Ceklek. Suara pintu ruang rawat Rena terbuka. Terlihat sosok Haris keluar ruangan dengan wajah muram.
"Bagaimana, nak? Apa yang kalian bicarakan? Rena mengatakan sesuatu padamu?" ibu Rena bergegas menghampirinya begitu tahu Haris keluar.
Hanya gelengan kepala lalu tak lama kemudian terbit senyuman dipaksakan.
Tanpa menunggu lama ibu Rena langsung masuk ruangan rawat Rena.
Vio mencoba untuk mendekati Haris bermaksud untuk menanyakan sesuatu, namun Vio paham bahwa Haris saat ini butuh waktu sendiri. Lalu ku urungkan niatku untuk bertanya dengan mundur satu langkah kemudian aku melewatinya dan masuk ke ruang rawat Rena.
Begitu Vio masuk, dia mendapati Rena menangis dalam pelukan ibunya. Sedih dan pilu pastinya yang dirasakan Rena.
"Astaghfirullah. Cobaan apa yang telah Kau berikan pada Rena selama ini, semoga ada akhir nikmat yang indah buat Rena" batin Vio sembari melihat ibu dan anak berpelukan dengan penuh kasih sayang.
Karena tidak bermaksud mengganggu keheningan mereka berdua, Vio lalu balik badan dan segera keluar. Di luar Vio mendapati Haris duduk di kursi tunggu sambil termangu. Seolah ada yang dipikirkan olehnya.
"Haris! Mungkin kamu bisa pulang pagi ini. Biar aku dan ibu yang menjaganya. Kamu harus bekerja juga kan?" Vio coba mendekati dan berkata dengan hati-hati.
Drrrttt ddrrrrttt..getaran panggilan dari ponsel Vio. Di situ tertera panggilan dari maminya. Segera Vio mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum, ya mi? Ada apa?" sapa Vio.
"...."
"Baiklah" jawab Vio kemudian.
Setelah meletakkan ponselnya ke dalam tas slempangnya, kaki Vio melangkah maju menuju ruang rawat Rena.
"Ibu, Rena, mohon maaf ternyata aku harus pulang sekarang" ucap Vio sambil memeluk Rena.
"Maaf ibu ternyata Vio harus pulang dulu. Lalu biar Haris yang menunggu Rena dulu, bu. Lebih baik ibu pulang istirahat dulu. Dari semalam ibu belum istirahat. Nanti begitu Vio sampai rumah Vio akan meminta tolong sama Bi Ani buat kesini bantuin jaga Rena. Bagaimana?" dengan menatap Rena dan ibu bergantian. Namun wajah Rena tampak begitu sedih ketika Vio menyebut nama Haris.
"Ren, Haris sudah berjanji tidak akan meninggalkanmu. Semua ini berawal dari hubungan masa lalu Haris. Maaf aku harus mengatakan ini padamu" Vio tidak ingin Rena larut dalam kesedihannya. Vio hanya ingin Rena tahu bahwa calon suaminya itu masih peduli dengannya.
"Sudahlah, Vi. Kamu pulang saja. Aku sudah baikan kok. Nanti jika kamu sudah luang kamu bisa ke sini lagi" senyum Rena tampak terpaksa hanya ucapannya tampak begitu tulus. Sebuah kasih sayang seorang sahabat yang begitu tulus.
"Iya, nak. Pulanglah dulu. Ibu ada di sini. Jangan khawatirkan ibu dan Rena. Terimakasih ya, nak sudah membantu kami" ucap tulus ibu Rena.
"Jangan lupa makannya terus dijaga ya. Biar cepat sehat dan toko rotimu menunggumu" canda Vio supaya Rena bisa sedikit tak bersedih.
"Iya, bawel" jawab Rena tidak ingin sahabat kecilnya ini khawatir. Rena mencoba tetap tersenyum dan baik-baik saja. Apa yang sudah terjadi padanya itu adalah takdirnya. Dan dalangnya sudah mendapat balasan setimpal tinggal pelaku pemerkosanya yang belum tertangkap karena dalangnya masih bungkam.
Vio pun melangkah keluar setelah berpamitan.
Sampai di rumah, Vio memeluk maminya.
"Bagaimana kabarnya Rena, Vi?" tanya mami tampak ikut khawatir.
"Papi sudah menceritakan semuanya. Sekarang papimu sedang mengurusi sisanya. Sudah kamu jangan khawatir ya. Pelaku pemerkosaan itu pasti akan segera ditemukan" ucap mami sambil menghapus air mata Vio yang sudah meleleh tanpa ijin.
Vio tidak bisa berkata-kata karena sudah sangat lelah. Dia butuh istirahat ekstra agar nanti bisa menemani dan menghibur Rena dengan baik. Vio bersandar dipelukan maminya seperti anak kecil yang butuh sandaran.
"Sekarang istirahatlah" perintah mami Vio.
Viopun menanggukkan kepalanya dan sebelum itu meminta mami untuk bicara sama Bi Ani. Mami tahu maksud Vio sehingga tanpa Vio berkata pun sudah memahaminya. Segera Vio beranjak naik ke lantai atas menuju kamarnya dan mami segera memanggil Bi Ani dan memintanya sesuia instruksi Vio. Bi Ani pun segera menuju ke rumah sakit pusat dengan membawa perbekalan buat Rena juga ibunya.
Di dalam kamar, Vio setelah membersihkan diri kemudian menscroll story aplikasi birunya. Tampak di sebuah akun pujaan hatinya foto seorang Prayoga sedang memegang tangan seorang perempuan disertai caption "menarilah dihatiku".
Hati Vio terasa sedih. Diakui memang dihati kecilnya masih merindukan laki-laki itu. Dia merindukan suaranya yang selalu mengisi hari-harinya sebelumnya.
Air matanya menetes kembali tanpa dikomando. Kemudian dia mengusapnya lalu berkata "Aku tidak boleh menangisi hal yang tidak jelas itu. Bodoh kamu, Vi" senyum tipis menyeringai tampak dibibir mungilnya.
Tidak mau berlarut dalam kesedihannya, Vio segera mematikan ponselnya kemudian pergi beristirahat. Agar nanti disaat ketemu Rena badannya sudah fresh.
Hari sudah siang. Tak lupa Vio melaksanakan kewajibannya untuk sholat kemudian dia bergegas makan. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Rena.
Setelah ponsel dia nyalakan, terdapat banyak notif. Ada Farel papi juga Rena. Sebelum menelpon Rena Vio menelpon papinya terlebih dulu.
"Assalamu'alaikum pi, ada apa papi menelpon Vio?"
"....."
"Baik, biarkan Vio yang kesana" ucap Vio dengan sorot mata tajam.
"Kamu dimana?"
"......"
"Temui aku di gudang semalam" Vio menelpon pengawal pribadi papinya.
Setengah jam kemudian mereka berdua sampai di gudang kemarin. Segera Vio masuk dengan langkah lebar. Begitu pula Jimy sang pengawal pribadi papinya.
Begitu masuk gudang, Jimy mengguyur pelaku itu dengan air dingin sontak pelaku itu terbangun dengan tubuh yang menggigil.
"Rupanya kamu yang sudah menghancurkan masa depan saudaraku? Dibagian mana yang kau gunakan itu ha?" teriak Vio. Namun pelaku itu tampaknya meremehkan Vio hanya karena seorang perempuan.
"Hahahaha..kamu hanya menggertakku gadis ingusan" remeh pelaku pemerkosa itu.
"Ohoo..kamu meremehkanku hanya aku seorang gadis? Ok. Kamu lihat bagaimana aku bekerja" lalu sebuah tendangan meluncur dari kaki Vio hingga pelaku itu terpental jauh lima meteran.
Tubuh pelaku itu kekar. Memang wajahnya lumayan tidak begitu jelek. Namun tetap saja dibawah kaki Vio akan kalah karena kekuatan tendangan Vio sangat kuat.
Seketika pelaku itu menyemburkan darah dari mulutnya. Sekarang melihat tatapan Vio yang begitu nyalang membuat pelaku itu bergidik.
"Ka..kamu. Apa yang kamu lakukan padaku?" ucapnya terbata-bata.
"Memberimu pelajaran. Bagaimana tenagaku? Masih tidak percaya pada kekuatan perempuan?" senyum kejam tampak di wajah Vio yang cantik.
"Aku bahkan tidak percaya bahwa kamu wanita berhijab yang terlihat lembut" ucap pelaku itu tak percaya dengan penampilan Vio seperti yang dia lihat. Memang tidak meyakinkan bahwa Vio memiliki kekuatan bela diri yang kuat.
"Katakan! Kenapa kamu mau melakukan itu pada saudaraku?" pelintir jari tangan pelaku oleh Jimy hanya dengan sebuah isyarat dari Vio.
"Aaaaa.." teriak pelaku.
"Cepat katakan!" gertak Vio.
"Ka..ka..karena Rena pernah menolakku dulu. Dan kebetulan aku adalah sepupu Fifi" aku pelaku.
Vio yang mendengarnya pun kaget.
"Kenapa?! Kaget ya?" kata pelaku memprovokasi dengan tertawa terbahak. Namun setelahnya, Jimy melakukan sisanya. Vio pun pergi melangkah keluar menuju ke rumah sakit. Tadi setelah menelpon Jimy Vio menelpon Rena dan Rena masih di rumah sakit hari ini Rena sudah diijinkan pulang. Maka dari itu Vio ingin menjemputnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments