sur, saya mau belikan Ema buah pir hijau kesukaannya."

Suara nyonya Mira memecah keheningan yang sempat tercipta.

"Memangnya, Ema suka pir hijau, Ma?" tanya tuan Beno sambil tersenyum.

"Iya, Pa. Semalam kan Mama teleponan sama besan, katanya begitu. Ema suka sekali pir hijau."

"Nah, Jun, dengar kan. Nanti tanyakan juga apa makanan lain kesukaan Ema. Melalui pendekatan semacam itu, pasti hubungan kalian kelak akan berjalan lancar dan baik-baik saja." Tuan Beno berkata sambil tersenyum lagi.

"Apaan sih, Pa? Aku gak ada niat mau begitu. Kalau sekedar perkenalan biasa hari ini, oke aja. Tapi untuk ke arah yang lebih jauh, aku gak bisa menjanjikan apapun."

Tuan Beno hanya menarik nafas panjang mendengarnya.

"Apa sih, Jun, yang kamu pikir lagi? Ema itu udah paling tepat buat kamu juga Neira. Dia juga bakalan pindah ke Jakarta, mengurus cabang perusahaan keluarganya di Jakarta. Kalian akan sering bertemu, Neira akan sering juga ketemu Ema. Lagipula, udah gak aneh lagi kalau sekarang sering kok orang turun ranjang. Jangan risaukan semua kata orang."

"Ma, ini bukan masalah turun ranjang dan kata orangnya, tapi ini masalah hati. Masalah perasaan dan masalah aku mau atau enggaknya. Kalau aku mau, udah dari kemarin aku setuju sama perjodohan ini." Arjuna protes dengan suara yang cukup tinggi. Sekar hanya diam saja mendengarkan.

"Kami juga mau yang terbaik buat kamu, Jun."

"Aku yang paling tahu apa yang terbaik buat aku, Ma, Pa."

"Baik menurut kamu yang seperti Lola? Yang suka umbar tubuh di hadapan kamera? Yang lebih suka kehidupan hedonisnya kayak model-model lain? Kamu gak akan pernah paham sampai kamu nanti menyesal kalau sudah terlanjur kawin sama itu perempuan!"

Ribut lagi Juna dan mamanya. Tuan Beno akhirnya melerai perdebatan itu dengan nada yang tegas.

"Juna, kita sudah separuh jalan. Papa minta kamu untuk bertemu dulu dengan Ema, dan nanti kamu bisa melihat siapa yang lebih baik di antara keduanya."

"Lola bukan pilihan, Pa. Aku cinta dia apa adanya."

"Makan itu cinta, Jun. Kenyang anakmu semakin enggak diperhatikan kalau kamu sampai menikah sama Lola!"

Nyonya Mira mengakhiri perdebatan dengan kata-kata yang terdengar sengit di telinga Juna. Lelaki itu juga diam kemudian. Lalu sejurus berlalu, dia memalingkan wajahnya menatap Sekar dengan tatapan maut dan mematikan.

"Ini semua gara-gara lo!" bisiknya penuh penekanan kepada Sekar.

"Kenapa gara-gara gue? Lo yang mau dijodohkan, kenapa gue yang kena?" Sekar tentu saja tidak terima.

Arjuna mengalihkan pandangannya ke arah samping. Tak lama kemudian, Neira terdengar menangis. Arjuna hanya melirik sekilas sementara Sekar sibuk mendiamkan bocah itu dengan lembut.

"Neira mau ke Papa?" tanya Sekar dengan suara sengaja agak dikeraskan. Arjuna mendelik ke arahnya, apalagi setelah puterinya terlihat menggapai-gapai saat Sekar mendekatkan Neira kepada Arjuna.

Akhirnya dengan wajah sedikit terpaksa, Juna mengambil alih Neira. Nyonya dan tuan besar yang melihat sebentar, tersenyum. Keberadaan Sekar membuat Arjuna mau tak mau jadi lebih sering dekat dengan Neira, cucu kesayangan mereka.

Sekar sendiri hanya tertawa kecil, melihat Juna yang jadi sedikit kerepotan. Lelaki itu tampak kaku.

"Padahal anak sendiri!" gumam Sekar dengan tampang malas ke arah Juna yang membalasnya dengan pelototan kesal.

Tiba di toko buah, nyonya Mira mengajak Sekar turun untuk membantunya memilih buah segar sementara Juna sekarang mulai terbiasa dengan Neira. Lelaki itu bahkan sudah tertawa-tawa kecil bersama Neira.

***

Rumah bercat putih, dengan banyak sekali taman bunga dan begitu luas itu membuat mata Sekar membulat sempurna. Kediaman keluarga besar Romi Kusuma sekeluarga yang tak lain adalah ayah Eva dan Ema seolah menunjukkan bahwa di Bandung, mereka adalah orang yang sangat terpandang.

Dua orang staff keamanan terlihat membuka pagar kedua yang memang ada di halaman luas rumah itu. Beberapa pelayan tampak sedang menanam banyak macam tumbuhan.

"Luas banget." Sekar tanpa sadar jadi bergumam kagum.

"Jelas, Kar, mereka keluarga yang sangat terhormat. Dari dulu, Ibu dan Bapak memang gak pernah salah pilih jodoh buat Juna," timpal nyonya Mira.

"Betul, Sekar. Nanti semoga kamu juga cocok sama Ema. Dia baik sekali loh Sekar."

Sekar hanya tersenyum, kedua majikannya itu berkata seolah dia adalah anggota keluarga mereka juga. Sungguh dalam hati Sekar, nikmat mana lagi yang harus dia dustakan?

Saat mereka sudah mencapai halaman utama , ternyata kedatangan mereka memang sudah ditunggu oleh pasangan paruh baya dengan penampilan rapi dan bersahaja. Tuan dan nyonya Mira turun, menyalami sekaligus memeluk besan mereka itu dengan penuh kerinduan.

"Neira, cucu oma!" pekik istri tuan Romi sambil mengambil alih gendongan Neira dari Sekar.

Tuan Romi dan juga kedua orangtua Juna sekarang ikut bergabung, mengerubungi Neira yang sudah tertawa-tawa senang. Juna hanya berdiri di samping Sekar. Sibuk main ponsel dan sibuk mengarang alasan tentang kepergiannya ke Bandung agar Lola tidak curiga.

"Masuk, ayo masuk semuanya. Neira biar Opa yang gendong," Tuan Romi berkata riang. Bahagia bisa bertemu kembali dengan cucu kesayangan.

Setelah masuk dan semuanya duduk tenang menunggu minuman yang akan dihidangkan oleh pelayan, mereka bercengkrama.

"Ema mana?" tanya Nyonya Mira dengan berkerut kening, sebab dari tadi mereka menyadari bahwa orang yang mereka cari itu belum nampak sedari tadi sejak mereka datang.

"Oh iya, hampir saja kami lupa mengatakannya, Ema kebetulan sedang keluar, tapi sebentar lagi dia akan pulang. Ada pekerjaan sebentar katanya ditunggu saja ya, Mbak."

Nyonya dan tuan Beno akhirnya mengangguk mengerti. Setelah pulang dari luar negeri, selesai merampungkan studinya, Ema diketahui memang sangat sibuk setibanya dia di Indonesia.

Tak berapa lama kemudian, tepatnya selang lima belas menit, sebuah suara langkah sepatu tinggi terdengar dari arah depan membuat semuanya kompak menoleh termasuk Sekar yang sekarang melihat seorang perempuan yang sangat cantik sedang berjalan ke arah mereka, menebarkan senyuman dan sangat anggun saat itu. Sekar melihat bahwa Juna sempat terpanah melihat perempuan itu.

"Selamat siang semuanya, maaf aku membuat semuanya menunggu ya?"

Ramah, itulah kesan pertama yang Sekar dapatkan dari sosok Ema. Setelah itu, dia melihat Arjuna dan juga Ema saling bertatapan cukup lama. Tampaknya Sekar bisa menebak bahwa Arjuna mulai merubah pandangannya, sepertinya lelaki itu sudah mulai tertarik dengan Ema.

Sekar hanya tertawa kecil di dalam hati, katanya tidak suka tapi sekarang malah terlihat seperti orang terkagum-kagum, dasar bapaknya Neira! Sekar menggerutu dalam hati.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

itu lah laki² ,Sekar.. mulut bilang enggak tp hati berteriak brutal bilang iya... menolak keras tiba lihat visualnya langsung laper...

2024-06-14

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

Neng Gemoy bilang ... mama Mira dan papa Beno terlalu sotoy buat urusan yg katanya "paling tepat" atau "paling baik" .. secara mereka juga kan belom pernah ketemu langsung sama Ema toh ?

2023-09-05

1

rista_su

rista_su

dan nanti ema yg nolak juna. kapok 😅

2023-06-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!