Raka berusaha memejamkan kedua bola matanya saat seseorang melangkah mendekati dirinya. Raka mengatur deru napasnya menjadi pelan disaat wanita itu sudah duduk disamping kasur rumah sakit.
“Kak Raka, maafkan aku mengusik tidurmu atas suara cempreng temanku itu. Pasti kakak merasa tidak nyaman. Sekali lagi, aku minta maaf kak,” ucap Launa dengan menundukkan kepala, ia merasa tidak enak hati atas perbuatan teman satu kelasnya di kampus itu membuat kondisi Kak Raka terganggu.
Raka yang mendengarnya dapat memahami dan mengerti atas permintaan Launa pada dirinya. Kebisingan belaka yang mengisi seluruh ruang rawatnya bukan salah Launa melainkan teman gak ada akhlak.
“Aku tidak akan menyalahkanmu untuk hal ini, temanmu yang bertingkah aneh gak punya otak dan aku mengerti itu. Tapi, ngomong-ngomong kok wanita ini tahu sih namaku?” tanya Raka dalam hati.
“Oh ya Kak Raka, aku sudah menelpon orang tua kakak tapi sepertinya mereka masih dalam perjalanan. Jangan merasa binggung ya kak, kenapa aku tahu nama kakak. Ada beberapa dokter yang mengenali kakak yang mengatakan nama kakak Raka.” jelas Launa panjang lebar dihadapan tubuh lemah yang terpasang alat bantu medis.
“Kenapa dia tahu isi hatiku? Apa dia anak indigo yang bisa membaca pikiran?” berbagai pertanyaan hadir mengelilingi pikiran Raka.
“Benar kak, aku rasa termasuk anak indigo. Aku bisa mendengar isi hati kakak. Jangan takut kak, aku tidak jahat. Aku korban pembully-an di sekolah.” mendengar perkataan Launa membuat Raka membuka kedua bola matanya.
Raka memberikan tatapan intens menuju kearah Launa yang membalas tatapan dirinya dengan tatapan sendu.
“Siapa kamu?” tanya Raka dengan suara lemahnya.
Launa tersenyum tulus saat mendengar pertanyaan Kak Raka.
“Perkenalkan kak, nama aku Launa Melodi, kakak bisa memanggilku Launa. Aku yang menolong kakak membawa ke rumah sakit dan meminta pertanggung-jawaban dari pak supir bus yang ingin melarikan diri.” jawab Launa jujur.
“Terima kasih.” sahut Raka.
“Sama-sama kak.” Launa melihat Kak Raka yang ingin bangun dari posisi berbaringnya.
“Kak, jangan bergerak apalagi bangun. Nanti alat medisnya terlepas dan berdarah lagi.” Launa mencegah Kak Raka dengan menahan tubuhnya.
Raka yang merasa tubuhnya masih terasa lemah apalagi melawan tangan Launa yang menahan tubuhnya. Akhirnya, ia mengalah saja dan kembali berbaring diatas kasur rumah sakit. Raka menoleh kearah Launa yang merapikan selimut dan alat bantu pernapasan yang hampir terlepas.
“Kenapa kamu menolongku? Apa kamu ada niat jahat padaku?” pertanyaan Raka berhasil membuat aktivitas Launa yang merapikan alat medis yang melekat ditubuh Raka langsung terhenti. Launa menoleh kearah Kak Raka dengan menyerhitkan keningnya merasa binggung.
“Aku ingin berbuat baik dan aku tidak meminta imbalan apapun atas kebaikanku dan aku tidak berniat jahat apapun sama kakak. Aku sungguh tulus menolong kakak.” balas Launa dengan tatapan sendunya.
Raka merasa tidak percaya, ia mulai menelisik kedua bola mata Launa untuk mencari kebohongan tapi tidak ada. Ia masih tidak percaya akan hal ini dan selamanya tidak percaya.
“Benarkah kamu tulus menolongku?” tanya Raka dibalas anggukan cepat oleh Launa.
“Sekalipun aku pengusaha terkaya didunia, kamu tidak meminta imbalan apapun?” tanya Raka lagi.
“Tidak sama sekali, aku tidak ingin mengharapkan imbalan apapun. Aku ikhlas menolong orang yang membutuhkan.” jawab Launa mantap.
Raka hanya tersenyum tipis membalas perkataan Launa.
“Baiklah, terima kasih atas kebaikanmu. Aku akan memberikan 1 milyar untukmu sebagai bonus kebaikanmu yang sudah menolong dan menjagaku di rumah sakit.”
“Tidak kak, aku ikhlas menolong kakak. Kakak tidak usah memberiku uang sebanyak itu. Aku tahu aku hidup dengan serba berkecukupan dan aku tidak boleh meminta imbalan atas apapun yang aku tolong pada orang.”
Mendengar tolakan halus dari Launa membuat Raka menghela nafas kasar.
“Aku memberimu uang karena aku tulus membantumu, aku juga tidak ingin berhutang budi padamu,” ucap Raka menatap intens menuju kearah Launa.
“Jangan terlalu dipikirkan kak, aku tidak menuntut apapun. Lebih baik kakak beristirahat saja. Aku akan memanggil dokter dulu.” Launa melangkahkan kaki menuju kearah tombol darurat berwarna hijau 2x tapi belum muncul juga para dokter dan perawat yang menangani Kak Raka.
Tidak ingin menunggu waktu yang lama, Launa izin pamit pergi memanggilkan dokter dan perawat secara manual.
“Kak, aku tinggal sebentar karena mau memanggilkan dokter dan perawat,” ucap Launa lalu melangkah pergi dari hadapan Raka.
Raka menatap punggung Launa yang kian menjauh lalau ia melihat kondisi dirinya yang terpasang alat bantu medis.
“Se-parah inikah luka tubuhku dari hasil tabrakan? Kenapa tubuhnya baru merasa sakit luar biasa sekarang? Bukankah setelah aku tertabrak oleh mobil bus, aku masih bisa bangun dari posisi baringku hingga duduk?”
“Benar kata orang, kalau baru terkena tabrakan, sakit lukanya belum terasa. Luka akan terasa saat diobati.” Raka hanya memejamkan kedua bola matanya sejenak, kepalanya masih terasa pusing dan tangan kanan dan kaki kirinya terasa sakit dan tidak bisa digerakkan.
Raka melihat bagian tangan dan kakinya yang berbalut perban dan kayu untuk menahan posisi tulang tangan dan kakinya.
“Tuh kan benar tangan kanan dan kaki kiriku patah. Aduh, aku gak mau cacat. Aku tidak mau menjadi CEO cacat, semua ini salah Mita dan ayahnya yang munafik dan pengkhianat itu. Apalagi, supir mobil bus pula yang menabrakku.”
Lihatlah, sorot kedua bola mata Raka telah berunah menjadi tajam bak elang, tangan kirinya yang terpasang infus sudah menggenggam kuat tanpa memperdulikan alat infus terlepas hingga darahnya keluar menghiasi kemarahan Raka.
“Siapapun mereka yang berani mengusik atau menghancurkan hidupku tidak akan mudah aku lepaskan. Aku tidak sudi memaafkan mereka, apapun yang meraka perbuat padaku maka aku akan memperlakukan mereka perbuat padaku. Mereka harus merasakan penderitaanku karena aku tidak mau hidup menderita. Aku harus menelpon tangan kananku agar bisa mencari siapa yang berani menabrakku.” Raka menoleh kearah meja yang berada disebelah kasur tidur rumah sakit. Tangan kirinya mencoba menggapai ponsel pengeluaran terbaru yang tersusun manis diatas meja.
Dengan rasa sabar, Raka meraih ponselnya hingga bisa mengambil ponselnya. Setelah ponselnya berada digenggamannya, ia mulai membuka layar kunci ponselnya dan mencari nomor Zack.
Tidak memerlukan waktu yang lama, sambungan panggilan Raka diangkat oleh seseorang.
Raka : “Zack!”
Zack : “Tuan, pergi kemana saja? Saya dan Nenek mencari keberadaan Tuan yang belum ditemukan dan saya menelpon tuan tapi tidak tersambung.”
Raka : “Iya, saya mengalami tabrakan mobil dan baru sekarang saya bisa menelpon kamu.”
Zack : “Apa? Tuan tertabrak? Siapa yang berani Tuan muda terluka? Biar saya musnahkan mereka.”
Raka : “Justru itulah aku mau menyuruhmu untuk mencari siapa yang menabrakku dan menemukan keberadaan Mita dan ayahnya karena mereka penyebab aku hampir kehilangan kewarasan dan tidak bisa menghindari tabrakkan mobil.”
Zack : “Siap Tuan, saya akan melakukannya, dimana tuan sekarang?”
Raka : “Masih berada di kota X dan aku beri waktu dua jam dari sekarang untuk mendapatkan informasinya kalau tidak aku tidak akan mau memperkerjakanmu lagi.” setelah mengatakan itu Raka mematikan sambungan panggilan masuk secara sepihak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments