Sepanjang jalan Vio beserta papinya juga kekasih Rena menyusuri jalanan mencari keberadaan Rena. Mami Vio tidak ikut karena tidak diijinkan Vio dan Pak Atmadja karena hari sudah larut malam. Setelah mengantar mami pulang, papi dan Vio pergi ke rumah Rena. Kebetulan melihat kekasih Rena, Haris sedang memarkirkan sepeda motornya di depan rumah Rena. Kemudian mereka bertiga memasuki rumah Rena bersamaan. Seorang ibu paruh baya membukakan pintu rumah. Tampak sendirian di rumah.
"Assalamu'alaikum, ibu. Gimana kabarnya?" sapa Vio dengan mencium tangan ibu Rena dengan takzim.
"Wa'alaikumsalam. Alhamdulillah baik, nak. Dimana Rena, nak? Kenapa Rena tidak ikut bersama kalian pulang?" tanya ibu Rena yang tiba-tiba merasa gelisah dan panik karena tidak melihat keberadaan Rena anak kesayangannya itu.
Semua terbengong mendengar ucapan ibu Rena. Saling mentap satu sama lain.
"Ibu, Rena tidak bersama kami. Kami justru mau memastikan keadaannya. Soalnya dari tadi Vio sudah menghubungi Rena tapi ponselnya tidak aktif" ucap Vio hati-hati khawatir melukai hati ibu Rena yang sudah sakit-sakitan itu.
Seketika ibu Rena menangis lirih. "Kemana kamu, Ren?" ucap ibu Rena sambil tersedu.
"Ibu tenang saja ya. Kami akan mencarinya" kali ini Haris yang menenangkan ibunya Rena dengan perhatian yang sangat tulus dari tatapan matanya.
"Beruntung kamu, Ren, mendapatkan laki-laki idamanmu" batin Vio ketika melihat interaksi ibu dan calon menantu itu.
"Sebentar papi akan mengerahkan anak buah papi" sela papi Vio disertai anggukan Vio dan Haris.
"Cari Rena sampai ketemu malam ini juga. Cek CCTV hotel. Jika tidak terlacak ajak dia untuk melacaknya" perintah papi pada seseorang diseberang telepon sana. Tanpa orang lain tahu siapa orang-orang suruhan papi itu, Vio lebih tahu cara kerja papinya. Bahkan dapat lebih kejam jika itu menyangkut keluarganya. Viopun pernah diajari papinya ilmu bela diri. Karena merasa bahwa dia memiliki seorang putri yang khawatir bisa terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan maka Vio dilatih bela diri sampai tingkat tertinggi. Hanya Vio tidak pernah memamerkan itu. Di kalangan bisnisnya papi Vio terkenal kejam jika melawan musuh. Namun berhati dermawan. Suka membantu orang yang dalam kesusahan. Contohnya ibunya Rena. Berkat keluarga Vio, Rena dan ibunya bisa membangun usaha kecil-kecilan itu.
"Papi sudah mengirim foto Rena yang tadi kamu kirimkan ke papi untuk disebar ke anak buah papi. Tenanglah doakan Rena baik-baik saja. Setahu papi Rena masih bisa membela dirinya sendiri karena papi tahu bagaimana Rena" nasehat papi untuk menenangkan Vio yang sudah sangat panik sedari tadi.
"Iya, pi Vio percaya sama papi. Tapi masalahnya Rena tidak sejago itu, pi. Vio takut meskipun Rena mampu melakukan itu namun jika bertemu orang yang lebih kuat dan jahat bagaimana, pi?" ucap Vio dengan bibir bergetar.
"Tenanglah. Berdoalah Rena tidak kenapa-kenapa" ucap papi menenangkan anaknya.
"Kita pasrah saja sama yang Di Atas, nak Vio" lirih ibunya Rena. Dipandanginya raut wajah lesu ibunya Rena itu dengan pandangan sedih. Namun tampak sebuah kata keikhlasan di wajah ibunya Rena. Seolah-olah ikhlas menerima keadaan Rena putri kesayangannya.
"Bagaimana bisa seorang ibu yang tampak pasrah itu? Jika sampai aku menemukan Rena kenapa-kenapa tidak ada kata diam ataupun bernafas dengan tenang" batin Vio.
"Jika hal itu terjadi aku akan mengejar pelakunya sampai ujung dunia sekalipun" lanjut batin Vio.
Nada dering ponsel Vio membuyarkan lamunannya.
"Assalamu'alaikum, mi? Ada apa?" mami Vio menelpon ikut merasa cemas. Bagi mami Vio, Rena sudah seperti anaknya sendiri.
"......"
"Mami jangan khawatir ya. Mami jaga kesehatan mami saja dulu. Nanti kami kabari jika sudah ketemu" jawab Vio.
"Bagaimana?" suara papi Vio yang juga menerima telepon dari bawahannya bersamaan panggilan mami berakhir.
"......"
Lalu papi Vio memperlihatkan video hasil CCTV hotel tadi sore. Disitu terlihat Rena sedang dipapah keluar seorang perempuan.
Tunggu...
"Perempuan?" tanya Vio setelah melihat video itu.
"Siapa dia? Apakah Rena memiliki musuh?" tanya Vio lagi.
Haris masih mengamati video itu. Tampak sambil berpikir Haris berulangkali memutar video tersebut.
Lalu, "Sepertinya gerak tubuhnya tidak asing bagiku" gumam Haris.
"Siapa, Ris?" tanya Vio penasaran.
"Emm..siapa ya.." tampak Haris berpikir keras.
"Fifi! Ya aku tidak salah lagi. Fifi perempuan itu" seru Haris.
"Fifi?" tanya Vio berbarengan papinya Vio.
"Iya. Perempuan yang membawa Rena itu sepertinya Fifi. Tapi apa motifnya? Lalu dari mana dia bisa tahu kalau Rena ada di sana?" tanya bingung Haris.
"Apa hubunganmu dengan Fifi, Ris?" selidik Vio dengan tatapan tajam mengarah ke Haris.
"Fifi itu mantanku. Tapi sungguh aku tidak menyangka bahwa Fifi bertindak senekat itu pada Rena. Bahkan aku tidak pernah berhubungan dengannya semenjak aku memutuskan dia" terang Haris pacar Rena.
"Kamu pernah mengatakan sesuatu kepada temanmu bahwa Rena akan menghadiri sebuah acara mami papiku?" selidik Vio lagi yang semakin geram.
"Tidak" jawab Haris tegas. Karena memang Haris tidak suka mengabarkan bahwa pacarnya itu teman dekat keluarga konglomerat.
"Lalu bagaimana bisa dia bisa tahu keberadaan Rena? Jika sampai dia macam-macam sama Rena, aku tidak akan perlu sungkan lagi" ucap Vio marah sambil menggenggam jemarinya hingga memerah.
"Bawa Rena pulang ke rumahnya. Dan antarkan pelakunya ke kantor polisi segera" perintah Pak Atmadja kepada bawahannya itu di sela selidik Vio terhadap Haris.
Malam sudah semakin larut. Namun Rena tak kunjung juga pulang.
"Pi, bagaimana? Apakah anak buah papi sudah menemukannya?" tanya Vio tidak sabar.
"Kamu sabar ya. Semoga Rena baik-baik saja" jawab papi sambil mengelus punggung anaknya itu dengan merangkulnya.
Papinya tahu kesedihan Vio terhadap Rena. Mereka sudah seperti keluarga sendiri. Jadi orang tua Vio sudah menganggap Rena seperti anaknya sendiri. Bahkan sekolah Rena yang menanggung papinya Vio.
"Iya, pi" jawab tak berdaya Vio.
Brmmm..terdengar suara mobil menghampiri rumahnya Rena. Kemudian segera turun dan berlari tergesa-gesa menghadap papinya Vio.
"Maaf, tuan Atmadja. Kami sudah menemukan nona Rena di sebuah gudang hotel Sahara". Ya hotel Sahara adalah hotel tempat mami papi Vio mengadakan acara anniversarynya.
"Apa?! Hotel Sahara? Bukankah kita dari sana, pi?" tanya Vio kepada papinya.
"Bagaimana keadaan putriku tuan?" tanya ibu dengan isakan tangisan mendengar kabar itu. Lalu kami semua menoleh ke ibunya Rena sambil mendengarkan penjelasan para anak buah papinya Vio.
"Ee..ee..maaf nona Rena sekarang ada di rumah sakit. Karena tadi kami menemukan nona Rena dalam keadaan buruk" jelas bawahan papi.
"Apa?!" ibu Rena tersentak kaget.
Begitu pula Vio dan Haris yang bersamaan melontarkan kata tanya itu.
"Iya, nona Vio, tuan Atmadja" anak buah papi itu tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Pasti terjadi sesuatu yang parah terhadap Rena" batin Vio. Papi tahu apa yang dipikirkan Vio. Seolah-olah papinya Vio memiliki telepati sehingga mampu mengetahui isi pikiran Vio.
Kemudian tak memakan waktu lama mereka melesat ke rumah sakit. Di sana Rena dijaga ketat oleh para anak buah Pak Atmadja.
"Aku tidak akan melepaskan pelakunya" lirih Vio hingga meremas bajunya tanpa disadari papinya selalu mengkhawatirkan putri semata wayangnya ini. Ia tahu bahwa Vio akan berbuat nekat terhadap pelakunya. Itulah kejelekan Vio dilain sisi keanggunannya Vio mewarisi darah papinya. Tidak perlu babibubebo siapa yang berani menyenggol orang terdekat dan terkasihnya jangan berharap akan selamat seutuhnya.
Erat. Sangat erat tangan papi menggenggam tangan Vio. Lalu memberikan tatapan penuh arti yang mengatakan bahwa "jangan kamu lakukan itu, nak. Ingat masih ada hukum. Biar hukum yang menjeratnya sesuai perbuatannya".
Tapi bukan Vio namanya jika belum menyelesaikan sampai tuntas.
Segera mobil sampai di depan rumah sakit. Vio dan ibunya Rena serta diikuti Haris dari belakang mereka mengikutinya memasuki lorong-lorong rumah sakit hingga sampai ke depan pintu ruang Instalasi Gawat Darurat.
Tampak di sana beberapa anak buah papinya Vio. Lalu Vio mendekati mereka. Dengan hormat mereka menganggukkan kepalanya sebagai tanda hormat.
"Siapa pelakunya? Cepat katakan!" teriak Vio sudah sangat marah. Kemudian papi berusaha menenangkan hati putrinya yang sudah gelap itu.
"Sabar, nak, sabar. Ingat masih ada mami yang mengkhawatirkanmu. Mami tidak mau kamu bertindak gegabah, Vi" cegah papi sambil memeluknya erat. Lalu mendudukkan Vio ke kursi tunggu.
"Rena pi. Kenapa ada orang kejam sama Rena?" akhirnya isak tangis meluncur dimulut Vio yang berada dalam pelukan hangat papinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments