"Belum tidur lo?"
Sekar menoleh, sudah pukul sembilan dan dia memang belum memperoleh rasa kantuknya. Di belakangnya sekarang mendekat Juna. Lelaki itu tampak tampan meski hanya dengan kaus dan celana selutut. Tubuhnya yang tinggi atletis jadi terlihat semakin menjulang, hingga Sekar saja harus mendongak jika sedang bicara dengannya.
"Belum ngantuk, Mas."
Arjuna mengangguk lalu mengambil posisi untuk berdiri di samping gadis itu. Hawa bandung begitu dingin malam ini. Semilirnya membuat anak rambut Sekar bergerak ke sana kemari dan Arjuna memperhatikannya sesekali.
"Lo beneran belom ada dua puluh tahun?" tanya Arjuna sambil menaikkan satu alisnya.
"Emang tampang gue tua ya? Sampe lo gak percaya kalo gue ini beneran baru aja lulus SMA."
"Enggak, soalnya gue liat lo itu kayak udah berpengalaman mengasuh anak kecil. Gue kasih tahu, Neira itu rewel banget sebelum ketemu lo. Makanya gak ada pengasuh yang betah sama dia."
Sekar hanya tersenyum saja, dia sendiri heran. Justru ini adalah pengalaman perdana mengasuh anak kecil.
"Ini pengalaman baru gue kok, Mas."
"Hebat juga lo ternyata ya."
Sekar melengos, meski sudah dipuji begitu, dia tetap ingat bagaimana Arjuna sempat merampas ciuman pertamanya dulu. Seketika, wajah gadis itu jadi kesal, hal itu disadari oleh Juna.
"Kenapa muka lo jadi gitu?"
"Kesel. Gue tiap liat muka lo bawaannya pengen nonjok," jawab Sekar jujur.
"Yeeeeee, emang gue salah apaan sama lo, Bocil?" tanya Arjuna sambil menoyor sisi kening Sekar membuat Sekar jadi semakin berang menatapnya.
"Dasar laki-laki! Lo itu udah merampas hal yang paling berharga dari gue tahu gak?!"
Arjuna masih tidak paham. Dia segera menggeleng dan memandang Sekar sama kesalnya. Dia benar-benar tidak mengerti dan malah sekarang jadi ikutan kesal.
"Gue rampas apa dari lo?! Gue nggak pernah ngapa-ngapain lo!"
"Lo udah rebut ciuman pertama gue!" pekik Sekar sembari memukul-mukul lengan Arjuna membuat lelaki itu kewalahan menghadapi Sekar dan ketika Arjuna berhasil menangkap kedua tangan Sekar, keduanya jadi terdiam untuk waktu yang cukup lama. Saling berpandangan dan lalu jadi melepaskan ketika seseorang terdengar berdeham di belakang.
Ema ternyata sedang mendekat ke arah keduanya, Sekar langsung melepaskan diri dari Arjuna. Dia takut nanti Ema jadi salah paham kepadanya.
"Ehmmmmm ... lagi pada ngapain nih?" tanyanya sambil tersenyum tapi tentu dengan tatapan curiga yang mengiringi.
"Itu, Mbak, tadi gak sengaja saya mau jatuh, mas Juna yang nolongin."
Sekar segera membuat alasan tetapi Arjuna malah melengos dan pergi begitu saja. Sekar jadi harus menghadapi Ema sendirian. Namun, dia bisa bernafas lega karena akhirnya Ema bergegas mengikuti langkah panjang lelaki itu.
Tinggal lah Sekar sendirian sekarang dan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan lagi, dia pun bergegas masuk ke dalam. Sekar memutuskan untuk pergi ke kamar tamu dan ternyata sudah ada Neira yang berbaring di sana. Sekar tersenyum lalu berbaring di samping Neira.
"Sekar, tadi Ibu yang taruh Neira di sini."
Sekar mengangkat tubuhnya lagi, melihat sekarang ada nyonya Mira sedang menuju ke arahnya. Dia segera tersenyum.
"Iya, Bu, gak papa. Sekar juga senang bisa jaga Neira."
Nyonya Mira tersenyum lalu duduk di tepi ranjang, ditepuk-tepuknya pelan paha cucunya yang gembul itu.
"Sekar, kamu kepikiran mau kuliah?"
Sekar diam untuk beberapa saat. Tentu saja dia ingin sekali kuliah. Namun, dia tidak mau sampai terlampau menyusahkan kedua majikannya yang sudah baik itu.
"Enggak, Bu, Sekar lebih suka mengasuh Neira aja. Kalau kuliah, nanti waktu Sekar sama Neira pasti bakal kurang."
Mendengar itu, perempuan paruh baya itu jadi tersenyum lebar.
"Jujur ya, Sekar, semenjak kamu hadir, Ibu seperti punya anak bungsu. Juna juga jadi lebih banyak bicara. Makanya, Ibu gak main-main mengangkat kamu menjadi anak Ibu. Kamu gak keberatan kan kalau Ibu angkat jadi anak?"
Sekar hampir saja meneteskan airmata mendengarnya. Bagaimana bisa perempuan kaya raya sekaligus majikannya dan juga merupakan orang yang terbilang baru mengenalnya itu, menganggapnya sebagai anak? Sedang bibinya saja, malah sengaja membuatnya terbuang setelah kedua orangtuanya tiada.
"Sekar gak keberatan, Bu, justru merasa sangat tersanjung. Makasih Ibu udah baik banget, menganggap Sekar seperti anak sendiri."
"Ibu juga minta tolong, sering-seringlah mengajak Juna bicara. Dia sebenarnya anak baik, Sekar. Dia cuma gak punya teman untuk berbagi cerita. Ibu mengerti itu."
Sekar mengangguk lagi dan tersenyum kecil. Sungguh, ini adalah sebuah anugrah paling indah yang terlah terjadi dalam hidupnya.
"Begini saja, Sekar, setelah Neira berusia dua atau tiga tahun, kamu bisa kuliah. Ibu yang akan menanggung semua biaya tanpa mengurangi gaji kamu sedikit pun."
"Gak usah, Bu, Sekar begini aja sudah senang," tolak Sekar halus.
"Gak papa, Sekar. Ibu janji akan menguliahkan kamu tinggi nanti. Kamu bisa pegang janji Ibu."
Sekar tak bisa lagi membantah, dia hanya bisa bersyukur atas segala kebaikan mamanya Arjuna itu. Perempuan itu kemudian memeluk Sekar, membuat Sekar merasa begitu berarti. Kini, rasanya kasih sayang kedua orangtuanya yang dulu sempat hilang, bagai terganti dengan adanya sosok perempuan berhati baik itu.
Saat itu, pas pula Arjuna masuk ke dalam kamar. Dia menaikkan satu alisnya melihat pemandangan di depan.
"Ngapain kamu ke sini, Jun? kan ini kamar ditempati sama Sekar." Gantian nyonya Mira yang berkerut kening.
"Mau lihat Neira, Ma."
Arjuna melengos, menuju puterinya yang sedang terlelap tidur dengan wajah polos khas bayi, begitu cantik dan menggemaskan.
"Nah, gitu dong, Jun. Anak itu diperhatikan, dilihat, diajak main. Jangan dicuekin, jangan sampai nanti Neira lebih nyaman sama Sekar dibanding kamu."
Arjuna menatap ibunya sedikit tak terima namun kemudian mengabaikannya.
"Ini kan udah diperhatikan, Ma, rencananya juga mau temenin Neira kok di sini."
Mata Sekar kontan melotot begitu saja mendengarnya. Mana mungkin dia akan berdua saja di dalam dengan Juna walaupun ada Neira di antara mereka.
"Gak papa, Sekar, Juna lagi sadar. Kamu temani Juna jaga Neira. Pintunya dibuka aja biar gak ada yang salah paham."
Sekar tersenyum kecut, dia memandang Arjuna dengan tatapan menuntut penjelasan tetapi lelaki itu acuh saja. Dia hanya terus mengusap pipi anaknya dengan lembut, akhirnya, Sekar mau tak mau tetap di kamar itu juga, sesuai perintah nyonya. Tapi kenapa sang nyonya tak menyuruhnya keluar saja? Dia lebih baik tidur diruang tengah daripada harus satu ruangan dengan Arjuna.
Lagipula, bisa-bisanya Arjuna punya ide terlalu brilian begitu. Sekar menatap Juna dengan pandangan sengit tetapi Juna hanya mengangkat bahunya, tak peduli.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Sweet Girl
kok malah dikasih ruang tho Bu Mira ...
piye thooooo!????
2024-11-01
0
Patrish
gimana sih Juna.... masa bercabang tiga... lola ema sekar...
2024-09-02
1
Sandisalbiah
hati kamu sebenarnya kemana sih Jun... cinta ke Lola, terpesona sama Ema tp kok pengen deketan terus ama Sekar.. aneh..
2024-06-14
0