Pagi ini Intan terbangun lebih awal, wanita yang menghela napas kasar mengingat wajah putranya yang berpura-pura tersenyum dengan bibir bergetar. Dirinya menyadari segalanya, perasaan yang mulai tumbuh di hati Arga. Putranya yang tidak pernah mengenal hal lain selain pekerjaan.
Mungkin sedikit memberi kesempatan pada Liora akan lebih baik. Lagipula tidak ada yang pernah diminta wanita itu pada putranya. Kembali menghela napas kasar, membuka tabnya sambil meminum secangkir teh hangat yang disuguhkan pelayan.
Beberapa rekap pembelian produk yang dikirimkan pengelola toko dicermatinya. Hingga matahari sudah mulai terbit, pintu kamar Liora yang berada di dekat kamar Arga diamatinya.
Biasanya bebek itu sudah berkicau pagi-pagi sambil berjalan ke kamar putranya. Namun, tidak ada yang terjadi, suasana menjadi cukup hening.
Sekitar dua puluh menit menunggu belum juga ada yang terjadi. Suara cempreng itu tidak terdengar sama sekali. Wanita yang mengenyitkan keningnya, meletakkan tabnya.
Tidak biasanya bebek itu menjadi pemalas. Mungkin itulah yang ada dibenaknya.
"Apa ini mogok kerja karena Arga menerima perjodohan? Aku tidak salah, lagi pula aku akan memberikan mereka ijin. Tapi mungkin setelah check up, si bebek punya penyakit menular atau tidak..." gumam ibu bebek yang mengata-ngatai si bebek muda.
Sama cerewetnya, sama-sama perasa dan baik hati. Kita sebut saja persatuan bebek berbaris.
Sepuluh menit berikutnya Liora belum juga terlihat sama sekali. Intan mulai meletakkan cangkir tehnya yang telah tandas, mengenyitkan keningnya."Belum menjadi menantu sudah melakukan pemberontakan," cibirnya, benar-benar merasa ada yang kurang. Bagaikan partnernya untuk berkelahi menghilang.
Bebek yang bagaikan kehilangan salah satu anggota rombongannya.
*
Sedangkan Arga telah terbangun dari satu jam yang lalu, mungkin terlalu canggung bagi Liora untuk bertemu dengannya. Pemuda yang terus menatap ke arah pintu kamarnya. Menunggu pintu itu dibuka seseorang.
Tapi tidak ada yang terjadi. Pemuda yang kembali menatap ke arah cermin. Wajah buruk rupanya terlihat. Perlahan bangkit, hingga dirinya terdiam sesaat. Bahu sebagai tempatnya untuk berpegangan hari ini tidak ada tanpa sebab.
Tongkat diraihnya, air matanya mengalir namun wajah itu tetap tersenyum. Mencintai? Pemuda yang baru mengetahui betapa menyenangkannya jatuh cinta, kala dirinya merasa tidak mampu dan tidak pantas untuk mencintai.
Perlahan kembali meraih tongkat berjalan menuju kamar mandi. Kali ini obat untuk meringankan bekas luka tidak dipakainya. Kesulitan memakainya pada bagian tertentu.
Tidak ada pujian dan godaan dari mulut wanita dengan suara cemprengnya. Arga hanya terdiam, raut wajah yang benar-benar terlihat kesepian.
Beberapa menit berlalu, dirinya menyisir rambutnya sendiri. Pintu itu kembali diliriknya, apa Liora terlalu canggung untuk bertemu dengannya? Mungkin iya, inilah keputusannya.
Menyakitinya agar dia bahagia. Setelah ini mungkin Liora akan kembali ke tempatnya berasal.
"Aku tidak bisa menyukainya," gumamnya menatap jemari tangannya sendiri. Perlahan berjalan keluar menutup pintu kamar. Dengan hati yang terasa kosong.
Intan terlihat duduk sesekali melirik ke arah tangga lantai dua. Bebek itu benar-benar mogok kerja, putranya tersayang turun seorang diri perlahan dari tangga.
Menghela napas berkali-kali. Dirinya harus lebih banyak lagi mendidik Liora. Jika nanti saat membawa wanita itu ke rumah sakit hasil tesnya tidak menderita penyakit apapun. Asalkan putranya senang dan tidak akan menyusahkan itu sudah cukup untuknya.
"Liora tidak datang ke kamarmu?" tanya Intan pada putranya yang baru saja duduk.
"Mungkin sebentar lagi dia akan datang turun untuk sarapan. Jika dia turun nanti, katakan aku..." Kalimat Arga terhenti. Apa yang dapat diharapkannya? Dari awal tidak ada. Pemuda yang kembali makan beberapa suap, kemudian terdiam, melirik ke arah kursi kosong di sampingnya."Aku kenyang, ada beberapa pekerjaan yang dikirimkan sekretarisku," ucapnya tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya.
"Apa kalian bertengkar?" tanya Intan tiba-tiba.
Arga tersenyum, lebih tepatnya menunjukkan senyuman palsunya kemudian menggeleng."Kami tidak bertengkar,"
Intan terdiam menatap punggung putranya yang perlahan pergi ke lantai atas, ini benar-benar masalah serius. Putranya tidak mengatakan apapun tapi dapat dilihat dari raut wajahnya ada hal begitu sulit.
"Bebek itu..." geram Intan, kali ini mungkin akan benar-benar memberikan Liora kesempatan. Tapi harus didik terlebih dahulu agar tidak terlalu cepat marah pada putranya.
*
Hari sudah benar-benar siang. Arga lebih memilih makan di lantai dua, sembari membaca dokumen yang dikirimkan sekretarisnya sebelum disetujui nantinya. Sedangkan Intan masih duduk di sekitar lantai satu, mengamati pergerakan pintu di lantai dua.
Namun, pintu itu tidak bergeming sedikitpun. Tidak mungkin Liora masih tidur kan? Apa yang sebenarnya terjadi?
Satu, dua, tiga bahkan pada jam keempat pintu itu masih tertutup rapat."Apa dia mogok makan?" batin Intan, berjalan menuju kamar putranya.
Hingga pintu mulai dibukanya. Terlihat laptop yang masih menyala dengan Arga yang berbaring seorang diri di sofa. Terdiam menatap ke arah langit-langit kamar, air mata yang mengalir tidak dapat dihentikannya. Ini benar-benar menyakitkan.
Intan menghela napas kasar, memasuki kamar.
"Ibu?!" Arga menghapus air matanya segera bangkit duduk di sofa.
"Kamu menangis?" tanya Intan.
"Aku tidak..." kata-kata Arga disela.
"Apa kamu menyukai Liora?" Intan mulai duduk di samping putranya. Menghela napas berkali-kali.
Arga tidak menjawab hanya tertunduk. Pemuda yang kembali terdiam sejenak dengan wajah murungnya."Aku sudah bilang, aku menerima perjodohan dengan..."
"Ibu sudah membatalkannya. Karena wajahmu seperti orang sembelit saat mengatakan setuju," Intan tersenyum simpul.
"Aku..." ucapan Arga kembali disela. Benar-benar ibu yang cerewet bagaikan bebek.
"Dia bersedia menerima kekuranganmu yang sekarang itulah yang terpenting. Jika kamu menyukainya dan dapat membuatmu bahagia, ibu akan mengijinkanmu bersamanya," Intan perlahan berjalan bangkit menatap layar laptop putranya. Wajah putranya dan Liora yang menjadi wallpaper.
"Masih berkata tidak menyukainya?" tanya Intan menunjukkan laptop milik Arga yang masih menyala.
"Dia tidak akan bahagia denganku jadi..." Lagi-lagi kalimat Arga disela.
"Arga, kamu tidak bisa terlalu memilih, sekali kamu sukai, katakan kamu suka. Perjuangkan dia, apa kamu mau melihat dia menikah dengan pria br*ngsek? Yakinkan dirimu kamu bisa membahagiakannya. Ibu tidak mengajarimu untuk menyakiti diri sendiri," ucap Intan pada putranya.
Arga tersenyum kemudian mengangguk."Bagaimana aku membujuknya? Aku..." ucapnya bingung.
"Temui dia terlebih dahulu, berikan hadiah atau semacamnya." jawab Intan.
"Ibu benar-benar mengijinkan?" Arga menyakinkan apa yang didengarnya.
Intan mengangguk, tidak dapat berkata apapun. Putra tunggalnya yang tidak pernah memiliki kekasih. Hanya terpaku pada kata-katanya saja belasan tahun ini. Mengatakan pada putranya, Lisa adalah calon istrinya. Arga yang kemudian tidak pernah dekat dengan wanita lain. Kini bagaikan merasakan cinta untuk pertama kalinya.
Pemuda yang melangkah, dibantu tongkatnya. Hendak bertemu dengan wanita yang membuatnya tidak tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
ummah intan
kok aq yg mewek?
2024-09-10
0
ummah intan
mama mertua jg sayang ma bebek tp gensinya tinggi ga mau mengakui
2024-09-10
0
Lovesekebon
Sedikit terlambat mungkin 🤔🙄☺️
2023-02-20
1