"Ayah, kenapa harus aku melakukannya? Jelaskan padaku agar aku tahu alasan ayah agar menyuruhku untuk mendekati pria tampan di foto itu?" tanya Mita saat berusia 14 tahun sambil mengarahkan jari telunjuknya menuju ke sebuah foto yang menampilkan keluarga kecil berisi kedua orang tua dan pria muda seumuran dirinya.
Leo mensejajarkan tubuhnya agar dapat berhadapan langsung dengan anak perempuannya.
"Mita, ayah yakin kamu bisa melakukannya untuk melancarkan usaha ayah tidak bangrut lagi." Leo menatap anak perempuannya yang meragukan keputusannya.
"Apa kamu mau hidup miskin dan dihina oleh teman-teman sekolahmu?" tanya Leo dan Mita langsung menggeleng cepat.
"Bagus, kalau begitu, kamu harus membantu ayah untuk melenyapkan pria yang berani mengusik kesuksesan ayah. Bila perlu, kamu siksa dia sepuas hati sebelum ajal menjemputnya." Perkataan itu akan selalu menjadi motivasi Mita agar tidak melupakan misinya. Mita yang saat ini berpenampilan culun dengan rambut panjangnya diikat kepang dan kacamata bulat dikenakannya sungguh menjadi sorotan perhatian teman-temannya yang memperlakukannya seenak jidatnya.
"Ternyata tidak sia-sia perjuanganku selama ini, menahan cacian, hinaan dari teman seangkatanku untuk membenciku. Tapi, rasa simpatimu membuat aku mudah untuk meneruskan rencanaku." Kata Mita dalam hati.
"Oh iya, untuk mengenai bangunan yang pernah kamu ceritakan padaku, yang dimana dulu pernah menjadi kuil tua itu. Aku iseng-iseng membaca semua artikel lengkap tentang sejarah masa penjajahan terdapat sebuah benda keramat yang dihuni oleh roh jahat. Semua bermula atas keserakahan manusia di masa penjajahan yang ingin menguasai harta dan kekayaan dunia. Benda keramat itu berbentuk kalung permata emas dan benda itu terlahir dari 7 kesalahan manusia," ucap Mita sedikit menjelaskan pada Raka.
"Lalu, kamu percaya dengan omong kosong yang belum jelas dengan kenyataannya?" ucap Raka yang telah memposisikan dirinya agar menghadap ke arah Mita.
"Sebenarnya, aku tidak begitu mempercayainya. Itu seperti kejadiaan mustahil dan tidak masuk akal. Tapi, aku mulai tertarik dengan tulisan di buku bersejarah yang dimana aku membaca adanya rasa keserakahan diri membuat seseorang saling bertengkar antar saudara dan saling membunuh satu sama lain. Bukan itu saja, orang yang memihak menjadi pemenang menyumbangkan saudara yang mati untuk dijadikan tumbal di kuil dan dibiarkan mayatnya membusuk di dalam kuil itu. Hadirnya pemerkosaan secara brutal, menyiksa orang-orang tak bersalah, menghukum orang tanpa kesalahan, hingga peledakan bom atom secara mendadak hingga semua penduduk hilang di kota X di masa itu. Dari orang-orang tak bersalah dibangkitkan sukmanya untuk dijadikan sebuah benda keramat dari iblis yang puas dengan syarat-syarat yang memenuhi keinginannya dan siapapun yang berani menemukan benda keramat itu maka iblis akan mengabulkan semua permintaannya." jelas Mita panjang lebar.
"Sehingga, muncullah Tabib yang membawa istri dan kedua anaknya untuk tinggal di kota X itu dan berhasil meleraikan pertikaian itu. Saat itulah perdamaian dimulai dan aku mulai tertarik untuk berkunjung di tempat itu." Mita tersenyum manis di depan Raka dan Raka langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Aku tidak setuju, untuk apa kita kesana? Anggap saja, jika berhasil menemukan benda itu. Lalu, apakah kamu akan bertapa selama lima hari lima malam agar iblis itu mau mengabulkan permintaanmu?" ucap Raka memastikan.
"Jika itu benar nyata, aku ingin memilikinya agar keinginanku selama ini tercapai. Bila perlu, aku ingin pindah ke alam gaib agar dapat bertemu kedua orang tuaku." lanjut Raka terlihat sendu dan ia benar-benar merindukan kedua orang tuanya.
"Itu memang nyata, aku pun ingin memilikinya untuk memenuhi obsesiku agar tetap hidup kaya dan bahagia." celetuk Mita.
"Kamu tahu itu seperti cerita dongeng yang dikutuk oleh penyihir jahat agar mendapatkan tumbal sebagai cara membebaskan penyihir untuk mengelabui orang-orang yang tak bersalah. Kamu harus berhati-hati, jangan mudah mempercayai hal-hal yang tak pasti karena kamu harus lebih hati-hati banyak pembenci yang berusaha menyakitimu." Raka menatap Mita yang sulit diartikan.
Mita menatap kedua bola mata malas ke arah Raka yang selalu memperingatinya dengan kata-kata yang sama.
"Sudahlah, aku tidak ingin membahas soal pembenci. Aku kesini ingin pergi berlibur dan menenangkan diriku agar tidak ada yang berani..." perkataan Mita semakin lama semakin kecil dan Raka merasakan dirinya benar-benar mengantuk. Akhirnya, Raka membiarkan dirinya tertidur nyenyak.
Mita tersenyum puas saat obat yang ia masukkan ke dalam botol minuman kopi telah beraksi. Ia tinggal melanjutkan rencana selanjutnya.
"Ketika cinta tulusku memudar itu saatnya kita sudah berubah menjadi musuh." Bisik Mita pelan di telinga Raka.
Sementara Raka yang berada di alam mimpinya, ia berada di sebuah ruangan terang. Disana, ia melihat ada kedua orang tuanya yang menyambut kedatangannya.
"Nak, kenapa kamu menyusul kami? Pergilah, disini bukan tempatmu. Kamu berhak melanjutkan hidupmu untuk melindungi Nenek Melati dan keluarga besar kita dari jeratan iblis milik Leo. Hanya kamu yang menjadi harapan kami untuk memutuskan permusuhan itu. Bangunlah, jangan biarkan tubuhmu menjadi tumbal dari benda keramat itu, ayah dan ibu tidak ingin sukma-mu melayang ke udara tanpa kamu hidup tenang." Ayah Kenzo berusaha mengusir Raka agar tidak melanjutkan langkah kakinya.
"Ayahmu benar, nak, kamu harus berjuang untuk masa depanmu yang cerah." Ibu Riski tersenyum tulus melihat Raka terlihat sedih melihat ayah dan ibunya menolak dirinya agar ikut bersama mereka.
"Tapi, ayah... Ibu. Aku ingin ikut bersama kalian. Aku lelah untuk menangkis ilmu jahat itu. Biarkan aku melepaskan rinduku untuk tetap bersama kalian sejenak." perkataan Raka dibalas gelengan ayah Kenzo.
"Tidak, ayah dan ibu tidak setuju. Pergilah dari sini dan ayah berpesan untuk selalu membaca ayat suci leluhur kita dalam menangkis ilmu hitam itu." pesan singkat itu terasa nyata.
Raka terbangun dari alam mimpinya. Hal pertama yang Raka lihat saat ia melihat sebuah pencahayaan remang-remang di sebuah bangunan asing dan terbengkalai. Raka mengamati di sekelilingnya yang benar-benar asing dan banyak patung. Apalagi, Raka mendengarkan samar-samar suara yang sangat familiar di pendengarannya.
"Aku berhasil membawanya di kuil, ayah. Lalu, apa yang akan kita lakukan?" ucap suara wanita yang bertanya pada seseorang.
"Kita akan melakukan acara ritual pemanggilan roh jahat, persiapkan sesajen makanannya agar kita mendapatkan keuntungan besar dari pria itu sebagai tumbal kita." sahut suara berat pria dan Raka dapat mengenali suara itu.
"Sudahkah kamu mempersiapkan kopi pahit, rujak roti pisang, sareh, gula merah, ayam merah, bunga melati, sisir, kaca, sirih untuk kemenyan roh jahat itu?" tanya Leo panjang lebar pada anak perempuannya agar memastikan semuanya berjalan dengan sempurna.
"Sudah ayah, aku letakkan semua sesajen itu di ruang tengah kuil." jawab Mita cepat.
"Apa? Aku sekarang berada di kuil dan aku terperangkat dalam jeratan Uncle Leo?" gumam Raka terkejut. Raka baru menyadari tempat yang ia tempati saat ini. Tempat yang akan menjadi saksi bahwa dirinya sebagai tumbal atas obsesi Uncle Leo yang ingin memiliki kekayaan banyak dan ingin menguasai dunia.
"Hentikan! Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku pastikan kalian akan menyesal menyakiti aku yang tidak bersalah pada kalian!" ucap Raka berteriak keras.
Sehingga, Mita dan Leo menatap ke arah ruangan Raka yang sedang disekap. Leo langsung mendobrak pintu itu dan ia memberikan tatapan tajam bak elang menuju ke arah Raka.
"Jangan mimpi kamu! Aku pastikan kamu akan membusuk di tempat ini!" ucap Leo dingin.
"Benar, pria bodoh seperti dirimu tidak pantas hidup apalagi bersanding denganku. Pria mantan playboy dan suka mengkhianatiku atas cinta semu mu itu. Jangan harap aku membiarkan dirimu lolos dari jeratan kami, hahaha..." tawa Mita menggelegar ke seluruh ruangan bangunan kuil.
Raka yang mendengar perkataan Mita, ia mengepalkan kedua tangannya. Ia ingin memberikan pukulan bertubi-tubi pada kedua manusia menyerupai iblis tapi sayangnya kedua kakinya di borgor. Raka mengetahui dirinya sedang terbaring di atas brankas tidur dengan kedua kaki di borgor membuat dirinya sulit untuk bergerak. Raka berusaha mencari celah untuk melepaskan diri tapi hasilnya nihil.
"Bagaimana aku bisa melepaskan diri? Sedangkan, borgor ini semakin aku memberontak maka semakin kuat borgor itu mengikat kedua kakiku." batin Raka.
Raka menahan amarahnya dan ia berusaha menetralkan pikirannya agar dapat mencari jalan keluar. Raka menatap sendu menuju ke
arah Mita dan berhasil membuat Mita tidak tega untuk menyakiti Raka.
"Mita, aku mohon tolong lepaskan aku. Aku tulus mencintaimu, aku menerima semua kekuranganmu. Ku mohon bujuk ayahmu untuk tidak menjadikan aku sebagai tumbalnya. Agar aku dapat hidup bersamamu dan hidup bahagia," ucap Raka terdengar tulus di pendengaran Mita.
Mita seolah-oleh tersadar dari pengaruh bisikan kotor dari ayah Leo. Kedua bola mata Mita yang awalnya menatap benci ke arah Raka telah berubah menjadi tatapan penuh cinta.
"Ayah, ku mohon lepaskan Raka. Dia tidak bersalah dan biarkan dia hidup bersamaku." pinta Mita pada ayah Leo.
Sontak saja, dada Leo memanas dan rahangnya mengeras menatap ke arah anak perempuannya.
"Apa maksudmu, Mita? Kau menyuruh ayah untuk melepaskan anak dari musuh bisnis ayah. Bisakah kamu sedikit cerdas untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk!" bentak Leo keras.
"Ayah, aku tulus mencintainya," ucap Mita pada ayah Leo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments