Bab 20

Bumi berorasi mengitari matahari, dan kini telah masuk dalam waktu petang.

Gendhis juga sudah membersihkan diri dan mengamati dengan seksama luka di telapak kakinya yang memang sudah sembuh bahkan tidak nampak bekasnya.

Bukan hanya di kaki, semua luka-luka di sekujur tubuhnya telah sembuh, bahkan bekas memar dan bekas luka atau biasanya disebut belang juga telah menghilang. Gendhis merasa ini sesuatu keajaiban.

Diingatnya kembali pada saat ia lari menjauhi pertikaian Maemunah dan Laras, bahkan ia melepaskan sandalnya dan membuat telapak kaki yang terluka dan harus mendapatkan jahitan kembali terkoyak serta berdarah-darah.

Gendhis beranjak dari duduknya, lantas berjalan ke arah depan lemari pakaian yang terdapat cermin, lalu memandangi dirinya di pantulan cermin. Gendhis cukup terkejut mendapati bekas lukanya di kening akibat tendangan dari sapi tiada bekas. Benar-benar bekas lukanya yang menampilkan kesan si buruk rupa telah menghilang.

Ia terkejut dan mundur takut, Gendhis menutup mulutnya tidak mengerti apa yang telah terjadi pada dirinya.

Mendadak Gendhis mendengar suara, seorang wanita berbicara seperti ada seseorang disebelahnya berdiri.

"Jangan takut Gendhis, apa yang kamu lihat di saung memang nyata." suara misterius.

Namun, pada saat Gendhis melihat Siti yang sedang melipat pakaian dan Maemunah yang sibuk menghafal Al-Qur'an. Kedua temannya seperti tidak berbicara ataupun bertanya padanya. Gendhis semakin dibuat merinding, benarkah suara yang ia dengarkan merupakan suara misterius?

Gendhis celingukan, dan kembali mendengar suara wanita misterius.

"Aku bernama Kahiyang Sukma Ayu, Gendhis. Kini aku ada di depanmu." kata kupu-kupu bersayap emas atau Kahiyang Sukma Ayu yang sedang menampakkan perwujudannya sebagai seorang wanita dihadapan Gendhis.

Gendhis terperangah melihat seorang wanita yang seperti dewi. Ia mundur sampai kepentok dipan, Gendhis menggeleng dan beberapa kali mengerjap serta mengucek matanya.

Namun perwujudan wanita yang seperti dewi memancarkan cahaya keemasan tak menghilang. Gendhis melihat kearah Siti maupun Maemunah yang masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Seperdetik kemudian Gendhis kembali melihat perwujudan dari seorang wanita yang sedang menatapnya sembari tersenyum.

"Aku pasti sedang berhalusinasi?" gumamnya lirih.

"Terimakasih karena sudah membebaskan ku dari mantra jahat." kata Kahiyang Sukma Ayu kepada Gendhis.

Mengerjapkan matanya, rasa-rasanya jika memang ada seorang wanita di dalam bilik kamar ini. Tidak mungkin jika Maemunah dan Siti tidak melihatnya. Gendhis kembali mundur sampai membuatnya terjatuh.

Siti terkejut mendapati Gendhis tiba-tiba saja terjatuh.

"Ndhis kamu kenapa?" tanya Siti, ia melihat Gendhis seperti dalam ketakutan.

Gendhis segera menoleh kearah Siti, ia menggeleng dan mengambil mukena yang diberikan Siti ikut terjatuh.

"Ti-tidak apa-apa Siti," jawabnya tergagap, semenit kemudian Gendhis kembali melihat perwujudan seorang wanita yang mengatakan bernama Kahiyang Sukma Ayu masih tersenyum kearahnya. Dalam benaknya berkata, "Ayu tenan, koyok widodari."

Siti beranjak dari duduknya, ia menghampiri Gendhis yang nampak gemetaran, "Kamu sakit Ndhis?"

Gendhis terhenyak tatkala tiba-tiba saja merasakan tangan Siti menyentuh tangannya.

Maemunah juga mendekati Siti dan Gendhis, "Kalau kamu sakit sebaiknya istirahat saja, Gendhis. Sholat dengan cara tayamum kan bisa,"

Gendhis menelan ludahnya, ia bingung harus bagaimana menyikapi ini. Lamat-lamat ia melihat perwujudan dari seorang wanita yang sebelumnya adalah kupu-kupu bersayap emas memudar membersamai dengan cahaya keemasan.

"A-aku tidak apa-apa," kata Gendhis, dilihatnya Siti dan Maemunah.

Terdengar kumandang adzan magrib di mushola di area pondok pesantren.

Gendhis kembali menelan ludahnya dan menarik nafas dalam-dalam serta menghembuskannya perlahan, "Sebaiknya kita ke mushola, adzan magrib sudah berkumandang."

Siti dan Maemunah lantas menganggukki ajakan Gendhis untuk ke mushola.

"Yuk." jawab Maemunah, ia segera berkemas dan mengambil mukenanya, lalu berjalan beriringan dengan Siti dan diikuti Gendhis.

Namun sebelum benar-benar keluar dari bilik kamar, Gendhis melihat kedalam dan tidak menjumpai perwujudan seorang wanita yang bernama Kahiyang Sukma Ayu.

...----------------...

Keesokan harinya, pasar Beringharjo Yogyakarta.

Gendhis, Siti, Sifa dan Rumi di beri tugas untuk menjajakan ilir atau kipas anyaman bambu serta beberapa kecaping yang dibuat dari beberapa hari yang lalu.

Bukan hanya ilir dan kecaping ada juga kreativitas yang dibuat dari tanah liat berupa celengan ayam dan celengan seperti kendi kecil dan beberapa gerabah lainnya yang sedang di jajakan di pinggir jalan, dan sebagaian gerabah sudah ada pelanggan pedagang yang mengambil kerajinan tangan yang dibuat oleh para santri.

Uang yang didapatkan dari pembuatan kerajinan tangan akan dimasukkan ke dalam kas santri guna keperluan para santriwati, dan para santri juga mendapatkan hasil dari yang dikerjakan.

Agar biaya hidup selama santri tinggal dilingkungan ponpes tidak terlalu membebani orang tua yang berada di rumah. Terlebih jika kehidupan keluarganya yang pas-pasan.

Bila dijabarkan seperti menyelam sambil minum air. Mengaji sambil berkreasi guna mengembangkan kreativitas dan kearifan budaya lokal.

Gendhis mengamati keramaian pasar pagi ini. Memang sudah menjadi ikonik dari luar kawasan keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Suatu hari ia ingin berkunjung ke dalam keraton, selama ini Gendhis hanya melihat keraton dari luarnya saja.

Saat sedang mengamati situasi dikeramaian pasar, Rumi mengejutkan Gendhis.

"Ndhis kita mau ke dalam pasar, yuk.." ajak Rumi, dan diangguki Gendhis.

Gendhis mengikuti kemana langkah ke tiga kawannya yang melewati beberapa pengunjung pasar dan kios-kios pedagang, ia mengamati dengan seksama.

Inilah kali pertama bagi Gendhis bisa merasa kebebasan di tempat keramaian seperti ini. Beberapa kali Bibik Jaitun mengajaknya untuk menjual susu sapi perah ataupun ternak seperti bebek dan ayam.

Namun tak dibiarkan oleh Bibik Jaitun, Gendhis merasakan kebebasan, bahkan mata Bibik Jaitun sedetik pun tidak mengawasinya. Pergerakan Gendhis selalu dalam pengawasan Bibik kejamnya itu. Gendhis dibuat benar-benar seperti budak.

Entah mengapa pelupuk matanya serasa memanas, matanya mulai mengabur dan perlahan menjadi air mata yang menganak sungai di pipi, secepatnya Gendhis menghapus jejak air matanya agar tidak dilihat oleh siapapun termasuk teman-teman pondok yang berjalan di depannya.

Hatinya serasa ngilu kala mengenang masa kecil hingga beranjak dewasa yang tak sedikitpun tersirat kebahagiaan. Seakan-akan hidupnya seperti botol yang terombang-ambing di lautan lepas. Tidak adanya kejelasan tidak adanya tujuan. Hanya mengikuti keyakinan bahwa cita-cita dan tekadnya akan membawanya pada suatu hal yang bermanfaat selama sisa hidupnya.

Gendhis berjalan seraya menundukkan pandangan, air matanya terus saja mengalir tiada henti, sedangkan tangannya sibuk mengusap air mata. Mengenang semua kepedihan selama hidupnya, "Romo, Ibu." gumamnya lirih.

Mendadak ada yang memegang tangan dan menarik Gendhis hingga Gendhis menjauh dari teman-temannya yang telah berjalan mendahuluinya. Gendhis tercengang, ia melihat seseorang yang menariknya dari belakang.

Sampai pada seorang pria menarik tangan Gendhis menjauhi keramaian pasar, dan kini berada bawah pohon angsana. Seorang pria seumuran Gendhis celingukan dan menghadap teman masa kecilnya.

"Guntur?" gumam Gendhis terkejut, ternyata yang menarik tangannya adalah laki-laki yang sudah setia menjadi temannya selama ini.

Guntur melihat Gendhis, ia memeluk teman masa kecilnya penuh dengan rasa syukur, "Aku bersyukur bisa melihat mu lagi Gendhis, aku sangat bersyukur, ternyata aku ndak salah lihat, bahwa itu kamu Ndhis." lamat-lamat pelukannya terurai dan melihat Gendhis yang telah mengubah penampilan.

Gendhis masih tercengang dapat melihat Guntur, ia tak menyangka teman yang selalu setia berbagi ilmu pengetahuan dan buku sekolah kini ada didepannya.

Guntur sumringah, ia tak hentinya mengucap syukur, "Aku sangat senang Gendhis, aku senang. Bagaimana kabarmu setelah berhasil kabur dari rumah Bibik mu?"

Mendengar ucapan Guntur yang menyebut Bibik Jaitun membuat Gendhis mengerjapkan matanya tersadar dari rasa keterkejutannya bisa melihat Guntur lagi.

...----------------...

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Afternoon Honey

Afternoon Honey

lha koq ke pasar Beringharjo nanti ketemu sama bibi dan paman mu bagaimana❓

2023-09-27

0

R.F

R.F

semangat kk

2022-11-15

1

Arif Sunoe

Arif Sunoe

jut le bali seko pasar pie

2022-11-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!