Dua bulan berlalu dengan cepat, rumah tangga Xander dan Stella masih terus berjalan, namun juga tak ada kemajuan apapun dalam hubungan mereka. Xander masih bersikap kasar kepada Stella dan juga masih menganggap Stella sebagai wanita yang menjadi sumber masalah dalam hidupnya.
Setiap hari Xander sering menghabiskan waktunya dengan bekerja untuk melupakan sejenak rasa sakit hatinya. Malam itu Xander bekerja sampai cukup larut, ia meninggalkan kantor yang mulai sepi karena para karyawan sudah pulang semuanya. Namun saat ia sampai di lobby, ia berhenti sejenak saat melihat orang yang sangat ia kenal.
"Bibi? Untuk apa Bibi kesini?" tanya Xander heran melihat Bibi Tania ada disana.
"Bibi sengaja ingin bertemu denganmu, apakah kau ada waktu?" ucap Bibi Tania dengan wajah seriusnya.
Xander mengerutkan dahinya, heran tentunya karena ia sudah jam 10 malam, tapi Bibi Tania malah menemuinya di kantor. Melihat dari wajahnya, Xander merasa kalau ada sesuatu yang penting yang akan disampaikan.
Akhirnya Xander mengajak Bibi Tania untuk berbicara di Restoran terdekat.
"Apa yang ingin Bibi katakan?" tanya Xander to the point.
"Apa kau masih mencintai Joana?" ucap Bibi Tania.
"Apakah aku perlu mengatakannya, Bi?" ucap Xander tersenyum kecut, mana mungkin semudah itu ia melupakan Joana.
"Jika kau memang mencintainya, kenapa kau menikahi Stella? Apa kau lupa kalau wanita itu yang sudah menghancurkan kalian berdua?" tukas Bibi Tania terlihat geram.
"Aku menikahinya hanya untuk balas dendam, aku tidak pernah mencintai Stella," kata Xander seadanya.
"Apa kau yakin tidak akan mencintainya Xander?"tanya Bibi Tania menatap Xander serius.
"Ya," sahut Xander cuek, tak pernah sedikitpun dalam hatinya akan mencintai Stella.
"Baiklah, aku akan memegang kata-katamu Xander. Aku kesini juga ingin memberitahumu suatu hal, aku tidak bermaksud ingin menjelekkan atau bagaimana, tapi kau harus melihat ini," ucap Bibi Tania tersenyum sedikit, ia lalu mengambil ponselnya, memutar sebuah video dan menunjukkannya pada Xander.
"Apa ini Bi?" tanya Xander menekuk wajahnya.
"Lihat saja," ucap Bibi Tania.
Xander menatap Bibi Tania sesaat, ia lalu melihat video yang diputar. Di video itu terlihat seorang wanita yang akan menyeberangi jalan, mata Xander membesar saat menyadari kalau orang itu adalah Mamanya.
"Mama?" ucap Xander.
Lalu di video itu ada sebuah mobil yang melaju kencang dan menabrak Mamanya yang ingin menyeberang.
"Ini video waktu Mama kecelakaan dulu kan?" kata Xander ingat kejadian ini terjadi sekitar 8 bulan yang lalu.
"Ya benar, itu Mamamu, dan apa kau ingin tahu siapa orang yang sudah menabraknya?" ucap Bibi Tania.
"Siapa?" tanya Xander tak sabar, sejauh ini ia tak bisa menemukan orang yang sudah menabrak Mamanya karena saat itu CCTV di lokasi sudah lenyap. Xander tentu tak akan bisa memaafkan orang itu karena sudah melukai Mamanya.
"Stella …"
*****
BRAKKK!!!!
Xander membuka pintu Apartemennya dengan sangat kasar, langkahnya tegap dan wajah penuh emosi terlihat sangat menakutkan.
Stella yang memang sudah menunggu kepulangan Xander sedikit terkejut mendengar suara itu. Ia buru-buru bangkit untuk melihat apa yang terjadi, namun ternyata Xander sudah lebih dulu sampai di ruang tengah.
"Xander, kau sudah pulang? Ada apa?" tanya Stella dengan suara lembutnya.
"Hentikan sandiwaramu itu!" teriak Xander menarik tangan Stella dengan kasar dan mencengkram nya dengan sangat kuat.
"Akh! Apalagi salahku Xander?" ucap Stella meringis kesakitan, tak mengerti kenapa Xander bisa semarah ini padanya.
"Kau masih bertanya apa salahmu? Apa kau lupa kau sudah menghancurkan hidupku dan membuat aku berpisah dengan wanita yang aku cintai?" bentak Xander tak bisa lagi berbicara pelan, suaranya menggelegar di malam sepi itu.
"Aku tidak salah, aku juga tidak pernah tahu akan seperti ini," kata Stella menahan rasa sakit di tangannya.
"Omong kosong! Kau wanita licik yang rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginanmu! Oh, bukan hanya itu saja, kau juga wanita yang sudah mencelakai Mamaku!" ucap Xander kali ini emosinya semakin tak terkendali, ia segera mendorong Stella hingga wanita itu jatuh ke lantai.
"Mencelakai? Apa maksudmu?" tanya Stella tak mengerti dengan ucapan Xander.
Xander tersenyum sinis, ia berjongkok dan mencengkram dagu Stella. "Kau masih berpura-pura lupa? 8 bulan yang lalu kau sudah menabrak ibuku dan meninggalkannya begitu saja," kata Xander menahan giginya yang gemeltuk karena amarah.
Mata Stella membulat sempurna, 8 bulan yang lalu? Dia ingat kejadian itu, tapi saat itu dia bukan yang menyetir mobilnya, melainkan Joana.
"Xander aku …"
"Diam! Aku tidak mau mendengar apapun dari mulut kotormu! Sekarang ayo ikut aku," bentak Xander menarik tangan Stella hingga wanita itu berdiri.
Xander menyeret Stella untuk keluar dari unit Apartemennya.
"Malam ini kau tidak boleh tidur di rumah, kau harus tetap disini," kata Xander menghempaskan tangan Stella.
"Aku tidak mau Xander," tolak Stella takut jika harus tidur di luar Apartemen itu, apalagi ini malam hari, bisa saja ada yang akan bertindak jahat padanya.
"Kau takut sekarang? Jangan coba-coba masuk kedalam rumah sebelum aku mengizinkanmu masuk, kalau kau berani melangkahkan kakimu sedikit saja tanpa sepengetahuanku? Aku akan melakukan yang lebih dari ini!" ucap Xander datar tanpa perasaan, pun sorot mata dingin yang menikam jantung Stella.
"Xander, jangan tinggalkan aku, aku takut," ucap Stella benar-benar sangat takut, ia ingin masuk kedalam rumah tapi Xander malah kembali mendorongnya.
"Ingat perkataanku, jika kau melawanku, aku bisa melakukan yang lebih dari ini," ucap Xander sengaja bersikap kejam agar wanita di depannya ini sadar kalau tak akan ada tempat sedikitpun di hatinya. Apalagi Stella juga sudah menyebabkan orang tuanya terluka dulu.
Stella menggigit bibirnya, ia menatap pintu Apartemen dengan perasaan tercabik. Apalagi ini? Kenapa Tuhan memberinya cobaan seberat ini? Siapa yang sudah mengatakan kepada Xander kalau dia yang sudah menabrak Mamanya, semua itu sama sekali tidak benar. Stella tak bisa melakukan apapun, menjelaskan kepada Xander pun tak akan ada gunanya karena hati pria itu sudah tertutup oleh amarah dan dendam.
Malam itu Xander benar-benar membiarkan Stella tidur di luar, tak peduli wanita itu kedinginan atau bagaimana. Bagi Xander hukuman itu sangat pantas Stella dapatkan.
*****
Hari berganti dengan cepat, tak ada hal yang menjadi hal baru dalam hidup Stella. Kehidupannya masih sama seperti sebelum-sebelumnya yang penuh derita dan tangisan. Namun, pagi ini Stella tak ingin membuang air matanya hanya untuk menangisi suaminya.
Hari ini adalah hari ulang tahun Ibu Panti Asuhan. Stella ingin memberikan kejutan kepada wanita yang dulu sudah merawatnya dengan penuh kasih itu. Sebelum berangkat kesana, Stella menyempatkan memasak untuk suaminya meskipun pria itu tidak mau memakannya.
"Apa Xander belum bangun jam segini?" batin Stella melirik jam yang menunjukkan pukul 8 pagi, tapi belum ada tanda-tanda suaminya itu bangun.
Daripada menerka-nerka, akhirnya Stella memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Xander. Ia mulai khawatir karena Xander itu tak pernah bangun sesiang ini.
"Xander..." ucap Stella seraya mengetuk pintu, namun tak ada jawaban.
Hingga beberapa kali mengetuk, Stella tak mendapatkan jawaban apapun. Ia semakin cemas dan langsung saja membuka pintu kamar pria itu lalu masuk kedalam. Ini pertama kalinya Stella masuk kedalam kamar suaminya setelah mereka menikah, karena memang kamar mereka terpisah.
Xander hanya akan datang ke kamarnya jika menginginkan Stella, jika sudah selesai pria itu akan kembali ke kamarnya.
"Xander..." panggil Stella lagi, ia melihat suaminya itu masih bergelung dalam selimut tebalnya.
"Xander..." Panggilnya lagi tak ada respon apapun.
Stella mencoba menyentuh bahu suaminya bermaksud membangunkan pria itu, namun dia malah dibuat kaget saat merasakan tubuh suaminya yang panas. Untuk memastikan sekali lagi, Stella menyentuh dahi Xander yang benar-benar panas.
"Xander, kamu sakit?" ucap Stella cemas saat merasakan suhu badan Xander yang sangat panas itu.
"Badan kamu panas banget, aku kompres dulu" ucap Stella buru-buru ingin pergi tapi tiba-tiba saja Xander malah menarik tangannya.
"Jangan pergi..." ucap Xander membuka sedikit matanya, suaranya terdengar sangat lemah.
"Aku hanya mengambil kompres, sebentar ya.." ucap Stella melepaskan tangan suaminya dengan lembut.
Stella bergerak cepat untuk mengambil es batu dan handuk kecil. Ia juga membuatkan bubur untuk Xander sarapan. Tak lupa, Stella membawakan obat penurun panas untuk Xander.
"Xander....Bangun dulu," ucap Stella mendudukkan tubuhnya di samping pria itu.
Xander hanya bergeming, hanya sesekali terdengar gerahamnya yang gemeletuk karena menggigil. Stella langsung tau tugasnya, ia langsung mengompres dahi Xander, berharap akan mengurangi hawa panas itu.
Stella lalu ingat dengan bubur yang dibuatnya, Xander harus makan biar bisa minum obat penurun panasnya.
"Xander, bangun..." ucap Stella lagi, kali ini mengguncang bahu Xander dengan keras hingga membuat pria itu bangun.
"Maaf aku membangunkan mu, kau harus makan agar bisa minum obat," kata Stella takut saat bertatapan langsung dengan Xander.
"Jangan sok perduli" kata Xander ketus, ia malah membuang kompresan yang diberikan Stella di dahinya.
"Kamu itu sakit, jadi harus makan Xander" kata Stella sekali lagi membujuk pria itu.
"Apa kau tidak tau perkataan manusia? Aku bilang jangan sok perduli" ucap Xander memutar tubuhnya hingga membelakangi Stella.
Stella menghela nafasnya, rasanya lelah sekali jika setiap hari harus berdebat dengan suaminya ini. Stella lalu meletakkan bubur itu di nakas, ia kembali mengambil handuk yang dibuang oleh Xander.
"Baiklah, jika kau tidak mau makan tidak apa-apa. Tapi tolong jangan membuang ini, kau itu sedang sakit, jadi harus aku kompres dulu" kata Stella kembali menempelkan handuk itu di dahi Xander.
"Kau!"
"Aku tau kau membenciku. Tapi kali ini saja tolong dengarkan aku. Kau harus aku kompres biar sembuh, nanti jika kau sembuh kau boleh memarahiku lagi" ucap Stella langsung menyela sebelum Xander menyelesaikan ucapannya.
Kini giliran Xander yang terdiam menatap Stella yang telaten mengompres dirinya. Entah kenapa hatinya selalu terusik jika melihat mata Stella. Tapi kembali lagi, saat hatinya ingin luluh, ia kembali ingat apa yang terjadi pada dirinya.
"Apa kau tidak lelah bertingkah sok baik di depanku? Apa kau pikir dengan wajah sok polosmu itu kau bisa menggodaku?" kata Xander tersenyum sinis.
"Aku tidak pernah berpikir seperti itu. Mungkin itu hanya ada dalam pikiranmu," kata Stella tak ingin meladeni perkataan pedas suaminya. Semua yang dilakukannya ini tulus dari dalam hatinya.
Xander tak menyahut, sudah terlalu muak dengan wajah sok polos Stella yang selalu ditunjukannya. Ia memilih memejamkan matanya daripada melihat wajah Stella.
Stella dengan telaten mengompres dahi Xander, ia bahkan rela duduk hampir dua jam untuk memastikan demam Xander benar-benar turun.
"Syukurlah, akhirnya turun juga demamnya" ucap Stella lega saat mengecek suhu badan Xander sudah turun.
Stella membersihkan semua alat-alatnya, ia sudah terlambat untuk datang ke Panti Asuhan, jadi ia harus secepatnya pergi kesana. Sebelum pergi, Stella menyempatkan dirinya untuk memandang wajah Xander yang tertidur damai seperti malaikat.
Ini adalah pertama kalinya Stella melihat wajah suaminya dari jarak dekat dan tanpa luapan emosi. Tanpa sadar tangan Stella terulur untuk menyentuh pipi Xander yang terasa sangat lembut. Xander itu tampan, sangat tampan, banyak wanita yang bermimpi akan menjadi istrinya dan memiliki hatinya, termasuk Stella.
Namun saat tau Xander adalah kekasih Kakaknya, Stella sudah mencoba merelakan pria ini untuk Kakaknya. Tapi sekarang, Xander adalah suaminya, jadi dia yang paling berhak padanya kan?
"Apa aku bisa menggantikan dia dihatimu?" batin Stella menatap lekat wajah Xander. Lalu secara impulsif, Stella mendekatkan dirinya dan mencium lembut dahi suaminya.
"Cepat sembuh..." Ucap Stella mengelus pipi Xander.
Xander kembali membuka matanya, namun ia masih terlihat mengantuk. "Terima kasih...." ucap Xander lirih seraya mengulas senyumnya yang membuat Stella kaget.
"Aku mencintaimu.... Joana..." ucap Xander lagi lalu kembali memejamkan matanya.
Stella mengigit bibirnya merasa hatinya sakit sekali saat Xander justru menyebut nama Kakaknya. Padahal dia yang ada disana menemaninya sejak tadi, namun kenapa harus menyebut nama wanita lain?
Stella segera keluar dari kamar Xander, ia tak ingin terus mengharu biru dengan keadaan ini. Saat ini hidupnya terus berjalan dan ia tak ingin terus berkubang dengan keadaan yang membuat hatinya kembali nyeri.
Happy Reading.
Tbc.
Jangan lupa like dan komen ya bestie...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Aditya Ivander
Penasaran yg jebak stella ma abang xander sapa y? /Doubt/
2023-11-17
2
Yan Ti
kakak thor tolong jangan dibikin bodoh n lemah stellanya harus tegas n berani biar kapok tu suaminya trs tinggal aj pergi biar nyesel
2023-10-12
2
Suwarti
mudah2han xsandar bisa berubah hatinya bisa mencintai stela
2023-10-12
1