"Jangan kau kotori tanganmu itu" tangkis Vio disaat Haris ingin meninju Fifi si wanita keji itu.
"Biarkan aku yang melakukan sisanya" lanjutnya.
Haris menganggukkan kepalanya kemudian menyingkir dari hadapan si wanita keji itu dengan tangan masih mengepal.
Senyum seringai kejam tampak dibibir Vio.
"Kau sungguh wanita keji!" tendang Vio keras hingga wanita itu terpental sejauh empat meteran. Kemudian Vio segera meraih dagu wanita keji itu.
"Kau sudah membuat noda dihidup saudaraku. Apa yang sudah saudaraku lakukan kepadamu? Ha!" teriak Vio lalu memgayunkan tinjunya.
"Apa kau pikir akan terlepas dari hasil perbuatanmu itu? Kau tidak akan kulepaskan begitu saja. Siapapun yang bersinggungan denganku jangan harap bisa keluar dari ini dengan selamat" ancam Vio dengan tatapan kejam dan dingin.
Haris terkejut akan tindakan Vio sahabat pacarnya itu. Wanita seperti Vio ternyata mampu menendang dengan kuat dan keras bahkan jika dilihat dari caranya membalas perbuatan Fifi pun lebih kejam darinya. Ternyata keluarga Vio adalah keluarga yang benar-benar memiliki prinsip bahkan sampai mampu berbuat lebih kejam dari Vio.
"Siapa kau? Kenapa kau membantu dan melindungi si ****** itu?" tanya Fifi dengan mulut dicengkeram Vio erat.
"Apa kau tuli saat aku menyebut 'saudaraku'?" Vio semakin geram.
"Kau pikir tidak ada yang melindungi Rena? Kau pikir Rena dari keluarga miskin yang lemah? Kamu salah dasar wanita keji" sambil menghempaskan wajah Fifi, Vio lalu berdiri dan menendang kembali kali ini mengenai perutnya Fifi.
"Si..siapa kau?" tanya penasaran Fifi tergugu.
"Kau tak mengenal keluarga Atmadja?" seringai Vio.
Tampak raut muka yang kaget.
"At..Atmadja? Keluarga konglomerat itu? Pengusaha ternama di kota ini?" tanya Fifi terbata-bata.
"Kau kira siapa ha?! Apakah kau menyesal setelah mendengar nama itu" marah Vio dengan kejam menendangnya sekali lagi. Kali ini tampak wanita keji itu merintih kesakitan. Sebenarnya Vio tidak pernah mau membawa nama keluarganya. Namun bagaimana lagi memang itu nama keluarganya yang sudah terkenal dengan bisnisnya.
"Ma..maafkan aku. To..tolong lepaskan aku. Aa..aku tidak tahu jika telah menyinggungmu" tampak takut di wajah Fifi.
"Kau kira kau bisa dimaafkan begitu saja? Apa kau bisa mengembalikan keperawanan Rena?" Vio mencengkeram wajah Fifi dengan kuat.
"Jangan harap kau bisa bebas dari perbuatanmu itu" sekali lagi dihempaskan wajah itu dan tendangan lebih keras menghantam perut wanita keji itu.
Haris yang melihat kekejaman Vio itu mengernyitkan keningnya dan seringai tipis dibibirnya.
"Urusi sisanya dan ingat jangan biarkan dia mati dengan sia-sia. Setelah itu bawa dia jerat dia dengan pasal berlapis hingga hidupnya tidak tenang didalam sana" perintah Vio kepada pengawal kepercayaan papinya itu.
"Baik, nona" jawab pengawal itu seraya menganggukkan kepalanya.
Lalu Vio keluar dari gudang tempat ditawannya Fifi dan bahkan para musuh papinya. Didunia luar tidak akan ada yang tahu itu. Hanya keluarga Atmadja dan para pengawal yang tahu. Karena suatu saat mata gelap pasti akan mengancam bisnis keluarganya.
Kemudian Haris dan Vio pun segera keluar meninggalkan tempat tawanan itu. Lalu kembali menuju rumah sakit.
Sampai di rumah sakit Vio meyakinkan Haris terlebih dulu.
"Apakah kamu menyesal?" tatapan tajam Vio membuat bergidik Haris. Seorang wanita lembut dan ceria seperti Vio, siapapun tidak akan menyangkanya jika sudah menyangkut kehidupan orang-orang terdekatnya.
Sambil menoleh dan menatap Vio, Harispun menjawab "Tidak. Aku harus menerima Rena apa adanya karena aku sangat mencintainya. Aku hidup sebatangkara. Hanya Rena yang mengerti hidupku selama ini. Ini bukan kesalahan Rena. Jika bukan karena mengenalku dan menjadi calon istriku tentunya hal ini tidak akan terjadi padanya bukan?!". Haris mengatakan itu dengan sorot mata yang sangat menyedihkan. Laki-laki mana yang rela mendengar bahkan melihat kekasihnya disakiti orang lain bahkan hingga merenggut mahkotanya. Entah siapa yang merenggut mahkotanya Rena. Fifi si kurangajar itu tidak mau menyebutkan nama lelaki itu.
"Tolong biarkan aku sendiri dulu. Aku akan pergi ke mushola untuk menenangkan hatiku. Tolong sampaikan kepada Rena aku di mushola." pinta Haris kemudian segera beranjak meninggalkan Vio sendirian menuju ruang rawat Rena.
Ceklek. Bunyi pintu dibuka setelah mengetuk pintu terlebih dahulu.
Hati Vio sangat teriris melihat kondisi sahabatnya itu. Tidak pernah mengira bahwa kejadian hari ini akan menimpa Rena yang begitu baik dan penuh kasih sayang.
"Assalamu'alaikum. Hai! Gimana kabar kamu?" sapa Vio setelah masuk melihat Rena yang sudah sadar namun tampak bengong diranjangnya dengan didampingi ibunya memecahkan keheningan didalam ruangan itu.
"Wa'alaikumsalam" jawab ibunya Rena.
"Seperti yang kamu lihat, nak" lanjut ibu Rena kembali.
Vio hanya mengangguk tanda mengerti. Melihat Rena yang bengong dengan tatapan kosong itu hati Vio tampak sedih. Kemudian meraih tangan sahabatnya itu dengan lembut. Hal ini membuat Rena menoleh melihat Vio. Lalu tiba-tiba terisak dengan keras membuat tubuhnya berguncang. Lalu Vio meraih tubuhnya memeluknya memberikan kehangatan tanda sayangnya kepada sahabat kecilnya ini. Sambil mengelus punggunggnya dan tangan satunya mengelus kepalanya.
"Menangislah sekeras mungkin jika itu membuatmu lebih lega dan tumpahkanlah rasa sesakmu itu" ucap Vio lembut tak terasa ikut menitikkan air matanya.
Rena menangis tersedu-sedu. Hingga sesenggukan.
Setengah jam Rena baru berhenti menangis. Kemudian melepaskan pelukannya. Dibalik kelembutannya Rena adalah seorang yang rapuh. Kehidupan yang sebelumnya sudah menjatuhkan mentalnya kini justru Rena harus mengalami hal yang sangat pahit dalam hidupnya.
"Sudah lebih lega, Ren?" tanya Vio hati-hati.
Rena menganggukkan kepalanya dengan wajah suram.
"Nak, hari hampir pagi lebih baik kau pulang dulu nanti mami dan papi mengkhawatirkanmu" bujuk ibu Rena dengan lembut.
"Tidak ibu, Vio akan menemani Rena di sini. Biarkan Vio disini ya, bu? Ibu pulang saja dulu nanti biar Haris yang mengantarkan ibu pulang" ucap Vio sembari mengelus lengan ibu Rena penuh dengan pengertian.
"Haris.." tiba-tiba Rena teringat akan Haris calon suaminya itu. Rena memang tidak bertunangan hanya di jari manisnya sudah diikat oleh Haris sebagai tanda peresmian hubungan serius mereka saja.
Vio dan ibu yang langsung menolehpun melihat air mata deras mengalir dipipi mulusnya itu tanpa suara isak tangis.
"Oiya Haris tadi ada di mushola berdoa untukmu" ucap Vio yang teringat pesan pesan Haris.
Tiba-tiba Haris, orang yang dibicarakan membuka pintu. Sebelum melangkahkan kakinya lebih jauh, tampak Haris terkejut dengan pandangan kami. Dia bingung "memangnya apa yang sedang mereka bicarakan sehingga tampang mereka terkejut seperti itu melihatku masuk?"
"Kenapa? Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Haris penasaran sambil melangkah maju menghampiri Rena.
Rena yang ada dihadapan Harispun segera memalingkan wajahnya. Rena tidak mau Haris melihatnya yang sudah kotor. Rena sendiri saja merasa jijik dengan dirinya yang sekarang apalagi orang lain?
"Hei! Apa kau tidak mau melihatku?" Harispun merasa sedih melihat kekasihnya memalingkan wajahnya. Dia paling tidak tahan dibiarkan Rena seperti itu. Dadanya terasa sesak. Amarahnya pun menjadi tinggi kembali mengingat apa yang dialami Rena sekarang. Rena masih terdiam.
Tanpa sadar Haris mengepalkan tangannya.
"Rena sayang, bicaralah sama Haris. Kami akan keluar sebentar. Ayo, nak Vio" ajak ibu Rena.
Kemudian Vio dan ibunya Rena melangkahkan kakinya keluar ruang rawatnya Rena. Entah apa yang akan dibicarakan dua insan didalam sana. Vio dan ibunya Rena berharap yang terbaik bagi mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments