Pengasuh Baru Neira

"Waw, ini betulan rumah?"

Mobil baru saja memasuki gerbang dengan halaman luas di dalamnya. Ada satu bangunan megah yang sepertinya lebih cocok jika disebut sebagai istana.

Sekar tanpa sadar jadi berdecak kagum. Di pangkuannya, bayi kecil yang bernama Neira itu sedang menoel-noleh kaus kebesarannya, tepat ke bagian dada sebelah kanan.

Sekar menunduk, menatap Neira sambil tersenyum. Sekar baru saja lulus sekolah, usianya yang baru menginjak delapan belas tahun. Dia tentu tak paham mengapa Neira terus saja menyentuh dadanya.

Lalu kemudian dia mulai mengerti, sepertinya, bayi kecil ini ingin menyusu. Sekar bingung, harus bagaimana dia mengatakan kepada nyonya dan tuan di depan sana.

"Kenapa, Sekar?" tanya nyonya Mira seolah paham kegelisahan Sekar saat ini.

"Ehmmmm, sepertinya Neira pengen minum susu, Nyonya." Sekar berkata sambil tersenyum kikuk.

"Iya, gak papa, sebentar lagi kita akan memberikannya susu."

Sekar menganggukkan kepala, dia mulai mengusap lembut punggung bayi itu, menenangkannya.

"Nyonya, ibu yang tadi nuduh saya dimana? Kok tidak kelihatan."

"Oh, itu namanya Ratih. Dia salah satu pelayan kami. Tadi sudah lebih dulu pulang dengan taksi. Maafkan dia ya. Dia pasti tadi sudah kebingungan mencari Neira jadi malah menuduh kamu yang enggak-enggak."

Sekar mengangguk-angguk. Meski masih merasa kesal dengan wanita paruh baya tadi, tapi Sekar akhirnya bisa memaklumi. Pasti sangking paniknya, pelayan tadi sampai salah menuduh dirinya. Ya sudah, dia juga malas memperpanjang hal yang tidak sengaja.

"Kita sudah sampai, ayo turun, Sekar. Nanti saya kenalkan dengan Arjuna, ayah Neira."

Sekar mengangguk saja, di gendongannya Neira sudah tampak mengantuk. Bayi cantik itu mulai memejamkan matanya.

"Kok bobo sih? Katanya mau susu." Sekar menjawil pelan dan gemas hidung Neira.

Nyonya Mira dan tuan Beno saling pandang, mereka juga tersenyum melihat Neira yang begitu tenang dalam dekapan Sekar.

"Nampaknya, Neira cocok sama Sekar ya, Pa."

"Iya, Ma. Akhirnya ada juga yang bisa membuat Neira tidak rewel seperti sebelumnya."

Sekar cuma mendengarkan tanpa menimpali perbincangan pasangan kaya di depannya itu. Mereka terus berjalan, dan Sekar terus mengikuti kemana langkah tuan dan nyonya besar akan membawanya.

"Nah, kemari, ini kamar Neira. Letakkan dia di dalam box bayinya ya, Sekar," kata nyonya Mira.

Sekar menurut, diletakkannya Neira perlahan ke dalam box bayi. Gadis kecil cantik itu sudah tertidur pulas. Sekar kasihan sebab sebelumnya, Neira sempat minta susu dengan menunjuk dadanya.

"Sekarang, kamu ikut saya. Saya akan tunjukkan kamar kamu."

"Ehmmmm, jadi saya mulai bekerja hari ini, Nyonya?" tanya Sekar dengan hati-hati.

"Ya, kalau kamu tidak keberatan."

"Saya sangat bersyukur mendapat pekerjaan ini, Nyonya. Tapi tentu saya juga harus mengurus kepindahan saya dari kontrakan. Pemilik kontrakan juga harus saya beritahu dulu dan saya juga ingin mengambil baju saya yang ada di sana."

"Oke, saya setuju, Sekar. Tapi setelah beres, kamu bisa langsung kembali ke sini bukan?"

Sekar mengangguk cepat. Ini pekerjaan yang tidak boleh dia sia-siakan. Setidaknya, dia juga tidak akan pusing memikirkan uang kontrakan yang harus dibayar setiap bulan jika sudah mengasuh Neira.

Namun, ada satu hal yang mengganjal di hati Sekar sedari tadi. Dia sama sekali tidak melihat kedua orangtua Neira. Meski tadi nyonya Mira sempat menyebut nama ayah bayi kecil itu, sampai sekarang dia belum bertemu dengannya dan dimana juga ibu Neira?

"Nyonya, maaf, boleh saya bertanya satu hal?"

"Tentu, Sekar."

"Kedua orangtua Neira, apa sedang tidak di rumah?" tanya Sekar dengan hati-hati.

Nyonya Mira menatap tuan Beno sebentar sebelum dia menjawab pertanyaan Sekar.

"Mama saja yang jelaskan kepada Sekar. Pap mau ke belakang dulu."

Nyonya Mira mengangguk perlahan, melepas suaminya. Sekar jadi tidak enak hati, apa ada masalah dengan pertanyaannya barusan? Tapi bukankah dia memang harus tahu siapa kedua orangtua Neira sebab dia juga akan bertanggungjawab sebagai pengasuh bayi itu kelak.

"Kita bicara di ruang tengah saja yuk," ajak nyonya Mira kepada Sekar yang segera menurut.

"Maaf ya, Nyonya, kalau pertanyaan saya sedikit berani seperti tadi."

"Tidak apa, Sekar. Sebagai pengasuh Neira yang baru, kamu memang harus tahu semua hal tentang cucu kami."

Sekar diam, masih menunggu kata-kata perempuan di depannya lagi.

"Mamanya Neira namanya Eva. Dia istri dari putera kami, Arjuna, ayahnya Neira. Tapi, Eva sudah meninggal satu bulan yang lalu karena kecelakaan. Arjuna, sangat sibuk jadi sering tidak punya waktu untuk Neira."

Sekar tertegun sejenak, tidak menyangka jika bayi lucu itu ternyata sudah tak lagi punya ibu. Dia jadi terkenang saat Neira menunjuk dadanya tanda dia ingin menyusui. Kasihan, gadis kecil itu pasti masih mengira bahwa ibunya masih ada.

"Maaf, Nyonya, saya tidak bermaksud untuk membuat Nyonya bersedih," ungkap Sekar dengan tak enak hati.

"Gak papa kok, Sekar. Yang penting sekarang kamu sudah tahu. Saya berharap kamu betah ya mengasuh Neira. Sudah ada banyak sekali pengasuh yang bekerja kepada kami, tapi mereka tidak ada yang betah karena Neira memang agak rewel semenjak ditinggal mamanya. Nanti kamu akan saya kenalkan kepada putera saya."

"Baik, Nyonya. Sekarang saya pamit dulu. Nanti setelah semuanya beres, saya akan kembali lagi ke sini."

Nyonya Mira mengangguk. Sekar kemudian melangkah, pergi meninggalkan rumah megah itu dengan langkahnya yang riang.

"Gak papa deh, jadi pengasuh. Yang penting bisa lepas uang makan dan uang kontrakan."

Langkah Sekar riang, menyusuri trotoar. Dia akan menunggu angkot yang bisa mengantarnya ke kontrakan. Namun, baru saja dia hendak menyebrang, hampir saja sebuah mobil menabrak dirinya. Pengemudi mobil itu keluar dengan marah dan menghampiri Sekar.

"Pakai mata dong kalo jalan! Kamu pikir ini jalan bapakmu!"

Sekar yang tadinya sempat terpesona sesaat karena ketampanan abang tampan, sekarang jadi ikutan emosi.

"Liat dong mobil lo lampu sein nya hidup ke kiri! Mana gue tahu lo mau jalan lurus! Makanya kalo baru bisa nyetir, jangan belagu!"

Sekar memajukan tubuhnya sambil berkacak pinggang. Lelaki itu menoleh, melihat bahwa memang benar dia lupa mematikan lampu sein mobilnya.

Tanpa rasa bersalah, pria itu berbalik dan meninggalkan Sekar yang masih menatapnya kesal.

"Dasar orang kaya sialan, lo! Cuma monyet yang suka sama laki-laki galak gak mau salah kayak lo itu!" teriak Sekar membuat lelaki itu menoleh sebentar sebelum masuk ke dalam mobilnya. Pria itu tak menggubris makian Sekar barusan tapi juga tidak meminta maaf atas kesalahannya tadi.

Sekar juga meninggalkan tempat itu, buru-buru naik ke angkutan umum yang akan segera melaju.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

Hadeh.. jgn bilang itu Juna.. kalau iya berarti Sekar bakal jd monyet nya dong 🤭🤭

2024-06-14

0

Ummi Yatusholiha

Ummi Yatusholiha

seharusnya sekar di antar sopir,kan holang kaya punya sopir pribadi 😁😁

2023-12-02

0

Berdo'a saja

Berdo'a saja

jangan jangan ayah si baby tuh

2023-11-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!