Winata menatap tajam, mengepalkan tangannya putrinya adalah calon bidan di kampung ini. Mana boleh terkena pergaulan orang kota.
"Tidak," itulah jawabannya dengan nada datar.
Kairan memijit pelipisnya sendiri. Padahal itu solusi gila yang terbaik yang dapat difikirkannya. Sang ayah tidak materialistis, putrinya mungkin memiliki serupa.
Yang terpenting wanita yang bersedia menerima kekurangan putranya dan dari keluarga baik-baik, tidak tipe ideal yang muluk-muluk, itulah yang ada dibenaknya. Ditambah lagi dengan desas-desus tentang putri kepala desa yang rupawan. Menjadi kebanggaan desa dengan meraih nilai tertinggi di ujian akhir SMU, tingkat provinsi dua tahun lalu.
Intinya cantik, pintar, berkepribadian halus, itulah yang menjadi desas-desus. Namun orang yang pernah melihat kecantikannya akan mengantri melamar. Pada kenyataannya memang demikian, beberapa kali saat pergi ke rumah kepala desa kolot ini memang ada saja yang tengah mencoba peruntungan melamar putri sang kades.
Semuanya ditolak dengan alasan, anaknya adalah calon bidan. Sebenarnya Kairan sendiri belum pernah bertemu putri dari Winata.
Namun, anak pingitan yang baru mengenal pria mungkin akan lebih mudah didekati putranya. Itulah yang namanya memukul dua lalat sekaligus.
"Aku akan menyekolahkan putrimu hingga menjadi bidan. Putraku orang yang humoris dan baik jadi..." kata-kata Kairan disela.
"Tidak," hanya itulah jawaban dari mulut Winata.
"Kenapa tidak?! Kamu dapat menjamin villa dan tempat wisata yang dibantu dikelola oleh putrimu akan berjalan sesuai jalurnya. Tidak akan ada kebudayaan barat atau club'malam!" teriaknya frustasi, ini bukan usaha utamanya. Walaupun hanya usaha sampingan, namun nilai investasi yang diperhitungkannya akan tumbuh dengan cepat. Ditambah lagi masalah jodoh putranya akan tuntas.
"Karena dia putriku," Winata menghela napas kasar, menatap ke arah kerbau yang sedang membajak sawah.
"Dia kolot sepertimu?" tanya Kairan.
"Bukan kolot, hanya memegang prinsip. Dia menginginkan seorang pemuda untuk menjadi suaminya. Sekarang sedang mengejarnya mati-matian. Dari sifatnya putriku tidak akan pulang, kecuali pemuda itu sudah akan melamarnya. Mau bakpao?" tawaran dari Winata, menyodorkan bakpao isi kacang merah.
Kairan menghela napas kasar meraihnya, pada akhirnya memakan bakpao bersama Winata sambil menikmati suasana pedesaan. Inilah hubungan antara CEO modern, dengan kepala desa. Mereka pada akhirnya hanya dapat menghela napas kasar.
"Ada yang isi daging?" tanya Kairan.
"Aku vegetarian," jawaban Winata.
Raut wajah Kairan terlihat kecewa bukan karena tidak mendapatkan bakpao isi daging, tapi karena ide cemerlangnya gagal total.
"Kamu bisa memaksanya menikah dengan putraku. Jika berhasil cucu kita akan kaya 7 turunan!" gumam Kairan mengingat teman-temannya yang mayoritas sesama pebisnis. Pernikahan paksa karena perjodohan mungkin sudah biasa.
"Dia anakku, dengan tegas dia akan mengatakan, tidak. Kemudian memaksa pria yang disukainya untuk menghamilinya agar dapat menikah. Tidak peduli badai menghadang, hujan menerpa, gunung meletus dia akan tetap pada prinsipnya." Jawaban dengan wajah tanpa ekspresi dari Winata.
"Dia bukannya tipikal wanita yang lembut ya?" tanya Kairan penasaran. Bagaimana wanita yang terkenal sempurna dapat melakukan berbagai hal picik.
Winata menggeleng."Dia memang berkepribadian lembut. Tapi sekali menemukan tujuannya dirinya tidak akan berhenti. Saat ingin mendapatkan nilai terbaik di ujian nasional dia bahkan buang air besar sambil membawa buku. Menuntaskan hajatnya sambil membaca."
"Tidak mungkin ada..." kata-kata Kairan disela.
"Tidak mungkin? Sekarang dia sedang mengendap-endap mencari celah untuk dapat menikah. Itulah putriku, cari wanita yang lain saja..." Winata terdiam menatap ke arah hamparan padi di lahan seberang. Karena inilah dirinya ingin Liora menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu. Putrinya tidak akan dapat tenang jika belum mencapai tujuannya.
*
"Kenapa kamu tidur satu ranjang denganku?" tanya Arga mengenyitkan keningnya.
"Aku takut gelap..." Wanita yang tidak menyia-nyiakan kesempatan memeluk tubuh Arga.
"Setiap malam selalu gelap!" Arga mendorong kepala Liora.
Hujan deras mengguyur malam ini, Intan menginap di luar kota. Mengurus salah satu usahanya, jadi inilah kesempatannya untuk lebih dekat dengan Arga.
"Arga, bisa ceritakan bagaimana kamu bisa seperti ini?" tanya Liora.
Arga mengangguk, menatap ke arah langit-langit ruangan."Aku melihatnya ada disana. Jadi aku kembali..."
"Siapa?" tanya Liora.
"Lisa, dia ingin meninjau proyek bersamaku. Ini juga salahku karena terlalu banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaan daripada untuknya," jelas Arga tersenyum, lebih tepatnya berpura-pura tersenyum.
"Lalu apa yang terjadi?" Liora mulai duduk di tempat tidur semakin penasaran.
"Dia masih ada di dalam saat itu. Aku menyiram diriku dengan seember air. Kemudian menerobos masuk, bagaikan tokoh utama pahlawan di film-film," ucapnya tersenyum.
"Lalu kenapa Lisa tidak terluka dan kamu terluka seperti ini?" Liora meraih segelas air mulai meminumnya ingin menghilangkan rasa kantuknya.
"Aku menemukannya di area belakang pabrik. Menarik tangannya, mencari jalan keluar. Tapi dia tidak mempercayaiku, memaksa untuk bergerak ke arah lain dari arahku masuk. Pada akhirnya kami benar-benar terjebak karenanya. Kaca jendela aku pecahkan agar dia bisa keluar terlebih dahulu. Tapi sialnya aku yang ingin keluar terkena ledakan terakhir," jelas Arga tersenyum tulus.
"Kamu mencintainya hingga rela mengorbankan nyawamu untuknya?" Liora semakin antusias, menunggu jawaban sang pemuda. Jika mengatakan mencintainya, maka dirinya hanya perlu menyatukan Lisa dan Arga. Tapi jika tidak harimau putih harus berusaha memakan sayur bayam.
Arga menggeleng."Apa pemadam kebakaran mencintai setiap orang? Tidak kan? Ibuku mengatakan dia yang akan menjadi istriku, karena itu aku harus menjaga dan melindunginya. Tentang cinta, aku tidak pernah jatuh cinta," ucapnya.
"Iya, juga, tapi aku hanya mencintaimu seorang," Liora kembali menempel pada lengan Arga.
Entah kenapa pemuda itu menyukainya. Menyukai hal yang dilakukan Liora. Terdiam menahan senyumnya. Namun satu yang disadarinya, kala menatap jemari tangan dengan luka yang belum benar-benar kering.
Segalanya masih diingat olehnya, kala dirinya terbangun di rumah sakit. Lisa menangis memohon untuk membatalkan perjodohan. Tidak akan ada cinta yang tulus untuknya. Setidaknya itulah yang ada di benaknya saat ini.
"Minggir!" Arga melepaskan dirinya dari pelukan Liora.
"Tidak akan! Kak Arga, jangan takut untuk memulai hal yang baru. Aku masih perawan, gadis incaran di desa tempatku tinggal." Wanita yang tidak henti-hentinya promosi.
"Incaran? Masih perawan?" Arga mengenyitkan keningnya mengingat tempat pertamanya bertemu Liora.
"Sumpah! Aku tidak mengetahui bentuk jelas dari jagung bakar berbalut saus mayones! Hanya tahu dari buku. Jika kak Arga tidak percaya, nikahi aku dan periksa sendiri!" tegasnya tidak main-main dengan keputusannya. Seekor bebek yang mengeluarkan suara nyaring.
"Benar ingin aku mencobanya?" tanya Arga menahan tawanya.
"Ti... tidak sekarang! Aku belum siap! Nanti kalau sudah menikah!" Jawab Liora gelagapan.
"Tapi aku tidak ingin menikah denganmu. Bahkan seumur hidupku tidak ingin menikah. Berbaringlah!" perintahnya.
Gadis itu mulai berbaring disamping Arga, tersenyum saling menatap dengan sang pemuda yang sama-sama berbaring saling berhadapan.
"Setidaknya hatimu baik, karena itu aku akan belajar mencintaimu," batin Liora, menatap wajah sang pemuda yang rusak.
"Aku tidak boleh mencintaimu..." Sesuatu yang ada di fikiran Arga menatap ke arah wajah rupawan di hadapannya. Wajah yang bahkan melebihi kecantikan Lisa dimatanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
ummah intan
keinginan yg bertolak belakang..tp sama² saling menginginkan
2024-09-10
0
Lovesekebon
Hmm ☺️☺️
2023-02-20
1
who am I
waduh yang cewek mau kutub magnet saling menarik, yang cowok maunya kutub magnet saling menolak 😁
2022-12-02
3