Alea : “Tidak, kamu yang ngatainku, hah!”
Launa : “Tidak, aku tanyak status memang harus ngatain kamu ya? Memangnya cuma kamu saja yang menjadi temanku ada kok teman lain. Apa buktinya kalau aku melakukannya coba kirim?”
Sumpah demi kecoa digigit kucing sekalipun, Launa terpancing emosi atas perkataan Alex yang seenak jidatnya menuduh dirinya yang bukan-bukan.
Alea : “Ada, aku ada buktinya aku kirim.”
Launa : “Ya sudah, kirim kalau ada buktinya, jangan asal tuduh.”
Alea : “Bangsat gak tahu diri kamu ya, aku sakit hati sama kamu. Kamu itu ya bermuka dua.”
Launa : “Enah saja, bukan aku dong, coba mana kirim jangan asal ngomong doang.”
Bukannya mendengar permintaan Launa, Alea malahan semakin menjadi-jadi menuduh Launa yang tidak-tidak.
Alea : “Kurang ajar, bangsat kamu gak tahu diri kurang ajar kamu. Aku akan adukan sama ibu Mei agar tahu sifat kamu ini.a”
Launa : “Kamulah seperti itu, aku tidak melakukannya sudah belum ngomongnya giliran aku mau ngomong--”
Seketika sambungan panggilan terputus secara pihak, hal itu memancing Launa benar-benar dibuat kesal atas tuduhan Alea.
“Apa maksud Alea ini? Mau mencari sensasi kah dengan menuduhku tidak-tidak seperti ini. Aku lihat dari statusku saja tidak mengandung unsur sindirannya semata.” Launa berusaha menetralkan deru nafasnya yang tak beraturan atas perkataan Alea melalui sambungan panggilan masuk diponselnya untuk memberikan penjelasan dulu.
“Menuduh orang seenak jidatnya saja, buktinya juga tidak ada. Aku tidak boleh difitnah seperti ini aku harus menelponnya.” Launa mulai menelpon Alea tapi tidak diangkatnya.
Launa mengetik pesan dan mengirimnya tapi notifikasi pesannya centang satu dan mengirimkan voice note yang berisikan penjelasannya tapi tetap saja ada tanda centang satu yang mengartikan akun Launa diblokir oleh Alea.
“Jahat sekali dia berani memblokir akun wa-ku. Bukan akun wa saja, akun medsos IG aku juga diblokir karena aku melihat statusnya menyindir orang lain. Mana ini sudah seenak jidatnya menfitnahku habis-habisan pula mau menjelek-jelekkan aku lagi. Astagfirullah, dasar teman gak ada akhlak.” lirih Launa masih merasa kesal dengan sifat asli Alea yang jahat dengan dirinya. Bagaimana tidak kesal kalau Launa selama ini mengupdate status hasil karyanya di akun medsos pribadinya dengan keterangan yang tidak menyindir siapapun. Ini malahan dituduh menyindir dirinya.
“Hem… Sepertinya ada yang mengadu domba.” Launa menerima pesan teman lain yang sedari tadi wa padanya yang menanyakan perihal karya novelnya dimana. Maklumlah, Launa yang masih menyandang seorang mahasiswi di semester tua hanya bisa bekerja dari rumah dengan mengandalkan bakat hobi menulisnya.
“Pasti ada yang menghasut Alea, sehingga aku difitnah seperti itu. Tapi siapa yang berani memperlakukanku seperti itu?” Launa berpikir keras untuk mengingat kronologi kejadian yang membuatnya pusing sendiri.
Kedua bola matanya menatap sekilas menuju kearah satu pesan dari Mera.
“Apa jangan-jangan Mera yang menjadi dalang dari permasalahan ini?” Launa mulai menerka-nerka karena ia tahu betul sifat asli Mera yang memiliki sifat iri dengki pada orang lain membuatnya harus berhati-hati.
“Jika benar kalau Mera yang melakukannya, maka aku tidak akan pernah memaafkannya. Sekalipun dia mati ditabrak tronton dengan arwah mengemis meminta maaf sekalipun. Aku tidak sudi memaafkannya.” itulah perkataan Launa yang terdengar serius dan tidak main-main.
Sementara Raka yang berhasil tersadar dari masa kritisnya karena mendengar ada suara cempreng wanita membuat ia dengan cepat membuka kedua bola matanya. Raka menatap ke sekelilingnya yang dipenuhi oleh berbagai macam alat medis yang melekat ditubuhnya apalagi dekor ruangan berwarna putih dengan bau obat yang menyengat di indera penciumannya membuat Raka ingin pingsan lagi.
“Dimana aku?” ucap Raka dengan suara lemahnya.
Raka ingin menggeraj-gerakkan tubuhnya yang ternyata masih terasa sakit.
“Bukankah ini rumah sakit? Kenapa aku bisa disini? Apa yang terjadi padaku?” tanya Raka dalam hati.
Raka menatap ke sekelilingnya untuk mencari keberadaan Nenek Melati dan tangan kanannya tapi orang yang dicarinya tidak ada. Raka menyerhitkan keningnya merasa heran dengan seorang wanita muda yang sedang fokus menelpon yang lebih tepatnya adu mulut melalui sambungan panggilan masuk diponselnya.
“Oh aku tahu, pasti wanita itu yang menolongku.” Raka menatap wanita muda yang tampak duduk menyamping yang tidak mengetahui keberadaan dirinya yang sudah sadar dari masa kritisnya.
“Kelihatannya wanita itu sedang berkelahi, eh lebih tepatnya dimarahi oleh temannya.” Raka masih terbaring dari atas kasur rumah sakit. Ia mengawasi setiap perkataan wanita muda yang memegang ponsel serta suara yang muncur didalam ponselnya.
“Cih, orang yang menelpon wanita itu rupanya pelaku yang mengusik aku. Kurang ajar, beraninya dia membuat onar didalam ruanganku. Apalagi ini, wanita yang menyelamatkanku dituduh tidak-tidak. Haduh, mau aku ajak salto atau baku hantam baru tahu rasa. Jangan-jangan, aku kan pengusaha terkaya dan hebat. Ngapain ngajak kekerasan, sekalian saja ajak mbah dukun buat tuh orang suara cempreng mati mendadak baru tahu rasa, hahaha…” Raka mengumpat dalam hati, ia tertawa menyeringai dengan drama kecil yang terjadi pada wanita yang menyelamatkannya.
Tampak sekilas, Raka menatap wajah wanita itu yang menoleh kearah dirinya.
“Astaga, wajah wanita itu mirip dengan wanita yang aku selamatkan didalam mimpiku. Apa benar wanita inilah yang menyelamatkanku atas kebodohanku yang patah hati karena cinta tulusku dikhianati.” kata Raka dalam hati.
Raka langsung menutup kedua bola matanya dikala wanita itu yang menatap fokus kearah dirinya.
“Tidak, ini pasti hanya mirip saja. Mana mungkin, ada dia disini. Aku hanya berhalusinasi saja.” Raka menajamkan indera pendengarannya untuk mencari tahu topik permasalahannya.
“Alea? Oh, itu nama dari suara cempreng yang keluar dari ponsel wanita itu.”
“Huh, nama yang jelek. Dari namanya saja sudah terbukti kalau dia busuk hati, berteriak histeris pula mau minta perhatian untuk dikasiani. Kasian dengan wanita yang menolongku pasti nantinya dibenci oleh semua teman dan dosennya. Aku harap wanita yang menolongku bisa mengatasinya dan membicarakan baik-baik agar si Alea tidak berbuat onar seenak jidatnya.” batin Raka.
Raka menjadi pendengar yang baik dalam menerima pembicaraan diantara wanita yang menyelamatkannya dengan wanita bersuara cempreng.
“Menyebalkan, bisa-bisanya juga si cempreng berkata kasar dan mengancam. Lihat saja nanti, aku akan membuat si cempreng menyesal karena sudah membuat wanita yang menyelamatkanku hidupnya merasa tidak tenang.” Raka tidak pernah main-main dengan perkataannya, jika ada orang yang berani mengusik hidupnya ataupun orang yang menyelamatkannya maka bersiap-siaplah orang yang mengusik itu mati ditangannya. Mau dia wanita atau pria, baginya sama saja. Tidak ada cinta dan menghargai pada orang lain. Berkat Mita yang membuat hatinya tersakiti kini ia tidak ingin mengenal cinta. Cinta tulusnya sudah memudar ditemani rasa sakit yang mendalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments