Tegang

Sela merasa lega ternyata mayat nona sungai Han berhasil teridentifikasi. Petugas pemulasaraan sudah mengurus jenazahnya dan mengirimnya ke pemakaman.

"Ibunya pasti sangat sedih. Dia putri satu-satunya." Komentar Yuka.

"Iya, aku turut sedih. Beban apa yang dia tanggung hingga harus memilih bunuh diri dan meninggalkan ibunya seorang diri.." Sela masih tidak habis pikir, tapi gadis itu tidak mau menilai dari sisinya saja.

Kesehatan mental setiap orang berbeda, mungkin dia sebagai orang yang waras berpikir bahwa bunuh diri adalah hal bodoh dan sia-sia, tapi untuk orang yang sedang terguncang bahkan sangat putus asa, hal itu seolah menjadi jalan satu-satunya untuk mengakhiri rasa sakitnya.

"Semakin hari semakin banyak saja jenazah yang datang karena bunuh diri."

Ah Ya, Sela juga baru tau kalau tingkat bunuh diri di negara ini sangat tinggi.

Yuka dan Sela tidak ada kerjaan, itu bagus, berarti hanya ada sedikit kasus kriminal yang terjadi di negara ini. Dan semakin sedikit orang yang pergi meninggalkan dunia ini.

Yuka duduk manis sembari melihat instagramnya sementara Sela melamun karena belum sarapan.

Sela yang terlihat agak mengantuk melirik aktifitas apa yang dilakukan Yuka pada gawainya. Melanggar privasi memang tapi Yuka tampaknya tau Sela mengintipnya dan tidak keberatan.

"Memantau Na Jaemin hmm???" Tanya Sela.

Yuka menghela nafas panjang.

"Aku masih menyukainya."

"Lalu kenapa putus?"

"Sepele, Jaemin lebih suka bermain game daripada bermain denganku."

"Benar, ini sepele tapi menyebalkan." Sela juga tau rasanya di acuhkan. Dia pernah berpacaran dengan orang seperti itu.

"Jaemin tampaknya juga masih menyukaimu." Imbuh Sela. Dia menatap betapa melasnya wajah Yuka.

"Ya, tapi dia tidak mengajak balikan."

Sela mengangguk mengerti, lalu mengusap punggung Yuka. Ada hal-hal yang memang harus dipertimbangkan ketika 2 orang yang pernah saling suka lalu berpisah dan berpikir untuk kembali. Memperbaiki kesalahan itu tidak mudah, apalagi memperbaiki hubungan. Memang cinta itu sederhana, hanya terdiri dari 2 orang yang saling suka dan peduli satu sama lainnya, tapi relationship itu rumit. Itulah kenapa Tuhan menciptakan yang namanya patah hati.

Siang ini rumah sakit tampak sepi,  Sela  menatap ke arah lain, tepatnya ke arah lorong menuju pintu keluar.

Tempat dimana dia diseret oleh biadab itu tempo hari. Bahkan mengingat kejadian itu pun membuatnya merinding.

Sela yakin dirinya tidak sedang berhalusinasi ketika dia melihat pria tinggi memakai jaket hitam dan masker sedang mengintip di balik pintu keluar.

Tubuh Sela menegang. Dia mengerjap beberapa kali untuk memperjelas penglihatannya. Dan sedikit meyakinkan dirinya kalau itu bukan halusinasinya.

Ya, benar itu memang orang, dan gesturnya mirip orang itu.

"Kenapa?" Tanya Yuki yang merasa aneh dengan diamnya Sela.

Sela menoleh hanya sebentar ke arah Yuki lalu kembali melihat ke pintu keluar tapi orang itu sudah tidak disana.

"Huh...? tidak.. tidak apa-apa."

Gadis itu melihat ke arah lain di sekitar sana untuk mencari kemana perginya orang itu tapi hasilnya nihil. Orang itu menghilang seperti debu.

...🌱🌱🌱🌱...

Kebiasaan !!!

Sela selalu merasa lapar di tengah malam, itu sedikit membuatnya kesal karena waktu tidurnya harus terganggu sementara dirinya juga tidak bisa mengabaikan perutnya yang melilit.

Sela bangun dengan malas, menuju rak di kamarnya dan mengambil seporsi ramen cup rasa kari. Gadis itu menunggu beberapa saat untuk menuang air panas dari teko listrik.

Suasana malam di luar cukup cerah meskipun ini sudah masuk jam 12 malam. Sela memutuskan untuk menikmati mie nya sambil melamun di luar.

Gadis itu memakai cardigan abu-abu untuk menutupi lengannya yang terbuka lalu membawa ramen dan segelas teh hangat ke depan.

Selagi tangannya mengaduk-aduk, mata Sela tidak sengaja melihat Jeno yang juga duduk di balkonnya. Lelaki itu sepertinya sedang main game di ponselnya.

"Waah... apa dia itu manusia ? Visualnya sangat luar biasa..."

Sela yakin dia hanya bergumam pelan tapi tampaknya angin menggemakan cicitannya itu sampai ke telinga Jeno hingga dia menoleh.

"ASTAGA..!!" Sela terlonjak menerima tatapan itu.

Jeno tidak berbicara apapun, lelaki itu beranjak masuk ke kamarnya. Sela pikir Jeno akan pergi tidur nyatanya dia malah naik ke rooftop tempat Sela duduk.

"Kenapa belum tidur?" Tanyanya dalam suara berat.

"Lapar."

Sela meniup mie nya dan menyantapnya segera. Jeno mengambil posisi duduk di sampingnya, lelaki itu nampaknya melanjutkan permainan pada ponselnya.

"Kenapa begadang?" Kali ini giliran Sela yang bertanya.

"Tidak bisa tidur."

Mereka berdua diam cukup lama dan menyelesaikan urusannya masing-masing. Sela terlihat melirik Jeno sekilas ketika dia sudah menyelesaikan suapan terakhirnya. Lalu duduk bersandar merasakan pencernaannya mulai bekerja.

"Orang yang menyekapmu sudah di tangkap. " Jeno menghentikan sejenak permainannya.

"Benarkah?" Untuk sejenak Sela merasa lega.

"Tapi Haechan bilang bukan dia yang menyeretmu. Orang itu hanya salah satu kaki tangannya."

Dari sini Sela mulai kembali was-was. Mengingat ada orang yang seperti mengawasinya tadi sore di rumah sakit, Sela takut kalau kejadian kemarin akan terulang lagi.

Dia bukan hanya seorang dokter forensik yang memeriksa korban, melainkan juga seorang saksi. Gadis itu tidak sengaja masuk dalam kasus ini, itu artinya nyawanya juga terancam. Hal gila bisa saja terjadi jika Sela lengah seperti saat itu. Tapi sela masih tidak yakin apa dia akan menceritakan ini pada Jeno atau tidak.

Dia cuma takut salah mengira saja, ya bisa saja orang tadi siang hanya orang biasa dan tidak memiliki maksud buruk kan..

Pemikiran Sela tentang orang itu yang masih berkeliaran dan bisa saja menangkapnya sewaktu-waktu membuat Sela takut. Sejujurnya dia tidak suka berpikir negatif tapi kekhawatirannya kali ini tidak bisa dia tepis.

Ketika overthinking semakin menggerayanginya, tidak di sangka listrik tiba-tiba padam dan membuat Sela melompat sampai ke pangkuan Jeno. Ponsel pria itu jatuh ke lantai karena dua tangannya refleks memegang tubuh Sela.

"Apa ini konsleting listrik??" Suara Sela terdengar panik.

"Sepertinya tidak, rumah lain juga padam, mungkin ada masalah dengan listrik pusat." Kata Jeno.

Lelaki itu sedikit menunduk untuk mencari ponselnya di lantai tapi karena ada Sela di depannya lelaki itu tidak sengaja menubrukkan hidungnya di pipi gadis itu.

"Minggir Sel, mau ambil hp dibawah." Kata Jeno.

Sela bukannya minggir malah mencengkeram Jeno lebih erat.

"Takut... gelap." Katanya gemetar.

"Ya makanya mau ambil hp yang jatuh, biar bisa nyalain flash." Kata Jeno.

Sela mengeratkan pegangannya di leher Jeno selagi tangan kiri lelaki itu meraba lantai, sementara tangan kanannya memegangi pinggang Sela. Lelaki itu menyalakan flash nya begitu ponselnya ketemu dan membuat keadaan di antara mereka menjadi remang-remang.

Jeno akui lebih baik kalau situasinya gelap saja, karena saat remang-remang dia bisa melihat betapa dekatnya wajah Sela dan itu membuatnya agak gugup.

"Duduk sendiri ya.." pinta Jeno.

"Engga.." Sela menolaknya mentah-mentah.

Sela itu takut gelap, sela takut dengan hal mistis meski sehari-hari pekerjaan mengharuskannya bertemu orang mati, tapi hal itu juga yang membuat ketakutan Sela lebih besar.

Disaat seperti ini, pendengaran Sela menjadi lebih sensitif. Bahkan ketika hanya sebuah suara daun yang bergoyang pun Sela bisa dengar.

"Suara apa itu??" Paniknya, dia merapatkan duduknya pada Jeno dan menyembunyikan wajahnya di pundak Jeno.

"Kucing kali." Jawab Jeno asal. Tangan Jeno sibuk menahan pinggang Sela agar dia tidak semakin merapat. Nafas Jeno bahkan mulai tidak beraturan.

"Turun dong Sel, kan aku masih disini." Jeno terlihat putus asa dengan posisi ini.

Ini tentu saja tidak mudah untuk Jeno, bagaimanapun dia laki-laki normal yang memiliki nafsu. Dan nafsunya cukup besar, Sela harusnya berhati-hati.

"Ngga mau, takut. Nanti kalau tiba-tiba kamu berubah jadi hantu gimana?"

"Jangan bayangin yang aneh-aneh."

"Kenapa sih Jen? Aku berat ya?"

"Bukan itu Sel...."

Sela menegakkan tubuhnya untuk memandang wajah Jeno yang terlihat frustasi.

"Aku tegang..."

'Hah?'

"Kamu takut gelap juga?"

Ya Tuhan bagaimana Jeno harus menjelaskan ini. Terlalu memalukan bagi Jeno.

"Bukan aku, yang bawah yang tegang."

Sela diam sebentar, dia akhirnya mengerti apa yang sedang Jeno tahan. Tapi.....

"Bodo amat."

Bersambung....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!