Kebutuhan

Hujan masih menerpa, dua orang yang duduk di emperan toko memakan semangkok bakso hangat. Mungkin ini akan menjadi masa-masa yang mereka rindukan suatu hari nanti.

Bakso berukuran cukup besar diletakkannya pada mangkok Arga, dipindahkan dari mangkoknya sendiri."Maaf, kamu tidak terbiasa kan? Memakan makanan dengan banyak bumbu penyedap. Kalau tidak terbiasa pisahkan kuahnya. Makan lontong dan dagingnya saja,"

"A... aku..." ucap Arga ragu. Menghela napas kasar kemudian tersenyum."Terimakasih, aku akan beradaptasi,"

Pemuda yang mulai memakan makanannya. Matanya sedikit melirik ke arah mangkok yang tidak dicuci dengan begitu bersih. Dengan ragu berusaha memakannya sesuap demi sesuap.

Seseorang yang terbiasa hidup di lingkungan kalangan atas. Bersekolah di sekolah bertaraf internasional. Memakan jajanan pinggir jalan, ini adalah pengalaman pertamanya.

"Jangan lihat cara mencuci mangkuknya, kunyah saja. Maaf..." Liora tertunduk, menatap ke arah sang pemuda.

Arga menggeleng, mengusap rambut kekasihnya."Tidak apa-apa aku akan terbiasa,"

Sesuatu yang terasa tidak menyenangkan, namun hujan mengguyur dengan lebat. Arga menusuk satu butir bakso, menyuapi Liora dengan paksa."Bebek biasanya rakus. Harus banyak makan!"

"Dasar..." ucap Liora dengan mulut penuh, mengunyah bakso yang ada di mulutnya.

Mata mereka saling bertemu, ingin menatap lebih lama. Namun, harus kembali mengalihkan pandangannya, konsentrasi dengan makanannya.

Perasaan berdebar yang aneh. Jemari tangan perlahan saling menyentuh. Tersenyum tertawa malu. Kalau begini bagaimana caranya konsentrasi makan?

Sedangkan sang pedagang bakso menatap ke arah derasnya air hujan."Dasar anak muda," cibirnya dengan suara kecil, menunggu dua orang yang makan begitu lama.

Malam semakin menjelang. Ini benar-benar aneh, ingin rasanya mereka tidak sampai dengan cepat. Tangan Arga masih berada di bahu Liora. Tidak membawa tongkatnya, berlindung di bawah payung.

Terbiasa pergi membawa mobil, dengan pelayan atau bawahan di kantor akan memayunginya ketika turun dari mobil. Bibirnya tidak dapat berhenti tersenyum, tubuh yang lebih pendek darinya terasa lebih hangat.

"Aku..."

"Aku..."

Ucap mereka bersamaan, bingung salah tingkah harus bagaimana. Hingga keduanya terdiam, hanya menikmati saat-saat ini saja. Pada akhirnya langkah mereka terhenti di pintu belakang ruko, memasuki tempat itu melalui gudang belakang. Tubuh yang sama-sama kedinginan, walaupun pakaian mereka tidak begitu basah.

Arga menatap ke arah Liora yang tengah meletakkan payung. Sedangkan dirinya mulai menghela napas kasar, ada cermin besar yang sedikit retak disana. Jemarinya terangkat meraba wajahnya sendiri.

Tampil rupawan di hadapan wanita lain di masa remajanya. Namun, tidak dapat tampil rupawan di hadapan wanita yang dicintainya. Wajah wanita yang menunduk, mempersiapkan tempat tidur mereka. Wajah yang begitu cantik, mungkin wanita tercantik yang pernah ditemuinya.

Mengapa? Mungkin karena telah terikat. Hatinya merasa nyaman dengan Liora.

Pemuda yang menunduk tersenyum lirih, merasa tidak dapat membahagiakan kekasihnya.

"Kamu ingin?" tanya Liora tiba-tiba mendekatinya, tepatnya mendekatkan wajah mereka.

"Kamu tidak jijik denganku?" Arga bertanya balik.

Liora menggeleng, wajahnya tersenyum. Benar-benar sulit mengalihkan pandangan darinya."Tidak, aku malah ingin bertanya, kamu tidak akan menyesal memilihku dari pada keluargamu? Aku dari keluarga biasa, lulusan SMU,"

"Ibuku sudah setuju, tapi ayah tidak. Aku akan meyakinkannya. Jika tidak bisa maka..." Arga tertunduk.

"Maka kita akan terus berusaha meyakinkannya." Seorang wanita yang tidak dapat menerima penolakan. Asalkan dirinya tidak melanggar norma-norma. Mencintai Arga? Tentu saja. Mengapa? Belajar menerima pemberian-Nya, seorang wanita yang tidak pernah dekat dengan seorang pria selain sang ayah. Kini tinggal dan mengurus seorang pemuda. Perasaan yang mungkin tumbuh karena terbiasa dan mulai saling memahami.

Wanita yang mengalungkan tangannya di leher kekasihnya, memejamkan mata, sedikit berjinjit menikmati tautan mereka. Sebelum akhirnya merebahkan diri, tertidur dalam senyuman. Hanya sebagai kekasih yang telah berjanji untuk menikah.

Sedangkan di luar sana, Kairan menghela napas kasar. Benar-benar terlihat gelisah saat ini. Apa yang sedang dilakukan putranya? Dapat dibayangkan olehnya. Arga disiksa di tempat tidur oleh Liora.

Wanita yang mungkin berkata."Menjeritlah! puaskan aku!" Benar-benar imajinasi tingkat tinggi dari Kairan.

Menghela napas kembali. Tidak! Putranya tidak boleh disiksa oleh sang wanita penghibur, sebagai pemuas napsu. Pria yang berjalan dengan cepat membuka paksa pintu belakang yang terkunci.

Hingga sang wanita yang menyadari segalanya, terbangun. Kembali menyelimuti Arga yang tertidur nyenyak.

"Aku ingin bicara lagi denganmu," tegas Kairan menghela napas lega, menatap putranya ada dalam keadaan baik-baik saja.

*

Masih di ruangan yang sama, hanya saja Liora kini telah menyajikan minuman hangat pada Kairan.

"Kamu benar-benar menyukai Arga?" tanyanya.

Liora tersenyum kemudian mengangguk."Aku mencintainya,"

"Apa kamu punya penyakit menular?" tanya Kairan tiba-tiba, pertanyaan yang mungkin juga ada di benak Intan.

Gadis yang berusaha tersenyum."Kalian boleh memeriksakan ku di rumah sakit. Aku tidak menderita penyakit menular,"

"Ada syarat-syarat yang harus kamu setujui jika ingin menjadi menantuku. Yang paling utama, tidak boleh berselingkuh dan memanfaatkan putramu. Berapapun Arga memberimu uang semuanya akan dibatasi," ucap Kairan.

Liora mengangguk menyetujui, setidaknya dirinya mendapatkan restu. Tidak mendapatkan restu, bisa jadi kualat nantinya.

"Besok aku akan memberikan kontrak yang harus kamu tandatangani." Kairan terdiam sejenak, setidaknya dengan adanya kontrak tertulis putranya tidak akan ditinggalkan nantinya.

Namun dalam hatinya berkata."Sial!" itulah satu kata tertahan. Mengapa? Arga bersama dengan Liora, maka rencananya untuk mendapatkan menantu dari keluarga baik-baik gagal. Rencana yang sejatinya dipersiapkan untuk menghadapi Winata.

"Tunggu sebentar aku ingin menghubungi ayahku di kampung." ucap Liora berjalan meraih telepon yang ada disana.

Kairan mengenyitkan keningnya, wanita materialistis yang akan mengabarkan pada keluarganya di kampung jika dirinya akan menikah dengan keluarga konglomerat.

Bisa dibayangkan olehnya mungkin keluarga Liora akan bahagia. Hingga melompat berguling-guling tidak peduli dengan fisik Arga yang terpenting adalah uangnya.

"Halo, ayah ini Liora..." ucap Liora pada orang yang mengangkat teleponnya.

"Liora? Bagaimana kabar kamu di kota? Cepat pulang ya? Kita kumpulkan uang dulu untuk..." Kata-kata Winata disela oleh putrinya.

"Ayah aku mau menikah, orang yang aku sukai ingin melamarku. Keluarganya sudah setuju," ucapnya pada seseorang di seberang sana.

"Bagaimana sifatnya dan keadaan fisiknya," dua kriteria yang sejatinya paling penting bagi Winata.

"Sifatnya baik, tapi fisik ..." Liora terdiam sejenak.

"Fisiknya kenapa?" tanya Winata.

"Dia terkena luka bakar, sedikit kesulitan berjalan. Tapi dia bertanggung jawab dan memiliki pekerjaan tetap. Aku..." Kali ini kata-kata Liora yang disela.

"Putuskan hubungan kalian! Ayah tidak peduli dia anak mentri sekalipun! Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik!" tegas Winata, mengingat bertumpuknya jumlah orang yang ingin melamar putrinya. Mengapa putrinya memilih pria yang tidak sempurna?

Egois hanya untuk Liora, putri tunggalnya.

Sedangkan Kairan yang mendengar semuanya mengenyitkan keningnya. Benar-benar menyebalkan, putranya direndahkan? Sedangkan wanita di hadapannya ini hanya seorang wanita penghibur?

"Aku sudah tahu, Winata setidaknya akan memiliki etika sebagai ayah mertua. Seharusnya aku menikahkan Arga dengan anak Winata saja..." batinnya, memandang wajah putranya yang masih tertidur lelap sembari tersenyum.

*

Sementara itu di tempat lain.

Lisa hari ini untuk pertama kalinya, menghadiri pesta yang diadakan beberapa teman-temannya. Bukan sebuah pesta besar, hanya perayaan ulang tahun dengan beberapa orang yang hadir. Sedangkan kekasihnya tidak ikut hadir di acara ini.

Matanya menatap ke arah balkon, cukup penat mendengarkan dentuman musik di dalam apartemen mewah milik sahabatnya.

Hingga seorang pemuda mendekatinya."Roberto," ucapnya, mengulurkan tangan berkenalan.

Lisa terdiam sejenak, kemudian membalas jabatan tangannya. Dua orang yang saling menatap kemudian tersenyum. Hingar bingar kehidupan dengan pergaulan ala barat.

Dirinya perlahan beradaptasi dengan cara yang salah.

"Mau mengobrol denganku? Apartemenku ada di sebelah," ucapnya.

Lisa terdiam sejenak, benar-benar rupawan dengan wajah yang tegas. Pemuda yang memegang tangannya tanpa canggung, melewati kerumunan yang tengah meminum minuman keras sembari menikmati musik.

"Lisa, Robert cepat panas kalau di ranjang," salah seorang wanita yang tengah mabuk tertawa sambil berucap.

Berhubungan badan bukan hal yang tabu dalam lingkup pergaulan barunya. Wanita yang perlahan terbiasa, bukan karena sebuah rayuan lagi. Namun hanya kebutuhan.

Terpopuler

Comments

ummah intan

ummah intan

astaga Lisa benar² kualat

2024-09-10

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

LO AZA GK TAU KLO LIORA JUSTRU ANAK WINATA, LO PIKIR SIAPA YG LIORA TLPON

2023-03-27

2

Lovesekebon

Lovesekebon

Hm 🤔🙄

2023-02-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!