Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat.
Memasuki H-4 Pernikahan.
Keluarga Salmia sudah mulai riweh masak-masak untuk munjung . (munjung, dalam bahasa Jawa artinya memberi makanan penghormatan kepada orang yang di hormati di desa itu dan kepada beberapa kerabat dekat di desa itu beberapa hari sebelum pernikahan).
Salmia sedang kebingungan. Bapaknya butuh uang tapi mas Rahman belum transfer juga. Salmia mau minta tapi merasa ngga enak, kalo ngga minta kok keburu bapaknya bingung. Salmia yang seharusnya bahagia mendekati hari H malah tampak begitu pusing dan sering tidak bisa tidur nyenyak, baik pagi atau malam.
Sedangkan Rahman masih terus fokus mencari uang, karena janjinya pada Salmia. Uangnya baru terkumpul 3 juta, masih butuh 7 juta lagi. Rahman juga meminjam ke beberapa temannya.
"Mas, sudah ada uang belum?" Pesan dari Salmia.
Rahman bingung. Mau jawab masih kurang 7 jt tapi takut Salmia akan kecewa karena ia sudah janji.
"Sudah dek, tapi rencana mau dikasih pas hari H saja dek. "
Akhirnya Rahman berbohong. ia berharap ada keajaiban dan menambal kekurangan secepatnya.
"Oalah Alhamdulillah, kalo salmia minta 2 juta dulu gimana mas.. mau buat beli kardus. " Ucap Salmia dengan tidak enak hati.
"Oh iya dek habis ini tak kirim segitu ya dek.. " Ucap Rahman.
"Iya mas makasih banyak ya.. seserahan juga udah selesai kan mas,, mahar? "
"Maaf dek, masih ada yang belum.. Mahar juga belum dek. "
"Ya Allah mas, ini H-4 loh.. "
"Iya dek maaf ya dek.. InsyaAllah mas cariin nanti.. "
"Mas niat nggak sih mas nikah sama aku. Aku capek tau mas, selalu aku yang mikirin persiapannya. Dan mas tuh nggak sat set, dari makeup, dekor, fotografer pun aku yang ingetin kalo udah harus booking, kalo telat kita nggak dapat slot. Sekarang seserahan dan mahar juga belum siap. "
Mak deg. Hati Rahman sakit mendengarnya. Bukannya ia tidak mau memikirkan semuanya, tapi Rahman mencari uangnya saja sudah pusing banget, ditambah tekanan dari keluarga dan teman-temannya.
Teman-teman dekatnya mulai protes karena Rahman sudah jarang nimbrung dan mentingin calon istrinya. Hingga terjadi cekcok di antara mereka. Padahal Rahman juga sudah menyempatkan waktu kadang-kadang untuk ikut nongkrong. Itu sudah beban sendiri untuk Rahman.
Keluarga besarnya juga memojokkan Rahman, harus tegaslah, harus inilah, harus itulah. Bukan di support dan ditanyakan butuh bantuan apa, malah ditekan. Belum lagi debat dengan ibunya mengenai seserahan dan mahar. Ibunya tidak suka Rahman menghabiskan banyak uang uang untuk seserahan karena kakaknya dulu tidak begitu, dan ingin maharnya make cincin lamaran kemarin saja. Rahman begitu frustasi.
Namun Salmia juga tidak sepenuhnya salah. Salmia juga memiliki bebannya sendiri menjalani cobaannya ini. Salmia tidak tahu dengan keadaan Rahman yang sebenarnya. Setahu dia Rahman sudah bekerja cukup keras mencari uang dan tidak tahu kalo Rahman masih kesulitan mencari uang.
Rahman dan Salmia sama-sama di uji dengan kesulitannya masing-masing.
"Maaf dek. Mas nggak bermaksud gitu dek.. Mas juga mikirin itu, namun persiapan mas di sini juga banyak dek, koordinasi keluarga, mas cari uang juga.. maaf ya dek kalo belum sempurna.. mas usahain secepatnya selesai ya dek.. "
"Iya mas.. gapapa.. maafin Salmia ya kalo ada kata-kata yang menyinggung.. "
"Iya dek gapapa.. emang mas yang salah dek.. "
"I love you mas.. "
"I love you too dek.. "
Kini uang Rahman tinggal 1 juta. Entah apa cukup untuk melengkapi seserahan yang kurang dan belum lagi mahar. Sebenarnya Salmia hanya minta mahar sederhana, emas 2 gram saja. Namun Rahman masih saja kesulitan. Kepala Rahman cenut-cenut.
...****************...
Baik Rahman maupun Salmia masih tetap merasa frustasi dengan keadaan yang mereka alami menjelang pernikahan mereka. Namun mereka tetap saling menguatkan.
H-2 Pernikahan.
"Assalamu'alaikum mas.. jangan lupa ya jam 9 pagi udah sampai sini soalnya jam 11 harus sudah sampai KUA. "
ucap Salmia pasa Rahman lewat aplikasi hijau.
"Waalaikumsalam dek, iya dek.. Mas sudah mau berangkat kok ini.. "
"Oke siap mas.. "
Setelah 2 jam berlalu, akhirnya Rahman sampai di rumah Salmia. Rahman, Pak Aman dan Salmia berangkat bersama menuju KUA. Hari ini ada jadwal registrasi ulang, pembayaran biaya akad, dan latihan ijab qabul.
Setelah menempun perjalanan 30 menit, mereka sampai di KUA, dan mengikuti panduan dari para pengurus KUA.
"Alhamdulillah semuanya sudah selesai nggih pak, mbak, mas.. Perlu saya sampaikan bahwa besok akad nya tidak boleh di dalam kerumunan, jadi saya minta untuk di carikan tempat sendiri untuk akadnya karena masih kondisi Covid-19. Acara jam berapa nggih di undangan? "
Ucap Pak Naib panjang lebar. (Naib : penghulu).
"Jam 9 Pak.. " Jawab Salmia.
"Oh berarti akadnya jam 8 ya.. biar pas tamunya belum datang. "
"Baik Pak.. "
Rahman, Salmia, dan Pak Aman pun pulang ke rumah Pak Aman. Setibanya di rumah Salmia menanyakan apakah mahar sudah siap, karena besok H-1 Rahman harus sudah ikut persiapan di rumah Salmia.
"Maaf dek, mas belum beli maharnya. "
Kali ini Salmia sudah lebih sabar. Ia ingin memahami Rahman. Mungkin memang Rahman belum sempat atau bagaimana.
"Oalah iya gapapa mas.. Semangat ya mas.."
"Makasih banyak ya dek, sudah ngertiin mas.. maaf ya dek.. "
"Iya gapapa mas.. Adek ngerti kok, mas juga persiapan banyak kan.."
"Iya dek.. "
...****************...
Tibalah H- 1 Pernikahan.
Seharian ini Rahman sudah lelah bekerja, ditambah mencari barang seserahan yang kurang.
Karena Salmia sudah terbawa emosi H-1, sudah siang hari belum juga selesai seserahannya. Salmia marah-marsh pada Rahman. Entahlah Salmia sudah lelah sepertinya dan tidak bisa berpikir jernih karena dia juga memiliki tekanan.
Rahman juga lelah. Kepalanya pusing, batinnya tertekan. Salmia sudah marah-marah, ditambah uang masih kurang banyak. Ia sudah tidak tahu harus bagaimana lagi.
Akhirnya Ia pergi mencari barang seserahannya ditemani Rara, adik Salmia yang kebetulan sedang magang di Talangbunga, sekitar rumah Rahman. Karena setidaknya Rara bisa membantu memilih barang yang tepat, takutnya Salmia akan kecewa lagi. Mereka pergi ke beberapa tempat hingga menemukan barang yang dibutuhkan.
Rencana Rahman akan ke rumah Salmia hari ini karena besok sudah masuk resepsi dan harus nerima tamu, namun belum akad. Akad nya hari berikutnya. Itu memang sudah adat di desa itu, sehari sebelumnya sudah resepsi menerima tamu. Jadi Rahman sekalian mengajak Rara untuk berbarengan saja.
"Ra, mampir ke rumah bentar ya, mau ambil perlengkapan buat besok sekalian pamit bapak ibu.. "
"Oke mas. "
Sebuah hal tak terduga terjadi. Disaat Rara datang ke sana, lagi-lagi ibu Rahman mengajak Rahman berdebat. Beliau tidak mengizinkan Rahman berangkat hari ini. Aneh. Jelas-jelas besok sudah acara kok nggak di izinin.
Kemudian Rahman membahas kalo akadnya diajuin jam 8 pagi, tapi tamu tetep jam 9. Ibunya malah marah-marah.
Dah bahkan marah ke Rara.
"Keluargamu kok sukanya dadakan ya, seenaknya sendiri. Jawab.. "
Sontak Rara kaget dan ketakutan. Dia diam saja.
Rahman meminta Rara menunggu di kamar Rahman saja. Rara pun menurut. Dan lanjutlah terjadi perdebatan besar di antara Rahman dan ibunya. Bahkan masih terus menyalah-nyalahkan keluarga Salmia.
Padahal Rahman sudah berulang kali menjelaskan bahwa itu keputusan penghulu bukan maunya Salmia dan keluarganya. Namun ibunya tetep marah dan tidak mengizinkan Rahman ke rumah Salmia hari ini.
Rahman semakin frustasi dengan ibunya. Karena mereka berdebat besar tidak ada habisnya kalo Rahman tidak mengalah. Akhirnya Rahman pergi saja dan mengajak Rara keluar rumah. Mereka pun ke warung makan terdekat.
"Mas aku chat ke kakak laki-laki ku aja ya biar dijemput.. "
"Iya Ra..maaf ya Ra.. maafin ibuku juga.. "
"Iya mas.. "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments