Hari ini kepulangan Raka dari rumah sakit, Launa membantu mengemasi barang Raka untuk dibawa pulang.
Raka yang melihat sikap baik Launa yang tulus merawatnya selama di rumah sakit, ia tidak rela atas kepergian wanita baik itu. Apa yang harus Raka lakukan untuk membuat wanita baik ini tetap berada di dalam hidupnya.
"Ehem..." deheman Raka membuat Launa menghentikan aktivitasnya.
Launa menoleh ke arah Raka yang sedang duduk di atas kasur tidur dengan tangan yang telah dilepas oleh alat infus.
"Kenapa?" tanya Launa dengan polosnya menatap ke arah Raka.
"Bisakah kamu kesini sebentar? Aku ingin mengatakan sesuatu?" pinta Raka dan Launa langsung menghampiri Raka.
Sebelum Raka mengeluarkan keinginan pada Launa, ia menarik nafas dalam-dalam dulu. Jika sudah tenang, barulah dia mulai berbicara santai.
"Aku ingin mengucapkan ribuan terima kasih karena bersedia meluangkan waktu untuk merawatku di rumah sakit ini. Aku senang dengan keikhlasanmu merawatku hingga aku pulih seperti saat ini. Tanpa kamu, aku pusing memikirkan siapa yang menjagaku. Selama kamu disini, aku tidak sepenuhnya mengenalimu. Lalu, izinkan aku mengenalmu lebih jauh." jelas Raka panjang lebar pada Launa.
Launa tersenyum tulus ke arah Raka.
"Sama-sama Kak, boleh kak. Maafkan aku melupakan untuk memperkenalkan diri pada kakak." sahut Launa.
"Siapa nama panjangmu? Masih kuliah atau kerja? Alamat rumah kamu dimana? Apakah aku masih sendiri?" tanya Raka.
"Nama panjang aku Launa Melodi, aku masih kuliah dan aku tinggal di Komplek perumahan subsidi Zi. Aku belum memiliki pacar, kak." jawab Launa jujur dan tidak lupa memberikan senyuman menyenggir kuda.
Raka yang mendengar perkataan Launa sesuai dengan hasil laporan yang diberikan oleh Hans pada dirinya. Ia memberikan penilaian bahwa Launa berkata jujur.
"Oh." sahut Launa.
Launa menyerhitkan keningnya merasa heran pada jawaban pria tampan di hadapannya.
"Kakak, aku izin bertanya tentang kakak. Nama lengkap kakak Raka apa? Kakak bekerja dimana? Alamat rumah kakak dimana? Kenapa kakak mau melakukan bunuh diri berencana saat aku menyelamatkan kakak waktu itu?" tanya Launa dengan wajah polosnya.
Sedangkan Raka yang merasa kesal saat mendengar pertanyaan terakhir Launa yang lebih spesifik terhadap dunia percintaannya, ia langsung menatap tajam ke arah Launa.
"Bukan urusanmu tentang hidupku! Aku akan melakukan apapun yang aku sukai." jawab Raka dengan cetus.
"Hem... Kenapa kakak berbicara kasar seperti itu? Aku hanya bertanya saja, jika kakak merasa keberatan atas pertanyaanku, kakak boleh tidak menjawab pertanyaanku." sahut Launa dengan raut wajah sedihnya ke arah tatapan tajam Raka.
"Jika kehadiranku membuat kakak merasa terganggu, maafkan aku telah mencampuri urusan kehidupan kakak. Aku tidak berniat untuk mengurusi hidup orang lain tapi aku hanya penasaran dengan hidup kakak." lanjut Launa memilih melangkah pergi dari hadapan Raka.
Raka yang melihat Launa yang menjauhinya, ia langsung menarik tangan Launa hingga tubuh Launa terjatuh ke dalam pelukannya.
"Maaf," ucap Raka singkat. Diusapnya rambut Launa dengan lembut dan memeluk tubuhnya dengan erat.
Sementara Launa yang menerima pelukan dari seorang pria asing untuk pertama kalinya. Hatinya merasa tidak enak, berbagai pikiran negatif muncul di pikiran Launa yang terkenal wanita culun dan polos.
"Apakah kakak Raka ingin berniat jahat padaku? Apakah hidupku akan terancam atas pertanyaanku tadi?" tanya Launa dalam hati. Ia ingin melepaskan pelukan dari Raka tapi Raka langsung mempererat pelukannya.
"Biarkan aku memelukmu sejenak, aku butuh ketenangan." lirih Raka pelan tapi masih terdengar jelas di indera pendengaran Launa.
Launa yang merasa tidak ada tanda-tanda aneh, ia mengangguk mengiyakan permintaan Raka.
Disaat Raka memeluk tubuh mungil Launa, hatinya terasa tenang. Ia tidak mengerti dengan hatinya meminta wanita ini menjadi miliknya. Tapi, ia tidak mengenali wanita ini lebih dalam.
Raka yang memiliki ilmu sihir dalam dunia gaib bisa melihat masa depan sesuai ajaran diberikan oleh nenek sewaktu dirinya masih kecil. Ia ingin mencobanya untuk kedua kalinya. Setelah satu kali berhasil ia gunakan untuk memeriksa salah satu ilmu sihirnya untuk melihat masa depan. Raka sangat trauma saat melihat dirinya dan kedua orang tuanya dibunuh oleh seorang pria bertopeng. Ia mengira kejadian itu hanya tipu muslihatnya tapi persepsinya salah. Sebuah kenyataan yang menyayat hati ini menjadi nyata. Jika diingat kejadian kematian kedua orang tuanya, Raka tidak ingin menggunakan ilmu satu ini. Tapi, kali ini ia ingin mencobanya lagi.
Raka memejamkan kedua bola matanya dan ia membacakan mantra untuk mengeluarkan sukmanya agar bisa pergi ke masa depan. Baru saja sukmanya terpisah dari tubuhnya. Raka mendengar samar-samar suara perempuan yang sangat dikenalinya. Hal itu membuat sukma Raka kembali pada tubuhnya.
Raka langsung melepaskan pelukannya saat melihat Nenek Melati melangkah masuk ke dalam ruangannya.
"Nenek," ucap Raka dan ia melirik Launa agar menjauhinya.
"Raka, cucu kesayangan nenek. Apa sudah sembuh sayang? Maafkan nenek jarang menjenggukmu di rumah sakit. Nenek sibuk memegang perusahaanmu agar tidak mengalami kebangkrutan atas kecurangan orang tua Mita." Nenek Melati menatap sendu ke arah Raka.
"Apa? Orang tua Mita berani menghancurkan perusahaanku, nek? Masih punya nyali ternyata untuk berperang melawanku. Takkan ku biarkan Mereka menang dan bahagia atas penderitaan kita, nek. Aku harus menyingkirkan mereka." Raka mengepalkan tangannya merasa geram atas sikap licik keluarga Mita. Ia tak menghiraukan tangan yang telah dilepas selang infus mengeluarkan darah segar.
"Raka tenanglah, nenek mengerti atas kekesalanmu. Tolong, jangan menyakiti dirimu sendiri. Kamu baru pulih dari sakit dan nenek tidak ingin kamu terbaring lemah di atas kasur rumah sakit," ucap Nenek Melati dengan tatapan sendunya.
Raka menghela nafas kasar untuk menetralkan pikirannya yang tidak baik-baik saja. Ia tersenyum terpaksa pada Nenek Melati agar tidak menghawatirkan kondisinya.
"Iya nenek, aku berjanji tidak akan melakukan sesuatu yang merugikan diriku lagi, aku tidak ingin terlihat bodoh karena cinta. Aku ingin Keluarga kita tetap berjaya dan sejahtera." sahut Raka seraya menghapus darah segarnya menggunakan baju berwarna dongker yang dikenakannya.
Launa yang sedari tadi duduk diam di atas sofa dan ia menjadi penonton antara perbincangan Raka dan Nenek Melati. Ia langsung mengambil tisu dan memberikan pada Raka.
"Kak Raka, gunakan tisu saja untuk menghilangkan darahnya. Jadi, tidak ada kuman yang menempel pada luka bekas alat infus," ucap Launa menyerahkan tisu bersih pada Raka.
Raka yang menoleh ke arah Launa yang perhatian pada dirinya, ia langsung menerima tisu itu.
"Terima kasih." Raka langsung menghapus darah segar yang mengalir deras dari telapak tangannya.
"Aku panggilkan dokter saja, Kak. Untuk menghentikan darahnya." Launa langsung menyentuh tombol merah yang berada di dinding kasur pasien.
"Tidak usah repot-repot, ini hanya luka ringan saja." tolak Raka yang merasa tidak enak pada Launa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments