Stella menghela napasnya, menatap makanan yang dimasaknya kembali utuh. Karena tak ingin membuang makanan yang di masaknya, Stella membawa semua makanan itu ke Panti Asuhan agar bisa di makan oleh adik-adik panti.
Stella tak ingin terlalu memikirkan apa yang terjadi di dalam hidupnya. Ia mengalihkan sejenak rasa sakit hatinya ke Sekolah. Di sana ia mengajar anak-anak kecil menggemaskan yang membuat hatinya menjadi lebih ceria. Stella bisa tersenyum dan tertawa karena melihat tingkah anak-anak didiknya di sekolah.
"Pelajaran hari ini selesai sampai disini dulu ya, di rumah jangan lupa di kerjaan PR yang tadi di kasih sama Miss? Coba, sekarang ingat tidak apa PR-nya?" ucap Stella menjelaskan kepada anak-anak didiknya dengan nada ceria.
"Ingat, Miss," sahut anak-anak serempak.
"Pinter, harus di kerjakan ya. Good day children?"
"Good day teacher ..." anak-anak segera berbondong-bondong bersalaman dengan Stella lalu berjalan keluar kelas.
Stella tersenyum manis kepada semua muridnya, hari ini tak ada lagi yang akan dikerjakannya setelah mengajar di sekolah. Seharusnya Stella sudah bisa pulang, tapi ia lebih memilih untuk tetap di sekolah. Mengerjakan beberapa laporan yang sebenarnya tidak perlu, namun itu lebih baik dari pada di rumah yang membuat hatinya mengharu biru.
Stella baru saja akan membuka laptopnya, namun tiba-tiba saja kepalanya berdenyut pusing. Pandangannya berkunang-kunang hingga ia hampir saja terjatuh kalau tidak berpegangan pada meja.
"Agrh ... kenapa sakit sekali," gumam Stella meraba-raba meja untuk berpegangan mencari tempat duduknya.
Saat sudah mendapatkannya, Stella langsung memejamkan matanya erat dan menarik napasnya panjang-panjang, berharap bisa mengurai rasa sakit yang begitu menyiksa di kepalanya. Namun rasa sakit itu kian menjadi hingga Stella merasakan cairan kental keluar dari hidungnya.
"Darah ..." batin Kirana kaget melihat darah yang keluar. Ia segera mengambil tisu dan membersihkan darah itu, berusaha menenangkan dirinya agar mengurangi rasa sakit di kepalanya.
Stella baru ingat kalau akhir-akhir ini tidak pernah meminum obatnya. Apalagi Stella yang selalu mendapatkan tekanan batin dan kekerasaan dari Xander membuat penyakitnya kembali kambuh.
"Sepertinya aku harus ke Dokter," gumam Stella saat dirinya sudah mulai tenang, ia langsung pergi menemui Dokter pribadinya.
Tanpa sepengetahuan siapapun, Stella memiliki penyakit yang baru diketahuinya saat ia duduk di bangku SMA. Penyakit Kanker darah yang membuat Stella sering kekurangan sel darah merah. Penyakit kanker darah sendiri, sejauh ini belum menemukan obat yang ampuh dan hanya bisa di obati dengan melakukan cuci darah rutin setiap bulan. Stella juga sengaja merahasiakan penyakitnya ini dulu dari keluarganya karena tak ingin membuat mereka khawatir.
Beberapa saat lalu, penyakit Stella ini mulai berkurang karena Stella rutin melakukan cuci darah dan mengkonsumi obat. Tapi karena apa yang terjadi akhir-akhir ini, membuat Stella melupakan segalanya.
"Sus, saya mau bertemu dengan Dokter Mazaya, beliau ada 'kan?" ucap Stella pada Resepsionis rumah sakit.
"Apakah sudah membuat janji?"
"Sudah, katakan saja Stella ingin bertemu," kata Stella sebelumnya memang sudah melakukan membuat janji bertemu dengan Dokter pribadinya.
"Baik Nona, Anda bisa langsung masuk ke ruangan Dokter Mazaya," ucap Resepsionis setelah mengkonfirmasi kedatangan Stella.
Stella mengangguk singkat seraya mengucapkan terima kasih. Ia sudah sering bertemu dengan Dokter Mazaya, jadi mereka berdua sudah cukup dekat. Malah bisa di bilang mereka teman akrab karena umur mereka yang tidak terpaut jauh.
"Stella, sudah lama sekali. Kamu apa kabar?" sapa Dokter Mazaya memberikan pelukan hangat kepada Stella.
"Baik Kak, Kakak sendiri bagaimana?" ucap Stella membalas pelukan itu.
"Baik, baik. Ada apa nih? Tumbenan kesini, nggak ada masalah 'kan?" tanya Dokter Mazaya menatap Stella.
"Enggak Kak, aku cuma mau minta resep obat yang waktu itu, udah habis soalnya," kata Stella tak ingin menjelaskan, karena ia yakin kalau Dokter Mazaya pasti akan memaksanya untuk melakukan pengobatan di luar negeri jika tau keadaannya sebenarnya.
"Kenapa? Kambuh lagi? Stella, mau sampai kapan kamu akan menyembunyikan ini semua? Penyakit kamu ini sudah cukup parah, kamu harus melakukan pengobatan khusus agar bisa sembuh," ucap Dokter Mazaya sangat hafal sikap Stella yang tak ingin berobat itu. Padahal penyakit itu masih bisa di sembuhkan kalau masih belum terlalu parah.
"Kak, mungkin Kakak sudah mendengar apa yang terjadi pada kehidupanku. Apa menurut Kakak, aku harus bertahan? Semua orang sudah tidak menginginkan aku, Kak" ucap Stella mengusap wajahnya, tak sanggup lagi jika harus menahan beban hidup ini sendirian.
Dokter Mazaya terdiam, ia hanya bisa menepuk-nepuk pelan lengan Stella, mungkin tak bisa membantu mengurangi penderitaan Stella. Tapi Dokter Mazaya ingin Stella tau, kalau masih ada dia yang bersamanya.
"Kamu tidak boleh patah semangat, masih banyak orang yang menyayangimu Stella. Mereka pasti tidak ingin melihatmu seperti ini," ucap Dokter Mazaya.
"Tapi banyak yang membenciku Kak, bahkan suamiku sendiri,"ucap Stella menangis lirih.
"Suami?" Dokter Mazaya mengerutkan dahinya.
Stella mengangguk dan menatap Dokter Mazaya sendu. "Xander ..."
Stella menceritakan semua yang terjadi pada Dokter Mazaya. Hanya kepada wanita inilah ia bisa mencurahkan segala keluh kesahnya. Namun ia tak menceritakan apa yang dilakukan Xander secara terperinci, ia hanya bercerita kalau Xander tak pernah mau memakan masakannya dan masih begitu membencinya.
Dokter Mazaya begitu terkejut mendengar penuturan Stella. Ia sama sekali tak menyangka kalau Stella mengalami kehidupan yang lebih buruk dari yang ia kira.
"Astaga Stella, kenapa kau membiarkan ini semua terjadi? Kau bisa bercerai dengannya," ucap Dokter Mazaya miris mendengar cerita Stella.
"Aku sudah menerima semuanya takdirku Kak, tapi aku hanya ingin Xander mencintaiku, itu saja" ucap Stella lirih, dalam lubuk hatinya yang terdalam memang hal itulah yang dia inginkan.
"Apa kau mencintai Xander?" tanya Dokter Mazaya menatap Stella tajam. Ia merupakan seorang Dokter yang cukup mengerti untuk menganalisa sikap seseorang. Sepanjang cerita yang dilontarkan oleh Stella, Dokter Mazaya bisa menangkap nada tulus dari setiap ucapan Stella jika menyebut nama Xander
"Apa aku salah Kak, jika mencintai dia? Dulu, aku mungkin merelakan dia untuk Joana. Tapi sekarang, dia adalah suamiku, Kak" ucap Stella lirih.
"Kau tidak salah. Aku tau kau ingin memperjuangkan cintamu Stella. Tapi, bagaimana kau memperjuangkannya, jika kau tetap bertahan dengan penyakitmu? Bukankah hal itu sama saja seperti perjuangan yang sia-sia Stella? Kau bersusah payah mendapatkan cinta Xander, tapi ujung-ujungnya kau akan kalah oleh penyakitmu" ucap Dokter Mazaya menohok langsung hati Stella, ia bukan bersikap kejam, ia hanya ingin Stella memiliki semangat untuk sembuh.
Happy Reading.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Fajar Ayu Kurniawati
.
2023-10-31
2
tris tanto
trll naif stella
2023-10-25
1
Afternoon Honey
Kirana ❓
2023-10-03
1