"Bu, sore ini boleh Sekar izin sebentar?" tanya Sekar setelah dia pulang dan meletakkan Neira dalam box bayinya.
Gadis kecil itu sudah betulan tidur. Dia bisa sedikit bersantai. Namun, tiba-tiba saja Sekar rindu pada ayah dan ibunya.
"Mau kemana, Sekar?" tanya nyonya Mira sambil mengerutkan keningnya.
"Mau ziarah, Bu. Kangen orangtua."
Mendengar itu, hati nyonya Mira jadi terenyuh. Dia tahu Sekar anak yatim piatu. Dia juga bisa merasakan kerinduan Sekar akan ibu dan ayahnya.
"Boleh, Sekar. Hati-hati. Nanti Ibu suruh supir yang antar."
"Gak usah, Bu. Biar dengan angkutan saja."
Nyonya Mira akhirnya mengangguk. Dia sudah nyaman dengan kehadiran Sekar. Dia juga suka dengan kedekatan Sekar bersama cucunya, Sekar bisa mengimbangi dirinya yang tak henti bicara dan curhat tentang Juna. Kadang, gadis muda itu juga memberi tanggapan menyejukkan yang sama sekali tidak terasa menggurui. Lebih ke menyiapkan telinga untuk mendengar dan memberi tanggapan yang menenangkan.
Sora hari, langkah Sekar riang menyusuri area pemakaman. Dia baru saja turun dari angkutan umum. Di tangannya ada bunga-bunga segar yang memang dijual di depan area pemakaman.
"Sore, Bu, Yah, maaf Sekar baru datang."
Dia mulai duduk perlahan di samping makam kedua orangtuanya, posisinya sekarang ada di tengah-tengah.
Sekar kemudian mulai berdoa, membaca beberapa untai doa untuk kedua orangtuanya. Diusapnya kemudian nisan sang ayah bunda. Tak lama kemudian, airmatanya luruh begitu saja. Tak ada isak dan penyesalan, sebab dia sadar bahwa secintanya dia kepada kedua orangtua, tetap saja Tuhan yang maha berhak.
"Jangan khawatir, Bu, Yah, Sekar sudah kerja. Jadi pengasuh Neira. Anaknya lucu dan cantik. Sekar pertama ketemu langsung jatuh hati." Sekar menghentikan sesaat kata-katanya. "Sekar harap, Ayah dan Ibu udah tenang dan bahagia di atas sana ya."
Perlahan, ditaburkannya bunga-bunga yang ia bawa. Sekar tersenyum sebentar setelah mengecup nisan ayah dan bunda.
"Sekar pulang ya, Bu, Yah. Nanti pasti Sekar ke sini lagi."
Pulang dalam keadaan hati yang lebih lapang di saat senja sudah menampakkan dirinya, Sekar menyusuri jalanan menuju tempat dia akan menunggu angkutan.
Namun, saat menunggu, dia dikejutkan dengan sebuah mobil yang berhenti tepat di sampingnya.
"Masuk."
Sekar melihat Juna setelah kaca diturunkan.
"Gak usah, gue lagi nunggin angkot," tolak Sekar.
"Neira nangis. Tadi nyokap telepon gue. Cepetan masuk!"
Sekar akhirnya masuk juga. Saat masuk, suasana sejuk langsung menyergap. Mobil orang kaya memang beda. Keduanya diam sesaat, Sekar masih betah duduk dengan tenang.
"Lo gak punya hape?" tanya Juna kemudian.
"Ada lah."
"Gue minta nomor lo, biar enak kalo tar ada apa-apa sama Neira."
Sekar menatap Juna sesaat kemudian mengangguk. Dia segera menerima panggilan masuk dari nomornya Arjuna dan segera menyimpannya.
"Lo darimana sih? Gue yang repot kalo nyokap telepon karena lo lagi gak sama Neira."
Mulai deh, dia cari masalah!
Sekar membatin.
"Dari jenguk nyokap bokap gue. Sebentar doang. Lagian tadi Neira udah tidur, Mas."
"Emang bokap nyokap lo lagi sakit?"
Sekar diam sesaat, tak langsung menjawab.
"Udah meninggal. Gue cuma ziarah."
Juna meliriknya sekilas kemudian mengangguk. Agak merasa bersalah juga karena tadi sempat menuduh Sekar mangkir dari kerjaannya.
Diam-diam, Juna sering melirik Sekar. Dia baru menyadari, jika Sekar ternyata cukup cantik. Tubuhnya juga ideal.
"Mama ngomong apa aja sama lo tentang gue?"
"Banyak, tapi yang paling sering, Mas Juna itu gak pernah perhatian sama Neira."
"Siapa bilang? Gue gini-gini inget anak kok."
Sekar tertawa kecil mendengar pembelaan lelaki itu.
"Kalo Mas Juna memang ingat Neira, harusnya waktu Mas Juna lebih banyak buat Neira dibanding sama oranglain."
"Lola maksud lo?"
"Saya gak bilang gitu, Mas. Cuma emang selama saya mengasuh Neira, jarang banget saya lihat Mas Juna gendong Neira."
"Lo gak tahu aja, menikah sama perempuan yang gak gue cintai itu sama aja udah bikin hidup gue hancur. Walaupun pada akhirnya pernikahan itu menghasilkan anak, cuma gue masih berat aja nerima ini semua. Oh iya, lo ngomong sama gue kayak biasa aja, gak perlu formal."
Sekar menarik nafas panjang mendengar pembelaan Juna itu.
"Tapi Neira itu anak lo, Mas. Seenggak cintanya elo sama ibunya, Neira tetap anak lo. Dia butuh lo."
Arjuna diam, hingga sampai pada belokan terakhir sebelum mencapai rumah, akhirnya dia kembali berusaha.
"Lo lihat sendiri, setelah Eva, gue malah bakal dijodohkan sama adiknya lagi. Gimana gue bisa menjalani hidup ini dengan waras?"
Sedikit banyak, Sekar jadi paham. Mungkin, sebenarnya Juna memang sayang pada Neira. Tapi dia berontak kepada orangtuanya dengan cara seperti itu.
"Kenapa gak coba dulu ketemu, Mas. Siapa tahu, ada yang berbeda dari yang terdahulu."
Juna diam lagi. Tak menjawab ataupun membantah. Dia turun dari mobil diikuti Sekar. Sekar hanya mengangkat bahu, dia hanya bisa memberi saran.
Sekarang, Sekar sudah sibuk mengajak Neira berkeliling di taman belakang. Hal itu ternyata disaksikan Juna dari balkon kamarnya. Ada senyum kecil saat dia melihat Sekar mengasuh Neira. Dia sadar, Sekar sangat dewasa meski kini hidup hanya sebatang kara. Tiba-tiba saja dia punya ide, dia harus membatalkan perjodohannya dengan Ema, dan dia yakin, Sekar bisa membantunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Sandisalbiah
apa ide mu, Juna.. mau buat drama seolah² kamu ada hubungan dgn sekar, biar perjodohan di batalkan.. jgn egois kamu jd cowok.. cemen banget sih..
2024-06-14
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
tiati Sekar ... jangan mau dimanfaatin sama Juna ... dia lagi punya rencana tuh ... 🤭
2023-09-05
1
abdan syakura
Ting!
ide cemerlang Juna!!
2023-01-18
2