Sebenarnya keluarga Wilson memiliki alasan kuat tentang mengapa harus mengangkat seorang putri dari panti asuhan. Kalau mengira hanya untuk menambah anak ataupun keceriaan di dalam keluarga, tentu saja bukan itu jawabannya.
Keluarga Wilson mereka begitu terkenal dikalangan para pebisnis hanya karena perusahaan mereka Wilson Company, yang bergerak dalam bidang otomotif sudah berhasil mencapai pasar internasional.
Tuan Wilson sebagai kepala keluarga sekaligus pemilik dari perusahan Wilson Company, kerap menginginkan semua pencapaian sekarang tetap berada di atas angin. Mempertahankan apa yang ada jauh lebih sulit daripada harus membuat dari awal.
Hanya untuk membuat semuanya kerja kerasnya tetap berada pada tempat sama, tanpa perlu mengkhawatirkan tentang roda kehidupan yang katanya selalu berputar itu, Tuan Wilson membuat rencana untuk menjodohkan anak-anaknya dengan seorang pasangan dari keluarga yang tentu saja bisa digunakan sebagai pondasi tambahan untuk bisnisnya.
Ada dua keluarga dan perusahaan besar yang sudah ditargetkan olehnya dan salah satu diantaranya sudah menerima dengan senang hati tentang perjodohan yang dipergunakan untuk memperkuat pondasi dari masing-masing perusahaan.
Benar sekali, meskipun usia putra sulungnya baru menginjak 10 tahun, bisa dibilang terlalu dini untuk melangkah ke pernikahan. Seakan tak peduli, Tuan Wilson sudah berhasil membuat Noah bertunangan dengan seorang putri dari keluarga Stenly. Usia mereka masih muda, tapi sudah saling bertukar cincin. Tak hanya sampai pertunangan, Tuan Wilson juga merencanakan kalau putranya itu akan menikah ketika usia sudah mencapai 20 tahun.
Seakan belum memenuhi apa yang sudah ditargetkan. Tuan Wilson memilih untuk mengadopsi seorang putri. Kenapa harus putri? Karena keluarga Perth hanya memiliki seorang putra. Rencananya setelah umur Jane tepat menginjak usia 8 tahun, ia akan mengikuti jejak Noah untuk bertunangan.
Noah yang memang terlalu pandai untuk memahami segala situasi di dalam keluarga ini pun hanya bisa menatap kasihan kepada gadis cilik yang katanya bernama Jane itu. Kalau ia mencari kebahagiaan, keluarga Wilson bukan jawabannya. Tak ada kebahagiaan apapun disini, Noah saja selalu berencana untuk melarikan diri.
"Kenapa kamu mau?" Tanya Noah yang tentu saja tidak bisa dimengerti oleh gadis cilik yang sekarang sudah bernama Jane itu.
Jane yang masih sibuk dengan permainannya pun menoleh sembari memberikan tatapan bingung yang terkesan polos.
"Lupakan saja," Noah menarik kembali pertanyaannya.
"Kak, gak mau main bareng aku?" Ajak Jane yang mulai bosan karena selalu dibiarkan main sendirian.
Bukan tanpa maksud, hanya saja usia Noah sekarang sudah tak mengharuskan dirinya untuk bermain seperti apa yang sedang dilakukan oleh adiknya, Jane.
"Aku sudah terlalu besar untuk memainkan semua itu," tolak Noah dan langsung berhasil membuat Jane memasang wajah cemberut.
Pasalnya saat berada di panti asuhan, Jane selalu memiliki banyak teman bermain. Saat diajak juga, mereka malah menyambutnya dengan baik. Kali pertama ditolak, mampu membuat Jane sedikit agak sedih.
"Kenapa wajahmu seperti itu?" Tanya Noah yang ternyata juga memperhatikan ekspresi wajah dari gadis cilik pemilik nama Jane.
"Kalau bermain yang lain, kakak mau gak," Jane yang tak menerima penolakan pun terus mencoba memberikan ajakan. Siapa tahu Noah memang sedang tidak ingin bermain mobil-mobilan.
"Sudah aku bilang kalau—" belum sempat menyelesaikannya, Jane sudah memotong terlebih dahulu.
"Petak umpet? Nanti kita saling bergantian, antara penjaga dan yang sembunyi," kata Jane dengan tatapan mata cerah, penuh harapan.
Daripada terus didesak oleh ajakan, mau tidak mau Noah pun menerima. Ya meskipun, tahu kalau diusianya sekarang sudah tak seharusnya bermain seperti anak kecil. Apalagi kepala pelayan selalu memberitahu Noah agar bertingkah seperti layaknya orang dewasa.
Jane merasa senang karena ajakannya untuk bermain petak umpet berhasil. Tanpa sungkan, gadis cilik itu meraih jemari tangan dari Noah, lalu membawa keluar dari kamar, meninggalkan semua mainan yang masih berantakan di atas lantai.
Pada saat mereka berdua baru mau menuruni anak tangga dari mansion ini, secara tidak terduga kepala pelayan yang sudah kurang lebih dua puluh tahun bekerja disini, menghadang jalan mereka berdua.
"Nona dan Tuan Muda, ingin pergi kemana?" Tanya Kepala Pelayan dengan ekspresi wajah datar.
"Mau main petak umpet," jawab Jane terlalu jujur.
Kepala pelayan yang mendengar itu pun melemparkan senyuman tipis, lalu segera memberikan larangan tegas. Bukan tanpa sebab, beliau hanya mengikuti perintah yang diberikan oleh atasannya.
"Tuan muda tahu kan kalau sekarang bukan waktu yang tepat untuk bermain?" Tanya Kepala Pelayan itu yang sanggup membuat Noah melepaskan genggaman tangan yang sedari tadi dibuat oleh Jane.
Jane yang memang belum terbiasa dan tahu menahu soal peraturan di keluarga ini pun mulai melemparkan pertanyaan, layaknya seorang anak kecil yang polos.
"Apa kami tidak boleh bermain?"
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, berhasil membuat kepala pelayan memberikan jawaban singkat yang kemungkinan bisa dimengerti oleh gadis cilik itu.
"Kalian boleh bermain, tapi tidak sekarang. Tuan Noah harus belajar," ujar kepala pelayan itu.
Belum memiliki kesempatan bagi Jane untuk kembali menyahut, Nyonya Wilson yang saat ini telah kelihatan berganti pakaian pun mulai ikut bergabung dalam pembicaraan antara tiga orang itu. Bukan tanpa maksud hanya saja Nyonya Wilson yang harus menjaga Jane menggantikan sang putra. Seperti apa yang sudah dijadwalkan, hampir setiap hari di jam yang sama, Noah harus bertemu dengan seorang guru bimbingan belajar.
"Noah, kamu lebih baik menyiapkan materi untuk bimbingan belajar. Untuk Jane, biar mommy yang menjaganya," suruh Nyonya Wilson dan tak berani dibantah oleh Noah.
Sebenarnya Jane begitu ingin bermain petak umpet dengan kakak laki-laki nya itu, tapi Nyonya Wilson membuat Noah kembali ke kamar. Sedikit kecewa, tapi mau bagaimana lagi? Jane juga tidak bisa memaksa.
Awalnya memang ingin sekali bermain bersama Noah, tapi sekarang Jane sedang berada di taman belakang dari mansion mewah ini dengan Nyonya Wilson. Lagi dan lagi, gadis cilik itu hanya bisa bermain ayunan.
"Mommy? Mau main petak umpet tidak?" Tanya Jane memberanikan diri untuk bertanya kepada Nyonya Wilson yang kelihatan tengah sibuk memainkan ponsel pribadi miliknya.
"Sudah malam? Masih mau bermain petak umpet?" Tanya Nyonya Wilson ternyata masih dengan senang hati menanggapi Jane.
"Gak boleh ya, Mommy?"
"Boleh. Tapi, gak sekarang ya, sayang. Besok pagi aja. Takutnya kalau main petak umpet sekarang, gak kelihatan jadi sedikit sulit untuk menemukan," kata Nyonya Wilson memberikan pengertian kepada anak angkatnya itu.
Tak perlu bersusah-susah lagi, hanya dengan perkataan seperti itu, Jane sudah bisa paham. Tanpa memberikan protes apapun, Jane pun bergegas melangkahkan kaki pergi meninggalkan taman belakang dari mansion ini. Jane sudah merasa bosan dan enggan untuk bermain lagi.
"Mau kemana sayang?" Tanya Nyonya Wilson.
"Aku lapar, mommy. Apa sekarang sudah waktunya untuk makan malam?"
Mendengar pertanyaan seperti itu keluar dari mulut Jane, sanggup membuat Nyonya Wilson tersenyum. Ternyata begitu ya rasanya memiliki seorang anak perempuan yang baru berusia 5 tahun. Tingkah kekanak-kanakan yang masih penasaran akan banyak hal membuat Nyonya Wilson harus banyak bersabar.
Karena putri kecilnya itu kini sudah masuk ke mansion, tidak ada alasan lagi bagi Nyonya Wilson untuk tetap berada di taman belakang rumah. Beliau pun juga ikut mengekor persis di belakang Jane.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments