Bunga di halaman rumah keluarga Salmia bermekaran indah dengan warna-warni cantiknya. Mereka seakan tahu jika tuan rumahnya sedang jatuh cinta.
Salmia saat ini hanya fokus pada laki-laki yang telah dipilihnya untuk menjadi pendamping hidupnya, Rahman.
Memang masih banyak laki-laki yang menyukainya bahkan terus berdatangan untuk mengajaknya menikah, dan selalu Salmia tolak. Salmia seperti begitu yakin dengan Rahman, tidak ada keraguan dalam hatinya.
Ia memang belum sepenuhnya mencintai Rahman namun rasanya sudah seperti ada ikatan di antara keduanya karena setiap belum mendengar kabar Salmia akan khawatir. Salmia juga sudah jarang berkirim pesan dengan Revan.
Selama beberapa bulan ini Rahman dan Salmia hanya berhubungan lewat pesan online saja. Namun Rahman selalu meluangkan waktu untuk Salmia di sela-sela aktivitasnya.
“Malam dek, lagi apa?” tanya Rahman lewat aplikasi hijau.
Seperti biasa setiap malam Rahman masih menemani Salmia yang susah tidur, menemani lewat online hingga Salmia bisa tertidur. Tidak fulltime, karena Rahman juga tetap bekerja di malam hari sebagai driver SP ataupun mengerjakan tugas kuliahnya.
“Malam mas, adek lagi tiduran aja, bingung juga mau ngapain kalo lagi takut gini..” jawab Salmia
“Sabar ya dek, semoga mas bisa segera nemenin kamu di sampingmu, tidak hanya online seperti ini. Sementara sabar dulu yaa..”
“Iya mas wkkw sans gini aja udah seneng kok..”
“Dek mas kangen..”
“Wwaduh wkwkk.. sabar ya mas.. belum waktunya untuk kita.. kita kan harus membatasi pertemuan agar tidak terjadi pelanggaran kemaksiatan.. hawa nafsu kan tidak ada yang tahu mas..”
“wkwk iya bener dek.. ini yang mas suka dari adek,, adek itu sholihah..”
“ihh engga yoo..” kilah Salmia.
“iya yooo huuu wkwk” Jawab Rahman
“Ga sabar sebentar lagi insyallah ketemu pas lamaran ehe..” Ucap Rahman lagi
“Iya mas.. adek juga gak sabar dilamar mas.. ekek..”
“Semoga dilancarkan, dimudahkan semua ya dek.. aamiiin” balas Rahman dengan senyum-senyum sendiri.
Jujur saja Rahman begitu bahagia, ia tidak menyangka akan menikah dengan Salmia.
“Iya mas aamiin ya Allah..” Salmia juga tersenyum bahagia.
Sebelumnya Rahman sudah pernah ke rumah Salmia dan menyampaikan niat baik untuk melamar Salmia, dan orangtua Salmia sudah merestui mereka. Mereka juga sudah menetapkan tanggal lamaran resmi dengan disaksikan tetangga dan tokoh masyarakat setempat.
...****************...
Hari H lamaran di rumah Salmia.
Semua yang ada di rumah Salmia sudah sibuk dengan tugas masing-masing. Para tetangga membantu memasak, ada yang menyiapkan tikar, juga minum.
Salmia hanya membantu sedikit lalu izin pada ibunya untuk berdandan. Ia ingin terlihat cantik di depan calon suaminya.
“Dek, mas dan rombongan udah hampir sampai rumah kamu dek..”
“oalah iya mas siapp..”
“emm dek kalo waktunya diajuin dari janjian sebelumnya bagaimana dek, ini dari keluarga sopir ada keadaan darurat jadi nggak bisa lama-lama.. maaf banget dek.. ini mas cuma disuruh menyampaikan..”
“Wwaduh mas,, kalo itu aku gak tahu,, ini kan mengundang tetangga-tetangga, RW RT Dukuh,, sedangkan kalo ngajuin waktu tuh pihak kita harus datengin ulang rumah mereka semua. “
“Walah dek maaf banget ya dek..”
Tak selang lama, terdengar suara mobil mulai parkir ke depan rumah. Tepat pukul 08.00 WIB. Padahal undangan acara jam 09.00 WIB. Bapak ibu Salmia dan beberapa tamu yang sudah datang menyambut rombongan mas Rahman.
Setelah semua duduk, salah seseorang yang dianggap sesepuh dari rombongan Rahman buka suara.
“Maaf Pak Bu, ini di desa gak ada yang kerja kan, kalo misal acara diajukan bagaimana nggih? Soalnya kami ada hal darurat, pak sopirnya gak bisa lama-lama..”
Sontak semua tamu merasa heran, terutama paman Salmia. Tidak semua orang di desa itu menganggur, bahkan malah pagi begini biasanya ke ladang untuk mencari pakan sapi, kambing atau bahkan tanam menanam. Tidak bisa juga kalo dadakan.
Rasanya kurang senang dengan sikap sesepuh dari pihak Rahman, namun karena menghormati mereka, dengan berat hati bapak dan beberapa orang yang membantu kamipun segera mendatangi rumah-rumah tamu undangan untuk memajukan acara.
Akhirnya setelah menunggu beberapa puluh menit, 80 persen saksi dari desa Salmia sudah hadir.
Pak RW pun memulai acara.
Ditengah acara, lagi-lagi sesepuh Rahman mengatakan hal yang mencengangkan dan membuat para tamu geleng-geleng.
“Nyuwun ngapunten sakderenge, niki pihak mas Rahman mboten mbeto penisetan dan paseksen, pihak mas Rahman dereng siap.” Ucap beliau dengan menggunakan bahasa jawa.
(Translate : “Mohon maaf sebelumnya, ini pihak mas Rahman tidak membawa tali pengikat seperti cincin emas, dan juga tidak membawa uang kesaksian, pihak mas Rahman belum siap.”)
Terlihat Rahman ingin protes atas ucapan sesepuh itu namun ibunya malah melarang Rahman.
“Rasanya ada yang aneh “ batin Salmia.
Para saksi merasa kurang senang. Adat di desa Salmia jika ada yang lamaran, pihak laki-laki harus membawa cincin pengikat dan uang kesaksian untuk dibagikan pada saksi lamaran. Jelas-jelas sesepuh dari Rahman dulunya adalah orang Sabana, iapun pastinya mengerti dengan adat sini.
Namun keluarga Salmia tetap menerima lamaran Rahman karena Salmia mengatakan mau menerima. Dan bapaknya Salmia memberikan uang kesaksian menggunakan uangnya sendiri bukan dari pihak laki-laki.
Setelah rombongan mas Rahman pulang, bapak Salmia diskusi dengan Salmia.
“Sal, Rahman mau nilkahin kamu itu punya uang tidak? Kamu tahukan adat nikah disini bagaimana, setidaknya pihak laki-laki juga harus membantu biaya pernikahan, karena kalo bapak sendiri ya tidak mampu Sal, tahu sendiri bapak sedang tidak punya uang. Bapak nerima lamaran Rahman karena waktu itu kamu bilang Rahman bakal bantu biaya nikah, bapak kira dia memang sudah siap finansial..” tanya bapaknya Salmia panjang lebar.
“Iya nduk, tadi aja kita bayar uang kesaksian dan makan tamu hari ini itu hutang dulu biar acara kalian lamaran lancar.. kita mengizinkan kalian menikah karena kami pikir Rahman punya uang untuk pernikahan maupun untuk masa depan kalian, mau nikah sederhanapun butuh biaya Sal.. ibu bapak lagi gak ada uang..” Sambung ibunya Salmia.
“Iya bu, nanti tak tanya mas Rahman yaa..”
“Iya .. dan harusnya tadi kamu dikasih pengikat kayak cincin gitu, dimana-mana kalo orang lamaran kayak gitu, tapi ini enggak. . mereka sudah tahu adat sini belum sebenarnya.. kan sesepuhnya dulu orang sabana kok gak tahu adat sini.. “
“Nggak tahu bu, pak, nanti tak tanya mas Rahman..”
Terlihat raut muka kecewa dari orangtua Salmia. Mereka mengizinkan Salmia menikah disaat mereka sedang tidak ada uang dikarenakan Salmia bilang Rahman akan membantu biaya.
Kalo misal tidak bantu, mungkin orangtua Salmia belum siap untuk menikahkan mereka, karena sesederhana apapun tetap membutuhkan banyak uang.
Hanya lamaran saja tadi sudah mengeluarkan lebih dari 1,5 jt itupun hutang. Bagaimana kalo resepsi pernikahan, atau sebatas syukuran aja deh, pasti tetep mengeluarkan banyak uang. Mereka bahkan tidak ingin membayangkannya. Biaya kuliah Salmia saja masih berkekurangan apalagi ditambah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
teti kurniawati
semangat 😊
2022-11-16
1