Sejak Ann tinggal bersama keluarga Wilson dan mengubah namanya menjadi Jane, bisa dibilang banyak sekali kasih sayang serta kebahagiaan yang bisa di dapatkan olehnya.
Keinginannya yang kerap mengharapkan untuk bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga bisa didapatkan oleh Jane disini. Tidak heran kalau setelah kurang lebih seminggu menjadi bagian dari keluarga, Jane bisa kelihatan begitu nyaman. Kini Jane juga sudah akrab dengan Noah. Setiap ada kesempatan selalu saja gadis cilik itu mengajak sang kakak untuk bermain petak umpet.
Semuanya sudah tampak baik-baik saja. Mereka terlihat seperti sebuah keluarga yang utuh, sampai pada akhirnya Nyonya dan Tuan Wilson memutuskan untuk mengirim Jane pergi ke Inggris. Bukan tanpa sebab, mereka hanya ingin membuat Jane terlihat lebih anggun lagi. Beberapa hari kebelakang, Jane selalu bertingkah selayaknya anak kecil, tanpa mempedulikan attitude. Anggota dari keluarga Wilson tidak diperkenankan memiliki sikap seperti itu.
Rencananya mereka akan mengirim Jane pergi ke Inggris malam nanti, dengan menggunakan privat jet milik keluarga Wilson. Dikarenakan usia Jane masih begitu belia, Nyonya dan Tuan Wilson tentu tak membiarkannya pergi sendirian. Untuk mengurus segalanya, mereka meminta kepala pelayan rumah ini ikut menjadi seorang pendamping bagi Jane.
Sebelum nanti Jane dijodohkan dengan keluarga Perth, gadis itu harus didik terlebih dahulu agar lebih kelihatan anggun dan bisa disebut dengan gadis elegan. Keluarga Wilson tak bisa membiarkan Jane bertingkah seperti anak remaja biasanya. Tahu sendiri kalau sekarang Jane sudah menjadi salah satu keluarga Wilson. Menjaga sikap adalah hal utama yang wajib dimiliki.
"Kenapa aku harus pergi jauh, Mommy? Tidak bisakah aku tetap disini, bersama Mommy, Daddy dan Kak Noah?" Tanya Jane yang sebenarnya merasa keberatan kalau harus dikirim ke Inggris, disaat keadaan dirinya mulai merasakan kenyamanan.
"Tidak akan lama kok, sayang. Kamu di sana juga untuk bersekolah. Mommy sangat ingin membuat kamu menjadi seseorang yang hebat. Selain Noah, kamu juga andalan dari keluarga ini," kata Nyonya Wilson enggan mengubah keputusannya.
"Tapi, aku tidak terlalu suka pergi jauh," ujar Jane merengek, menolak.
"Sayang, mommy juga sebenarnya tak ingin mengirim mu pergi, tapi demi kebaikan ke depan, mommy harus membuat kamu pergi ke Inggris dan belajar di sana," Nyonya Wilson menjelaskan sekaligus memberikan bujukan kepada putrinya itu.
"Kamu juga tidak sendirian kok sayang. Kepala pelayan akan mendampingi kamu," tambah beliau.
"Hanya kepala pelayan. Tidak dengan Mommy, Daddy dan Kak Noah," ujar Jane memasang ekspresi wajah masam.
"Jane, sayang?" Panggil Nyonya Wilson yang kini telah menyamakan posisinya dengan gadis cilik itu.
"Dengerin mommy..." katanya sembari menyentuh lembut kedua buah bahu milik gadis cilik itu.
"Mommy, Daddy sama Kak Noah janji, pasti akan sering datang untuk menengok kamu. Kami mengirim kamu ke Inggris bukan dengan maksud ingin meninggalkan."
Nyonya Wilson berusaha sebisa mungkin untuk membujuk gadis cilik yang baru berusia 5 tahun itu. Bukan karena ingin memaksa, tapi memang pergi ke Inggris untuk bersekolah sudah menjadi suatu keharusan bagi keluarga Wilson.
Noah — putra sulung dari keluarga ini, pun juga pernah mengalami hal yang sama. Ketika usianya hampir sama dengan Jane, ia sudah harus dipaksa untuk pergi ke Inggris dan berpisah dari kedua orang tuanya.
Setelah cukup banyak memberikan ucapan bujuk rayu, Nyonya Wilson pun bergegas untuk mendandani putri cantiknya itu dengan menggunakan pakaian tebal yang begitu hangat. Menurut informasi, Negara Inggris sedang memasuki musim dingin jadi, pakaian mantel tebal sangat diperlukan untuk bertahan di kondisi cuacanya.
.
.
.
Setelah mendandani gadis itu sedemikian rupa, Nyonya Wilson yang merasa puas, mulai menggandeng tangan mungil milik Jane dan membawanya keluar dari kamar ini, bermaksud untuk menuju ke meja makan.
Pesawat pribadi mereka dijadwalkan akan terbang ke Inggris tepat pada pukul 7 malam, jadi sebelum keberangkatan itu, Nyonya Wilson akan membuat sang putri pergi dengan perut terisi penuh.
"Mommy suapin ya, sayang?" Kata Nyonya Wilson sudah mengambilkan nasi dan juga lauk serta sayuran ke atas piring. Jane yang sekarang berada pada kursi, tepat disebelah beliau hanya bisa menganggukkan kepala menurut.
.
.
.
Ini bukan menjadi sebuah kejutan yang mengagetkan. Pasalnya beginilah adab dari keluarga Wilson saat sedang berada di meja makan. Tidak seperti kebanyakan keluarga lain yang masih bisa berbincang tentang berbagai hal, suasana meja makan keluarga Wilson begitu amat hening. Tak terdengar adanya obrolan sama sekali, hanya suara alat makan yang kedengaran menyapa telinga.
Waktu Jane masih berada di panti asuhan, suasana meja makannya jauh lebih hangat daripada disini. Bukan bermaksud untuk membuat perbandingan, Jane hanya memberitahu sesuatu kejujuran saja. Bukankah anak kecil masih belum pandai dalam hal berbohong?
"Mommy?" Jane memanggil dan ini berhasil membuat seluruh orang yang ada di meja makan sekaligus para pelayan yang sedang menjamu, langsung melemparkan tatapan kepada gadis cilik itu.
"Jane sayang. Kalau lagi makan jangan bicara dulu ya! Nanti saja setelah selesai menghabiskan makanannya," ujar Nyonya Wilson memperingati dengan baik-baik.
"Kalau di panti, sambil makan pun masih diperbolehkan untuk saling berbincang dengan teman," tutur Jane seakan rindu akan kehidupan lamanya.
"Sudah banyak hal yang berubah dan kamu juga seharusnya bisa untuk mengikutinya. Banyak peraturan di rumah ini yang tak boleh disamakan dengan hal lain di luar sana," tutur Nyonya Wilson sambil menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulut dari gadis cilik itu.
Setelah diberitahu seperti itu, Jane pun memilih untuk menurut. Ia tak akan lagi berbicara pada saat sedang berada di meja makan. Mencoba membiasakan diri dengan segala peraturan yang dimiliki oleh keluarga Wilson.
"Setelah selesai makan, aku boleh berbicara lagi kan?" Tanya Jane hanya bermaksud ingin memastikan saja.
"Tentu. Tapi, kamu habiskan dulu makanannya."
Dengan cepat, Jane pun mengunyah setiap makanan yang mencoba masuk ke dalam mulutnya, sampai pada akhirnya gadis itu bisa menghabiskan apa yang ada di atas piringnya. Jane sudah selesai makan dan ini artinya ia diperbolehkan untuk berbicara.
"Mommy?" Jane mencoba memanggil Nyonya Wilson kembali.
"Iya, sayang?" Sahutnya dengan memasang sebuah senyuman yan terkesan terpaksa.
"Kalau aku gak mau pergi, gimana?" Tanya Jane dalam balutan tatapan mata penuh harap.
Belum sempat bagi Nyonya Wilson berucap, secara tidak terduga kepala pelayan kelihatan mulai memindahkan seluruh koper bawaan menuju ke mobil SUV yang memang sudah menunggu di luar mansion. Bukankah yang dilakukan oleh kepala pelayan merupakan sebuah jawaban atas keinginan Jane? Mau memohon ataupun meminta seperti apapun, Nyonya dan Tuan Wilson tetap akan mengirim Jane pergi ke Inggris. Keputusan yang sudah bulat akan sangat sulit untuk diubah.
"Kalau sudah selesai, mommy akan mengantarkan mu ke mobil. Dua jam lagi, kamu sudah harus berangkat," ucap Nyonya Wilson sambil mengusap lembut pipi chubby milik sang putri.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments