Malam semakin larut. Vio, papi, ibunya Rena serta Haris kekasihnya Rena sabar menunggu meski dengan perasaan sangat cemas keadaan Rena di dalam ruangan yang menakutkan itu.
"Ini pasti karenamu!" tunjuk Vio yang hatinya ditutupi dengan emosi. Bagaimana bisa dia dengan tenang melihat sahabat kecilnya terbaring kesakitan didalam sana sahabat yang sangat menyayanginya sedari kecil. Yang tidak pernah menyakiti Vio sama sekali. Bahkan melebihi kasih sayang saudara-saudara sepupunya. Yang ada justru persaingan dan rasa iri.
Sedangkan yang ditunjuk pun merasa kaget. Dia tidak tahu apa-apa juga lalu kenapa Vio menuduhnya yang tidak masuk akal.
"Nak, semua ini sudah takdir. Berdamailah dengan hatimu, Vio. Istighfarlah, nak" lirih ibunya Rena yang masih bisa menasehati Vio meski dengan suara isakan dan sesekali terdengar sesenggukan. Akhirnya Vio beristighfar setelah diingatkan ibunya Rena.
"Sebentar papi mau telepon mami ya" segera papi menelepon mami. Memberikan kabar tentang Rena.
"Semua gara-gara mengenalmu. Jika kamu memang laki-laki yang baik bagi saudaraku harusnya kamu bisa memastikan keselamatan Rena" emosi Vio masih menyalahkan Haris.
"Tapi sungguh aku tidak tahu apa-apa, Vi. Aku juga tidak pernah menyangka bahwa perempuan itu menemui Rena" jujur Haris membela dirinya karena dia memang tidak tahu apa-apa. Bahkan sampai berpikiran sejauh Vio memikirkannya.
"Cepat selesaikan urusanmu dengan pacarmu itu dan tinggalkan Rena" perintah Vio dengan hati pedih.
Belum sempat menjawabnya, dokter keluar dari ruang gawat darurat itu.
"Keluarga pasien?" tanya dokter yang didampingi perawat disampingnya.
"Ya, saya ibunya, dok" sahut ibunya Rena segera maju ke hadapan sang dokter.
"Bagaimana keadaan putri saya, dok?" tanya ibu Rena cemas.
"Syukur alhamdulillah nona Rena baik-baik saja" jawab dokter wanita itu dengan raut wajah khawatir. Entahlah apa dikarenakan kondisi Rena sebagai pasiennya saat ini atau karena kasihan kepada ibunya Rena.
"Dokter, saya saudaranya Rena. Dokter bisa katakan kepada kami segera bagaimana Rena yang sebenarnya" potongku yang tidak sabar mendengar penjelasan sang dokter cantik itu. Begitu pula Haris yang mengikuti arahku menuju sang dokter.
"Saya akan berbicara dengan ibunya saja" sambil melirikku dan Haris dokter itu mengatakan hal itu. Dengan helaan nafas panjang akhirnya sang dokter harus menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada ibu si korban.
"Bu, putri ibu mengalami rasa sakit pada ***********. Sepertinya dia diperkosa oleh seseorang" ucapan sang dokter seketika membuat ibunya Rena syok dan pingsan.
Hal itu membuat kaget Vio, Haris juga Pak Atmadja.
"Ibu!" teriak Vio dan Haris bersamaan.
Seketika Vio memandang sang dokter itu. Lalu berdiri dengan tatapan tajam.
"Cepat katakan apa yang sudah kamu katakan kepada ibuku ini!" teriak Vio.
"Putri ibu ini mengalami rasa sakit pada ***********. Sepertinya dia diperkosa oleh seseorang" jelas dokter wanita itu kembali dengan helaan nafas panjang yang kedua kalinya.
"Apa?" jawaban serentak Vio dan Haris kaget.
"Tidak. Ini tidak mungkin" jawab Haris kembali.
"Dokter. Kamu bohong kan?" sangkal Vio tak percaya.
"Tidak. Maaf permisi" pamit sang dokter.
Kakinya Vio lemas apalagi Haris yang merupakan calon suaminya kelak. Ibunya Rena sudah ditangani papinya Vio dengan mengutus beberapa perawat untuk merawat ibunya Rena.
Tampak Haris menangis terisak. Pundaknya yang bergetar tak memperlihatkan wajahnya yang sedang menangis. Bagaimana tidak sedih calon istrinya sudah tidak perawan lagi dan diperkosa. Berbagai pikiran seketika terbersit di dalam pikirannya. Apa yang akan terjadi kedepannya?
Disaat pikiran itu terbersit, Vio mengajukan pertanyaan kepada Haris.
"Kamu sekarang sudah tahu kondisi Rena bukan? Lalu kamu juga akan meninggalkan Rena kan? Laki-laki sepertimu tidak akan memiliki cinta sejati. Itu bukan pasangan yang saling menerima kekurangan pasangannya." kata-kata Vio memojokkan Haris.
"Kamu salah. Aku akan tetap bersamanya. Aku akan membalas perbuatan Fifi" ucap Haris sambil mengepalkan tangannya.
"Tolong sampaikan kepada papi kamu, sisakan pelaku itu untukku. Biar aku yang membalasnya" nada suaranya sangat tegas dan ingin balas dendam.
"Kita yang akan membalasnya" kini Vio berusaha menerima kenyataan yang terjadi pada Rena dan berusaha mempercayai ucapan pacar Rena.
Setelah urusan rumah sakit selesai, Rena dipindah ke kamar perawatan supaya mudah dipantau dokter dan tentunya agar nyaman. Sang ibu, sudah sadar dan mencoba mengikhlaskan atas kejadian ini terhadap anak kesayangannya itu duduk disamping ranjang pasien ranjang Rena.
Segera Vio dan Haris melaju ke arah gudang papinya Vio dan segera berĺari ke arah gudang itu.
Didalam ruangan gelap itu terdapat seorang gadis yang diikat tangan dan kakinya dengan disumpal mulutnya dengan kain. Ya Vio meminta papinya supaya tidak dibawa ke kantor polisi terlebih dulu sebelum Vio membalasnya. Setelahnya terserah Rena dan ibunya.
Setelah memasuki gudang itu dan melihat sosok perempuan naif namun kejam itu Haris menjadi semakin meningkat emosinya. Seketika kakinya menendang kaki perempuan keji itu.
"Bangun!" teriak Haris membangunkannya.
"Ha..Haris" cewek itu tergagap melihat keberadaan Haris mantan pacarnya.
"Haris tolong aku" kata-kata perempuan keji itu menghiba yang tidak tahu akan emosi Haris.
Hanya melihat tatapan mata nyalang itu, cewek keji itu beringsut mundur ketakutan.
"Apa kamu bilang? Tolong? Lalu dimana kamu saat kekasihku minta tolong waktu itu?" tampak menakutkan ternyata wajah Haris jika marah seperti itu dengan menjambak rambut Fifi perempuan keji itu. Enak saja mempermainkan nyawa seseorang.
"Cepat katakan padaku apa sebenarnya masalahmu dengan Rena? Haa??!!" bentak Haris.
"Aa..aa..aaku cin..cinnta sama kamu, Haris" tergagap Fifi menjelaskannya karena takut akan kemarahan Haris.
"Cepat katakan yang jujur!" bentak Haris kasar.
"Ii..iiya. Karena aku tahu bahwa kalian aa..akan menikah secepatnya maka aku ingin ka..kaalian hancur. Berpisah. Lebih dari aku. Hahahaha" suara yang awalnya ketakutan berubah menjadi tawa lebar.
"Aku sudah menghancurkan hidup pacarmu itu, Haris!" disertai tawa jahat.
Plakkk.
Sebuah tamparan mendarat dipipi perempuan keji itu. Tampak merah dan bibirnya yang robek hingga keluar darah.
"Kau..kau berani menamparku?" tanya Fifi kaget.
"Kalau iya kenapa? Bukankah kamu yang memulainya terlebih dulu?" suara Haris dengan nada mengejek. Yang awalnya Vio meremehkan Haris sekarang menjadi salut. Tingkat emosinya bahkan semakin tinggi. Bisa hancur jika lama berada di gudang ini.
"Siapapun tidak berhak ikut campur hidupku. Kamu tahu? Kamu akan membayar ini semua" semaki marah semakin erat Haris mencengkeram wajah Fifi mantan pacarnya.
"Haa.." masih sempatnya Fifi tertawa namun segera dicengkeram lebih erat lagi oleh Haris sehingga membuat Fifi meringis kesakitan.
"Kamu tahu bagaimana aku melakukan itu? Ketika aku melihat kekasih bodohmu itu memasuki hotel Sahara tadi sore, seketika aku berpikir bahwa aku akan menghancurkan hubungan kalian. Aku membekap mulutnya lalu aku menyekapnya di gudang. Tak lupa aku mematikan CCTV terlebih dahulu. Kebetulan aku memiliki kerabat yang bekerja di hotel tersebut jadi aku meminta tolong padanya. Kemudian aku meluncurkan aksiku. Setelah itu kau tahu sendiri bukan?! Hahahaha..." serunya bangga seolah tak bersalah.
Plakk.
Tamparan kedua itu membuat kepalanya wanita keji itu hingga menoleh dan berdengung. Tampak di pipinya sebuah cap telapak tangan yang memerah.
"Kamu kira hubunganku akan hancur olehmu? Kamu salah. Karena Rena tidak sepertimu. Rena wanita baik-baik dan penuh kelembutan. Kau..kau bahkan tempat jamahan para lelaki berhidung belang di luaran sana hanya untuk memenuhi kebutuhan gaya hidupmu. Kau kira aku tidak tahu?" tampak Fifi kaget terperangah begitu pula aku.
Laki-laki yang aku pikir pendiam penurut penuh dengan kelembutan itu tidak bisa berbuat sekeji ini dan bahkan mengetahui seluk beluk mantan pacarnya tapi hanya memutuskan dalam diam tanpa perdebatan. Hanya ini lah yang menjadi kelemahannya. Sehingga mantanya berbuat nekat karena hanya merasa diputus sepihak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments