Mata Sekar sebenarnya cuma awas memperhatikan Neira yang sekarang ada dalam gendongan Ema. Bersama dengan Arjuna, perempuan itu sedang bersenda gurau. Kehangatan tampak di antara mereka berdua.
Sekar sekarang mulai yakin, bahwa Juna itu sedikit munafik. Padahal dia ingat betul bagaimana lelaki itu menolak mati-matian perjodohan yang akan dilakukan oleh kedua orang tua dari istrinya yang sudah meninggal untuk menjodohkannya lagi dengan mantan adik iparnya itu.
Sebenarnya, tak mengapa bagi Sekar. Sebenarnya juga, tak perlu dia mempermasalahkan itu karena dia bukan siapa-siapa Arjuna. Tetapi setiap kali dia ingat dengan ciuman yang terampas begitu saja oleh lelaki itu, Sekar jadi mengutuk di dalam hati dan terkenang dengan kata-katanya semasa kecil dahulu.
"Kalau ada yang berani menciumku seperti seorang pangeran yang membangunkan seorang putri tidur, maka aku tidak akan pernah melepaskannya, berarti dialah cinta pertama dan terakhirku."
Sekar jadi ingat dengan dongeng kesayangannya itu, tapi dia harus sadar diri, memangnya dia siapanya Arjuna? Lelaki itu juga melakukannya karena dia memaksa Sekar, bukan karena rasa cinta atau rasa suka.
"Sekar, bagaimana menurut kamu? Kamu pasti setuju kan kalau Ema dan juga Arjuna itu sangat cocok?"
Pertanyaan dari nyonya Mira itu membuat Sekar jadi tersadar dari lamunannya juga penyesalan sesaatnya. Dia menoleh kepada perempuan itu, kemudian tersenyum singkat sebelum akhirnya mengangguk dan menjawab.
"Iya, Bu, mas Juna dan juga mbak Ema kelihatannya cocok sekali."
"Bukan cuma itu saja, coba kamu lihat bagaimana sekarang Neira begitu tenang di dalam gendongan Ema. Pasti Neira sedang melihat sosok ibunya saat ini dalam diri Ema."
Sekar cuma tersenyum kecil, dia tidak bisa menanggapi lebih dari itu. Namun, tampaknya nyonya Mira masih suka untuk mengajaknya berbincang-bincang lebih lama tentang apa yang sedang mereka saksikan saat ini.
"Sekar, kalau kamu capek, istirahat aja dulu. Tadi ibunya Ema bilang kamu bisa menggunakan kamar tamu untuk istirahat."
Sekar akhirnya mengangguk, mungkin dia memang membutuhkan waktu untuk beristirahat sebentar. Mumpung Neira juga masih nyaman dan belum rewel.
"Betulan nggak masalah, Bu?" tanya Sekar memastikan dan yang dia dapatkan sebagai jawaban dari nyonya Mira adalah anggukan yang disertai dengan senyuman.
"Tentu aja. Udah, kamu istirahat aja dulu."
Dan akhirnya, setelah berpamitan melalui petunjuk arah yang ditunjukkan oleh nyonya Mira, Sekar mulai pergi ke kamar tamu. Saat membuka pintu, aroma harum bunga menyambut Indra penciumannya. Sekar segera membanting dirinya di atas ranjang yang begitu empuk, matanya memang terasa mengantuk, bersyukur ia memiliki seorang majikan yang sangat baik seperti nyonya Mira.
Hampir satu jam, Sekar sempat memejamkan mata hingga pada akhirnya dia terbangun ketika merasa tempat tidurnya jadi berat sebelah.
Hampir saja Sekar berteriak kalau tidak ditahan oleh tangan Arjuna. Lelaki itu refleks membekap bibir Sekar dengan salah satu telapak tangannya.
"Ngapain lo di sini? Nanti gimana kalo ada yang lihat? Mereka bisa salah paham!
"Nggak ada yang lihat gue masuk dalam sini, lo tenang aja. Nyokap sama bokap tuh lagi sibuk ngurusin Neira sama si Ema.
"Ngapain lo di sini?! Sana keluar! Gue nggak mau nanti ada yang mikir kita macam-macam. Apalagi di sini, ini rumah orang!
Sekar masih saja mengomel tetapi Arjuna tampak tidak peduli, tetap berbaring di sebelahnya, sementara Sekar sudah menutup wajahnya sendiri dengan frustasi.
"Gue aja yang keluar kalau gitu," putus Sekad mengalah.
Baru saja Sekar hendak beranjak, tetapi lagi Sekar menarik tangannya hingga membuat sekar terjerembab di atas tubuh lelaki itu. Sekar secepatnya berusaha untuk melepaskan diri dan Arjuna tidak menahannya, dia membiarkan Sekar untuk melepaskan diri.
"Lo ini kenapa sih, Mas? Gue nggak suka ya tingkah lo yang kayak gini!
"Gue cuma butuh teman untuk bicara. Gue rasa yang gue butuhin ya sekarang ini cuma elo sebagai orang yang mungkin aja bisa ngerti perasaan gue."
"Seperti apaan? Gue mah nggak bakal ngerti apalagi urusan perjodohan kayak gini."
"Bukan gitu, Sekar. Tadinya gue pikir gue akan berontak dengan perjodohan ini, tapi setelah gue lihat Ema, gue rasa, ini perempuan oke juga."
Sekar menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Arjuna yang berkata begitu entengnya.
"Lo nggak boleh mainin perasaannya Mbak Ema. Gimanapun kayaknya dia suka beneran deh sama lo. Emang lo udah setuju dengan perjodohan ini? Lo harus memilih meninggalkan Lola."
"Kenapa lo pikir gue bakalan menerima perjodohan ini?
Sekar menarik nafas panjang seolah itu adalah pertanyaan terbodoh yang dia dengar dari Arjuna, sementara baru beberapa saat yang lalu dia melihat wajah lelaki itu berbinar dan tampak senang-senang saja ketika berbicara akrab dengan Ema yang bahkan baru dikenalnya secara benar-benar dekat saat ini.
"Gue bisa lihat, kalau ternyata ekspektasi lo itu melesat jauh. Tadinya pasti lo pikir lo nggak akan pernah bisa suka sama dia, sama kayak lo gak suka istri lo dulu, tapi sekarang kayaknya gue lihat ada hal yang lain."
"Terus gimana sama Lola? Gue juga sayang sama Lola. Gue udah lama pacaran sama Lola udah dari sebelum waktu gue nikah sama Eva dulu dan dia tuh ngebet banget pengen kawin sama gue."
"Sekarang gini deh, Mas, ibu sama bapak kan nggak pernah suka sama mbak Lola, mereka cuma suka sama mbak Ema sekarang dan ternyata setelah lo ketemu sama mbak Ema, lo juga nggak ngerasa risih dengan kehadiran dia. Malah yang gue tangkap dari wajah lo, kayaknya lo mulai suka sama dia pada pandangan pertama itu semacam opsi kedua yang lebih baik daripada memilih mbak Lola, bukan berarti gue mau ikut campur urusan elo dan berusaha untuk mempengaruhi lo. Tapi ini cuma berdasarkan pengamatan gue aja sih."
Saat sedang asik-asiknya berbicara dengan serius, keduanya dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang membuat mereka jadi salah tingkah. Di depan mereka saat ini, sedang berdiri Ema yang menggendong Neira yang tertawa-tawa melihat Sekar bersama ayahnya, meskipun Sekar duduk di atas ranjang itu sedangkan Arjuna berbaring di sana.
"Ngapain kalian berdua di sini?" Ema menatap curiga dengan memancingkan mata.
Tapi kemudian dari arah belakang, terdengar sebuah suara yang membuat mereka semua menoleh.
"Nggak apa-apa, Ema. Itu Sekar, dia pengasuh sekaligus anak angkat saya. Dia seperti adik bagi Arjuna."
Sekar sendiri tak bisa berkata-kata ketika ia mendengar pengakuan manis itu dari nyonya Mira yang tersenyum ke arahnya. Tampaknya nyonya Mira tidak berpikir macam-macam, perempuan itu benar-benar sudah menganggap dirinya sebagai anak perempuannya sendiri, begitupun tuan Beno yang hanya tersenyum.
Tinggal Arjuna yang bingung dengan kata-kata ibunya barusan. Sejak kapan pengasuh anaknya itu menjadi anak angkat orang tuanya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Sweet Girl
sejak hari ini, buat nyelametin Elooooo
2024-11-01
0
Sandisalbiah
si Ema langsung curiga tuh.. lagian emang gak wajar si cowok cewek di kamar berduaan tar yg ketiga si etan... kan bisa gaswat... Juna nih suka ngeyel, semaunya sendiri..
2024-06-14
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
semenjak kleyan kepergok lagi berduaan di ranjang kamar tamu rumah besan ... 😅😅😅😅
2023-09-05
1