Gudang belakang ruko yang terdapat di lantai satu, menjadi tempat Liora tinggal. Pemilik ruko biasanya tinggal di lantai dua, namun hanya untuk sekedar datang seminggu sekali membawa stok barang.
Arga terdiam memakan roti pemberian Liora yang kini tengah melayani pembeli. Pemuda yang tersenyum menghela napas kasar.
"Ini, total dua juta tiga ratus dua puluh ribu. Khusus diskon untuk ibu jadi dua juta tiga ratus ribu," ucap Liora membuat nota untuk seorang suplaiyer pakaian.
"Terimakasih, sampaikan salam ibu kalau Bu Arni (pemilik ruko) datang," Sang wanita paruh baya meraih barang-barang yang dibelinya untuk dijual lagi.
"Liora, omong-ngomong mau ibu jodohkan dengan anak ibu tidak? Masih ikut sekolah menjadi polisi. Kalau mau ibu kenalkan nanti mumpung dia libur," lanjut sang wanita paruh baya.
Arga terdiam mendengarkan, menghela napas kasar. Calon polisi? Mungkin dengan cepat Liora akan mengangguk.
"Aku sudah punya calon suami. Kami akan segera menikah, iya kan kak?" Liora mengenyitkan keningnya, menatap ke arah Arga.
Pemuda yang tidak menjawab hanya tersenyum simpul saja. Sedangkan sang wanita paruh baya menatap aneh pada Liora.
Secinta apapun, jika luka parah sampai seperti ini sebagian besar wanita akan meninggalkan pacarnya. Tapi ini, malah dengan bangga memperkenalkan calon suaminya.
Rabun? Pelet? Jampi-jampi? Itulah yang ada di fikiran sang wanita paruh baya, menatap iba pada Liora yang tersenyum mengambilkan minuman untuk seseorang yang dikatakan sebagai pacar olehnya.
Liora kembali berjalan mencatat stok barang yang berkurang. Sang wanita mendekat kemudian berbisik agar tidak didengarkan oleh Arga."Liora sebaiknya kamu berobat. Coba datang ke orang pintar. Ini alamatnya ibu jamin seberapa kuat pun makhluk halusnya akan kalah," ucapnya memberikan kartu nama pada Liora. Kembali melihat ke arah Arga, kemudian berjalan pergi dengan cepat.
Arga terdiam sejenak."Boleh aku bantu?" tanyanya.
Liora mengangguk, membuang kartu nama sang dukun ke tempat sampah. Apa yang membuatnya menyukai Arga? Rasa nyaman dan aman yang diberikannya. Berawal dari hutang budi, kemudian iba, semakin mendekat hingga ada perasaan aneh yang timbul.
Wajah pemuda itu diliriknya sambil menghitung jumlah barang sedangkan Arga yang mencatat. Sesuatu akan terlihat indah jika dilihat dari sisi yang berbeda. Mungkin itulah yang terasa kini.
Wanita pingitan ayahnya yang tidak pernah dekat dengan pria. Kini mati-matian mengejar seorang pemuda buruk rupa karena janji dan prinsipnya. Perlahan mencintai sang pemuda, sebuah cinta yang begitu polos.
Mengapa? Cinta yang begitu polos? Terkadang kala, ada sebuah cinta yang memandang rupa fisik dan materi. Mengabaikan rasa nyaman di hatinya. Rela bersama asalkan tampan dan kaya, berusaha bertahan walaupun disakiti. Namun cinta yang polos tidak akan seperti itu, hanya meminta dan menginginkan kebahagiaan bukan rupa fisik dan materi.
Karena dia sudah merasa nyaman dengan segalanya. Mungkin bagaikan satu-satunya pria muda yang dekat dengannya ini adalah bagian dari hidupnya.
Liora tertunduk dan tersenyum sudah dapat menerima pemberian dari-Nya.
"Kenapa tersenyum?" Arga mengenyitkan keningnya.
"Kamu lebih tampan dari Lee Minho, Roger Danuarta, atau Tom Cruise sekalipun," gombalan darinya, mengedipkan sebelah matanya.
"Diam! Bebek!" Arga mengalihkan pandangannya. Ingin rasanya tersenyum dan tertawa berguling-guling.
"Kamu manis," Liora mencium pipi pria yang kini telah menjadi kekasihnya. Kemudian kembali menghitung stok barang, sesekali tersenyum menyentuh bibirnya sendiri.
Dua orang yang masih malu-malu. Sang pemuda meraba pipinya, bekas ciuman itu seakan masih terasa."Ayo kita lanjutkan menghitungnya!"
*
Srak!
Suara rolling door yang diturunkan terdengar. Sebelum pukul tiga sore semua hasil penjualan telah disetorkan Liora ke bank. Sedangkan yang masih disimpan dalam mesin kasir hanya hasil penjualan dari pukul 3 sore hingga 7 malam.
"Ayo kita makan," Liora tersenyum membawa dua bungkus nasi. Lauknya? Hanya tahu dan sayuran.
"Kamu tidak suka?" tanya Liora pada Arga yang masih terdiam.
"Dimana sendoknya?" Arga bertanya balik.
"Cuci tanganmu, kemudian makan menggunakan tangan seperti yang aku lakukan," jawab Liora menyuapi Arga.
Pemuda yang tersenyum mengunyah makanannya. Enak? Sejatinya tidak, namun perasaannya terasa lebih baik.
"Suapi aku lagi," pinta Arga, belum juga mencuci tangannya.
"Dasar," Liora tertawa kecil, menyuapi Arga. Entah apa yang akan terjadi jika pemuda ini tidak ada. Mungkin dirinya akan dipaksa melayani banyak pria di atas ranjang.
Benar-benar berusaha dengan baik untuk mencintai Arga. Semua sudah dilakukannya, sebuah janji yang ditepati.
"Aku tidak akan kualat," batinnya menghela napas berkali-kali mengingat betapa mengerikan makna kata itu.
Hingga hari semakin larut, Liora menggunakan uang pemberian Intan, sebagai gaji pertamanya kala mengurus Arga, untuk membeli pakaian pria dengan harga murah.
Wanita yang seperti biasa mengurusnya dengan penuh senyuman, menyisir rambutnya perlahan.
"Sudah tampan," ucapnya.
Wanita yang berdiri di hadapan Arga kini sedikit membungkuk. Perlahan memejamkan matanya. Diikuti mata sang pemuda yang juga terpejam, hanya ciuman singkat pada awalnya. Hingga kala dua bibir itu kembali bersentuhan, mulut mereka sedikit terbuka, entah siapa yang memulai.
Hanya mengikuti perasaan kala rasa kasih itu menjalar. Gerakan mulut yang pelan, dan lidah yang bermain dengan ragu.
"Aku mencintaimu..."
"Aku mencintaimu..."
Ucap mereka bersamaan pada akhirnya, saling tertawa kecil. Pengalaman pertama dalam ciuman yang sesungguhnya. Pasangan kekasih? Itulah status mereka.
*
Kualat? Apa benar dapat terjadi? Terkadang Tuhan menguji kesabaran umat-Nya dengan berbagai cara. Memberikan berbagai pilihan jalan, untuknya. Namun tergantung jalan mana yang ingin dilaluinya.
Seperti malam ini. Lisa memang melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Walaupun sejatinya itu hanya alasan untuk menghindari Arga.
Ibu dan ayah yang membatasi pergaulannya kala dirinya tinggal di dalam negeri. Karena pada awalnya Lisa memang dipersiapkan untuk menikah dengan Arga, tidak pernah mengenal pria lain atau pergaulan bebas.
Sedangkan kini Lisa tinggal seorang diri dalam sebuah apartemen mewah. Memiliki banyak teman yang memuji kecantikannya.
Kini dirinya terbebas dari segalanya.
"Aku mencintaimu, kamu begitu cantik..." seorang pemuda mengecup punggung tangannya.
"Aku," Lisa terdiam sejenak.
"Mau jadi pacarku? Aku tulus padamu," bisiknya, penuh rayuan. Pemuda rupawan yang menjadi idola kampus. Atau lebih tepatnya idola ketika siang panas kala malam.
Lisa terdiam sejenak, darahnya terasa berdesir kala pemuda itu mengecup pipinya."Aku benar-benar mencintaimu, aku bisa mati tanpamu..." bisiknya lagi.
Lisa mengangguk."Aku juga, aku mau jadi pacarmu," ucapnya.
"Kita masuk ke apartemenmu ya? Aku hanya ingin berkunjung. Lagipula kita sudah jadi kekasih." Sang pemuda tersenyum, mengecup kening sang wanita penuh rasa sayang.
Hingga akhirnya Lisa mengangguk mengijinkan. Pintu apartemen dibukanya, Bersamaan dengan sang pemuda yang masuk tanpa canggung sedikitpun.
Tangan Lisa ditariknya pintu apartemen ditutupnya."Boleh aku menciummu? Hanya berciuman, setiap pasangan biasa melakukannya?" tanyanya menyambar bibir Lisa tanpa menunggu persetujuan.
Lisa memejamkan matanya, Arga bahkan tidak memperlakukannya seperti ini. Tubuhnya merasa hangat perlahan, merasa benar-benar aneh.
"Lisa, aku mencintaimu. Aku rela mati untukmu," sebuah ucapan bagaikan omong kosong. Kala melepaskan kancing kemeja sang wanita.
"Jangan," ucap Lisa pada sang pemuda rupawan.
"Kita tidak akan melakukannya, aku tidak akan menghamilimu. Kamu percaya padaku kan?" tanya sang pemuda meyakinkan. Perlahan Lisa mengangguk, membiarkan tubuh bagian atasnya dipermainkan. Mencengkeram tubuh sang pemuda, merasa perasaan yang aneh yang menjalar di tubuhnya. Itulah napsu.
Rayuan demi rayuan sedikit demi sedikit memuja tubuhnya. Wanita yang mengangguk, mengagumi rupa sang pemuda, bentuk tubuh tegap berotot.
"Hanya membuka pakaianmu saja, aku ingin melihat tubuhmu,"
"Ayolah, aku mohon aku mencintaimu,"
"Hanya ada kamu di mataku. Boleh aku memilikimu seutuhnya? Aku benar-benar takut kehilanganmu,"
Itulah kata-kata yang diucapkannya, kala menggoda tubuh gadis yang baru dua bulan ini dikenalnya. Pemuda yang diam-diam tersenyum kala dapat meraih segalanya. Wanita yang mencakar punggungnya, memekik memberikan mahkotanya.
"Sakit..." keluhnya.
"Inilah cinta, kamu mencintaiku kan?" tanya sang pemuda menenangkan.
Benar-benar sebuah kebodohan pada awalnya. Hingga akan menjadi sebuah candu kala terlanjur merasakan segalanya. Ketagihan dengan sensasinya. Ingin merasakan hal yang berbeda.
Arga tidak pernah mencintai seperti ini. Hanya memberikan jaket padanya kala kedinginan. Tersenyum mengambilkan minuman kala meninjau proyek bersama. Inilah cinta, cinta pemuda yang kini telah memilikinya mungkin lebih besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
ummah intan
sebentar lg Lisa akan merasakan kualat itu
2024-09-10
0
ummah intan
kata kualat jd kata keramat utk liora
2024-09-10
0
ummah intan
hehehe..ratu gombal
2024-09-10
0