Setelah ketahuan menangis di dalam kamar dan ditunggui ibunya cukup lama, akhirnya Rahman bicara pada ibunya bahwa ia tidak apa-apa dan hanya butuh waktu sendiri.
"Mah, ini handphone mamah, aku udah selesai ngabarin Salmia. Makasih mah.. Em Rahman gak apa-apa kok mah, udah selesai masalahnya, Rahman mau istirahat ya mah.. "
"Ya nak.. "
Sekeras-kerasnya ibunya pada Rahman, namun jika melihat Rahman menangis kejer sendirian begini, ibu mana yang tega. Sebenarnya ia menyayangi Rahman, namun caranya yang belum tepat dan malah kadang memberi luka pada anaknya.
Ibunya pun keluar kamar dan Rahman mengunci pintunya. Rahman saat ini benar-benar tertekan. Ia sudah berusaha keras bekerja namun tidak berjalan mulus, ada saja cobaannya.
Ia tahu, mungkin ini memang cobaan dari Tuhan menjelang pernikahan. Namun ini terasa begitu berat bagi Rahman. Rahman merasa bersyukur wanita yang dicintainya mau menikahinya, namun tidak disangka ia membuatnya kecewa.
Memang tidak sepenuhnya salahnya, namun ia memang merasa tidak cukup baik untuk siapapun. Ia memiliki trauma masalalu yang membuatnya merasa tidak pantas untuk siapapun.
Terlebih saat Salmia mengatakan ingin membatalkan pernikahan karena tidak ingin ibunya Rahman menjadi ibu mertuanya, ia semakin merasa terpukul.
"Sejak kecil orang-orang membandingkan wajahku dengan wajah saudara-saudaraku, katanya aku yang paling jelek, aku dihina, dibully, bahkan aku di tolak mentah-mentah sebelum aku mengungkapkan perasaan. ikss hkss.. "
Rahman masih lanjut menangis di kamarnya.
"Dari dulu mamah selalu banding-bandingin aku dengan Mas Arka, mas Agus, bahkan dengan anak tetangga, aku harus jadi ini, aku gak boleh ini, Ibu juga sering terlihat tidak senang dengan jerih payahku, bahkan orang-orang di luaran sana banyak yang meremehkan aku.. Selama ini aku hanya menahan semuanya dan berusaha tersenyum, aku berusaha santuy hanya untuk melupakan luka-luka itu.. "
Isak tangis Rahman menggebu kembali, ia semakin mengingat semua luka yang selama ini ia pendam.
"Aku bahkan takut untuk dicintai.. Disaat aku tahu banyak perempuan yang tertarik, aku tidak pernah merespon mereka.. Bukan karena sombong, tapi aku merasa tidak pantas untuk siapapun, aku selalu takut orang yang memilikiku pada akhirnya menyesal setelah melihat kekuranganku.. Akhh sakitt.. "
"Dan sekarang disaat aku mulai percaya akan ada keajaiban, akan ada cinta untukku, Salmia malah ingin membatalkan pernikahannya. Mungkin bukan hanya karena ibuku alasannya, tapi karena aku sering membuatnya kesal karena tidak membantu persiapan pernikahan dengan baik.. "
"Tapi aku sungguh tidak berniat Salmia.. Aku sayang banget sama kamu.. aku sampe rela kepanasan, kehujanan, ban bocor, dari pagi ke malam, malam ke pagi aku bekerja keras bekerja semuanya demi kamu.. Aku tidak bermaksud berpaling atau tidak peduli dengan pernikahan, tapi aku sendiri tertekan banyak hal Salmia.. Aku frustasi Salmia.. tolong fahami aku.. tolong hargai aku.. "
"Kamu mungkin tidak suka dengan ibuku, tapi tolong lihat aku Salmia, Laki-laki yang akan menikahimu sudah berjuang keras untuk kamu tapi kamu mau membatalkan disaat besok sudah resepsi hari pertama."
Rahman masih terus menangis dan meratapi kepayahannya. Meskipun ia sedikit lega Salmia tidak jadi membatalkan pernikahannya, namun dia masih merasa sakit hati dan teringat semua cobaan yang ia alami selama memperjuangkannya.
"Eh Rahman, mentang-mentang mau nikah, kamu jarang kumpul sama kita lagi, sahabat-sahabat kamu, jadi cuman segininarti persahabatan kita hah.. " ucapan sahabat-sahabat laki-lakinya kala itu.
"Mau nikah kamu? padahal kan masih miskin, memangnya bisa kasih makan?" Kata tetangga laknat kala itu jua.
Dan masih banyak hal-hal yang membuatnya tersinggung dan tertekan, sahabat yang sangat ia sayangi bahkan salah paham padanya, padahal ia sudah berusaha meluangkan waktu meski tidak banyak karena harus mencari rupiah, namun sahabat-sahabatnya itu tidak memahaminya. Masih ditambah berdebat dengan ibunya mengenai persiapan pernikahannya dengan Salmia hampir setiap hari.
Kondisi Rahman saat ini bisa dikatakan tidak benar-benar stabil. Ia menanggung terlalu banyak luka yang ia tahan dan pendam sendiri. Makanya sempat berkata ingin bunuh diri, namun sebenarnya ia tidak benar-benar ingin. Ia hanya terbawa emosi sesaat. Meskipun dulu pernah ada niatan itu, namun ia berusaha untuk tidak melakukannya. Karena ia masih takut dosa dan masih tetap mencintai keluarganya.
...****************...
Disis lain.
Sejak setelah lamaran dengan Rahman, Salmia juga mengalami banyak tekanan versi perempuan.
Adanya tekanan dari para tetangga dan orang-orang desa yang mengatakan bahwa dia tidak laku, tidak dihargai calon suami, habis nikah paling banyak hutang, dan lain-lainnya.
Bukan tanpa alasan. Kasus seperti Salmia ini sangat jarang terjadi di desanya. Semua perempuan di desanya di lamar dan dinikahi sesuai adat bahkan dibantu banyak oleh pihak laki-laki.
Sedangkan Salmia sejak lamaran saja calon suaminya terlihat tidak benar-benar niat menikahi Salmia. Hanya asal-asalan. Begitulah pemikiran mereka. Tentu sifat seperti sangat menjengkelkan. Karena bisa mengganggu mental orang lain yang mungkin sedang dalam keadaan down atau lemah.
Ditambah sebagai wanita, siapa sih yang tidak ingin membangga-banggakan suaminya yang memberi sesuatu yang istimewa di hari pernikahannya. Namun Salmia sebenarnya juga tidak memaksa jika mas Rahman tidak mampu memberikan hal yang besar seperti laki-laki lain, ia hanya berharap sesuai adat saja dan membantu biaya pernikahannya.
Termasuk tekanan batin Salmia juga setiap melihat bapaknya harus mondar-mandir kesana kemari mencari bantuan, menyelesaikan ini itu. Terlihat bapaknya letih, masih kadang dimarahin tetangga karena kurang sat set, tapi bapak tidak pernah membantah jika dimarahi, bapak sengaja mengalah karena takut menghalangi kelancaran pernikahan Salmia.
Di desa Sabana memang adatnya seperti itu. Persiapan untuk pernikahan itu cukup banyak, bahkan sampe harus membangun tenda dapur, tenda minum, dan tempat lain.
Tenda ini tidak harus mewah haanya memakai terpal saja, namun untuk memasangnya harus membuat patok dari kayu dan bambu, yang membutuhkan waktu, tenaga, dan juga uang untuk membeli perlengkapan.
Padahal Salmia tahu bapaknya sudah letih harus mengurusi sendirian karena adik laki-laki belum bisa bantu banyak dan ibu di dapur. Habis itu masih mikirin uang, dan menunggu uang dari Rahman juga lama. Membuat bapaknya pusing dan sering bertanya pada Salmia soal keuangan Rahman.
"Sebenarnya Rahman ada uang tidak to Salmia, kalo belum ada kok dulu janji. Bapak mau gimana kalo sudah terlanjur menyanggupi begini. Persiapan pernikahan sudah terlanjur digarap."
Kalimat yang diucapkan bapak Aman setiap kali bingung tentang uang.
Salmia sendiri juga selalu bingung harus bagaimana. Ia selalu meyakinkan bapaknya bahwa Rahman ada uangnya. Namun disisi lain ia juga tidak enak pada Rahman jika menanyakan terus menerus pada Rahman.
Hampir setiap hari atau setiap mengirim pesan online pada Rahman, Salmia menangis. Ia takut jika Rahman benar-benar tidak punya uang. Namun ia lebih takut jika orang tuanya punya uang namun sengaja tidak membantu Rahman karena mereka tidak menghargai Salmia. Itu yang membuat dada Salmia sesak dan menangis.
Belum lagi banyak hal yang sudah Salmia rencanakan berujung gagal dan tidak terlaksana. Membuat perasaannya campur aduk, ia menjadi sering menangis, marah, kesal, kadang mengurung diri di kamar. Namun tetap tampil tegar di depan keluarga dan orang-orang yang membantu di rumahnya.
Itulah mengapa ia menjadi kurang bisa mengontrol emosi. Tidak seperti biasanya yang bisa menahan amarah dan kekesalan. Yang berimbas pada malam ini. Ia mengatakan sesuatu yang sangat menyakitkan hati Rahman.
Sebenarnya ia juga tidak benar-benar ingin membatalkan pernikahannya dengan Rahman, namun ia benar-benar kecewa dengan ibunya Rahman yang membuat proses pernikahannya dengan Rahman menjadi kurang lancar. Ia langsung terbawa amarah yang tidak terkontrol.
Salmia sangat menyesal telah mengatakan itu pada Rahman yang akhirnya malah melukai orang yang sangat mencintainya. Salmia juga sudah mulai tumbuh benih-benih rasa sayang pada Rahman hingga ia merasa pasti akan sangat menyesal jika batal menikah dengan laki-laki yang sangat baik itu.
Meskipun Salmia tidak benar-benar tahu perjuangan Rahman yang sebenarnya bagaimana. Kerasnya pekerjaan yang Rahman lalui, atau kekurangan uang yang membuat Rahman kebingungan, atau tekanan yang Rahman rasakan. Salmia tidak mengetahui itu. Karena Rahman tidak menceritakan kelemahannya pada Salmia.
"Maaf mas.. hikss hikss.. aku minta maafff.. aku ga bermaksud mas.. Aku terbawa emosi mas.. aku akan maafkan ibumu kali ini mas.. meskipun dia sudah sering menyakiti hatiku dan harga diriku bahkan sebelum menikah aku akan memaafkannya kali ini.. aku takut kehilangan kamu mas.. aku sayang sama mas.. hikss"
Salmia menangis dengan tanpa sadar menyebutkan rasa sayangnya pada Rahman, padahal selama ini jika ditanya ia selalu mengelak bahwa ia belum cinta pada Rahman, karena ia merasa dia baru pada tahap kagum pada Rahman. Namun tanpa dia sadari, sebenarnya dia sudah amat sayang pada Rahman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments