Sang fajar belum menampakkan diri karena memang masih dini hari. Pukul 3 pagi. Namun Rahman terbangun ketika mendengar suara dari dapur. Ia menghampiri sumber suara.
"Sini mah, aku bantu.. Mamah bawa yang ringan aja, yang berat biar aku yang bawa. " Ucap Rahman pada ibunya tatkala sedang mengeluarkan ikan-ikan dari freezer untuk dibawa ke teras rumah.
Bapak ibunya adalah penjual ikan laut di Pasar. Seperti biasa, Rahman pun akan membantu orang tuanya menyiapkan ikan-ikan dan perlengkapannya.
Meskipun ibunya sering membuatnya terluka, namun ibunya tetaplah ibunya, yang harus ia hormati dan ia jaga. Sungguh anak yang berbakti.
Setelah selesai membantu dan melihat orang tuanya berangkat, Rahman memastikan tidak ada yang melihatnya. Benar, ada adik perempuannya yang masih tidur.
Ia bergegas mengambil air wudhu dan sholat tahajjud sambil menunggu subuh. Ia biasanya melakukannya di saat sudah tidak ada orang yang melihatnya. Ia hanya takut tidak bisa menjaga niatnya. Takut riya. Makanya ia ibadah sunnah dengan sembunyi-sembunyi.
Sungguh mulia hati Rahman. Ia hanya ingin Allah dan malaikat saja yang melihat amalannya. Tidak suka pamer kebaikan, dan tidak pula pamrih.
"Ya Allah, aku ini hanya manusia biasa. Aku tidak tahu dengan rencanamu. Sebenarnya aku lelah, namun aku harus bertahan, Aku memang belum baik ya Allah, Ampuni aku.. Semoga kelak bisa masuk surga firdaus.. Aku juga berharap suatu saat nanti diberi istri yang baik, yang sholihah, yang bisa menerima kekuranganku dan mencintai aku,".
Doa Rahman, sambil menitikkan air mata. Seperti ada kesedihan mendalam di hatinya.
Saat terdengar adzan subuh, ia pun membangunkan adiknya, Fani, untuk sholat berjamaah. Setelah itu ia menyiapkan sarapan untuknya dan Fani.
"Mas makasih makanannya, udah cocok jadi bapak nih wkwk aku mau mandi wkwk" Ucap Fani ngeledek.
Dia adalah adik satu-satunya yang selalu menghibur dan menghargai Rahman.
"Hilihh, ntar aku nikah, kamu kangennn hahah" Timpal Rahman.
"Iyalah wkwk. " Jawab Fani.
20 menit kemudian.
"Mas ayok, keburu telat" Panggil Fani.
"Iya Fan, bentar aku keluar. Lagi nyiapin tugas kuliah. " Jawab Rahman dari kamarnya.
Rutinitas Rahman di pagi hari adalah mengantar adiknya ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tidak terlalu jauh dari rumah, namun capek juga kalo berjalan.
Karena orang tuanya biasanya pulang dari pasar jam 12 siang, jadi paginya Rahman yang mengurus adiknya. Kemudian barulah ia berangkat ke kampus, karena kakak-kakaknya sudah berumah tangga dan tidak serumah lagi dengan orangtuanya. Ada yang ikut mertua, ada juga yang merantau ke luar kota.
********************
"Man kamu beneran suka sama Salmia apa bercanda si? " Tanya Revan di sela-sela nonton film Jackie Chan.
Rahman memang suka mampir ke kos Revan sekadar untuk main atau mengerjakan tugas kuliahnya.
"Iya bener. Aku emang udah kagum sejak pertama kali kenal Salmia, Emang kenapa Van? " Jawab Rahman balik tanya.
"Gilaa, aku juga suka Salmia, Man. Bisa-bisanya kita suka sama orang yang sama."
"Ya nggak kaget sih aku, laki-laki mana sih yang nggak suka sama dia, udah cantik, baik, sholihah, ramah ke siapa aja. Tapi aku ga mau persahabatan kita hancur gara2 ini loh Van. Siapapun jodoh Salmia nanti, entah kamu, aku atau yang lain, plis kita tetep temenan. "
Jawab Rahman mulai serius kali ini.
"Heh siapa yang naruh bawang disiniiii. Kenapa jadi serius gini siiii. Mau nangis guaa" Jawab Revan berkaca-kaca.
"Udah plis, napa jadi sad gini siii.. Eh tapi emang Salmia mau sama kita, jiahaha" Timpal Rahman lagi, kini dengan humornya.
"Iya panciii, mana mau Salmia sama kitaa, hahaha, sholeh juga kagak" Sahut Revan juga sama, berganti humor.
"Udahlah gini aja. Kita bersaing sehat. Jadi ga ada kata tikung ya ini. Sah.. Sahh.. Wkwk" Timpal Rahman lagi.
"Deal. Wkwk"
"Eh wait Van, aku lupa. Besok harus ke Produsen Kulit. Yaudah deh aku pulang dulu, mau ngerjain pola. Haha.. Lanjutin berkhayal sana. Salmia mah maunya sama aku Van"
"Diem luu, wkwk yaudah sono kalo mau pulang. Ati-ati atuh. "
Jawab Revan
"Bye. assalamu'alaikum. "
"Waalaikumsalam.. "
Akhirnya Rahman pun pulang.
Selama di perjalanan pulang, Rahman sedikit-sedikit melamun. Ia memang terlihat biasa-biasa aja, bahkan seperti percaya diri di depan Revan. Namun sebenarnya dia tidak seberani itu.
"Ashh, Dahlah kayaknya aku juga harus nyerah buat ngejar Salmia, Revan tuh anaknya tulus, kaya, dermawan lagi. Aku mah apa atuh. Jaman sekarang baik aja ga cukup ga sih hahaa " Batin Rahman yang sedang berkecamuk sambil mentertawakan diri sendiri.
Ini nih kekurangan Rahman. Ia terlalu pesimis untuk urusan mengejar perempuan, padahal jelas-jelas banyak perempuan antri untuk mendapatkan cintanya meskipun ia tidak kaya. Karena mereka tahu, walaupun Rahman dari keluarga biasa tapi ia pekerja keras. Itu membuktikan bahwa ia layak memperjuangkan perempuan yang ia sukai.
Namun Rahman tidak menyadari kelebihannya itu. Apalagi jika ia ingat saat dulu ia di tolak oleh teman SDnya, si Bella. Sudah cukup lama, tapi sangat membekas dan membuatnya trauma hingga sekarang.
Ia tahu, banyak perempuan yang menyukainya, namun ia terlalu takut jika Salmia ternyata tidak menyukainya dan malah membuatnya terluka karena penolakan. Lebih buruknya jika Salmia malah menjauh.
Sedangkan di dalam kosnya, Revan juga termenung. Ia sendiri juga tidak begitu yakin, apakah Salmia menaruh hati padanya atau tidak. Revan sedang mengupayakan yang terbaik untuk karirnya agar bisa percaya diri saat meminang Salmia. Namun ia juga tidak ingin terlalu berharap pada Salmia. Bagaimanapun Salmia adalah perempuan idaman banyak laki-laki di luaran sana.
Rahman dan Revan sama-sama berjuang dengan kehidupan dan kisah cintanya masing-masing.
...----------------------------...
Flashback on
Beberapa anak kecil kelas 3 SD hendak masuk ke dalam kelas.
"Bela, Rahman suka sama kamu tuh" Teriak salah satu teman laknat Rahman. Rahman memang menyukai bella, namun ia tidak ingin mengungkapkannya.
"Ihh siapa yang mau sama Rahman, hitam, dekil, ga ganteng" Jawab bela tanpa perasaan.
Sontak Rahman malu dan sakit hati. Tapi ia berusaha tidak keliatan lemah.
"Kamu sih pake bilang segala. Lagian aku ga suka-suka banget sama si bella" Ucap Rahman pada temannya tadi yang berteriak ke bella.
Meski begitu, sikap bela sangat menggores hati Rahman, mana setelah itu bella tidak ingin dekat dengannya lagi. Ia menjadi benci dengan bela, namun tidak dendam. Ia akhirnya memiliki trauma dan tidak berani mengungkapkan perasaan pada siapapun. Ia sadar diri bahwa dia memang tidak tampan dan takut di tertawakan seperti saat bela mengejeknya, jika mengungkapkan perasaannya.
Flashback off
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Salis R_
Adakah yang mengalami hal yang sama dengan Rahman dan Revan? 😁🙏
2022-11-01
1