Bagian 20

...PESUGIHAN MAYAT PERAWAN...

...Penulis : David Khanz...

...Bagian 20...

...------- o0o -------...

Menjelang petang, tiba-tiba Kampung Sirnagalih diguyur hujan lebat disertai embusan angin kencang. Petir mengentak bersahutan seakan hendak memecah angkasa kelam. Terus begitu terjadi hingga waktu perlahan merangkak ke seperempat malam. Amukan alam tersebut seketika menciutkan nyali warga untuk berkeliaran di ambang penutupan hari. Ditambah semilir dingin kian membuat pori-pori serasa tertusuk-tusuk serangan ribuan jarum. Mereka mendadak memilih tempat peraduan sebagai satu-satunya cara untuk meredakan siksaan penuh buaian melenakan tersebut. Bersembunyi di bawah dekapan selimut hangat dan tebal atau mengisinya dengan peregangan syaraf-syarat penuh hasrat. Di saat-saat itulah kemudian Basri menuntaskan sepertiga dari serangkaian ritualnya. Berhasil. Dia menggondol syarat utama yang dipinta Ki Jarok itu. Tali mayat.

Namun kejadian pembongkaran mayat Sukaesih pun akhirnya merebak luas hingga ke luar pelosok kampung. Tidak terkecuali ke tempat dimana markas gibah Kampung Cijèngkol berada. Warung milik seorang janda renta bernama Bariah. Entah dari mulut siapa kabar itu mulai bocor tersiar, walaupun Juragan Juanda sudah mewanti-wanti dan berusaha menutup-nutupinya.

"Apa mungkin tali mayat yang dicuri itu buat pesugihan, ya, Mbak Welas?" tanya Leha seraya bergidik takut. "Nyari kekayaan, misalnya."

Jawab Welas, "Yo, iso iku, Mpok Leha. Salah satunya dipakai buat penglaris usaha. Koyok dagang saiki."

Serentak keempat ibu-ibu itu melirik ke seseorang. Bariah. Pemilik warung pun spontan menyangkal. "Mbak Welas nuduh saya? Dih, amit-amit banget pake begituan. Musrik, tahu!"

"Yo, ndak toh, Bue. Wong aku hanya kasih contoh. Sopo sing nuduh Bue Bariah? Ora ono," balas Mbak Welas.

Lastri yang semenjak awal percakapan dimulai, cuma menjadi pihak pendengar. Namun mendadak merasa risi mendengar kelimanya lantas saling berbisik-bisik.

Tidak ingin menjadi bahan tuduhan, lekas-lekas istri Basri tersebut menyudahi aktivitas belanjanya. Pulang tergesa-gesa ke rumah dengan kecamuk perasaan tidak menentu.

"Ada apa, Bu?" tanya Basri tiba-tiba muncul di hadapan Lastri. Masih mengenakan balutan handuk sebatas perut hingga lutut dengan rambut basah acak-acakan. Baru keluar dari kamar mandi rupanya lelaki itu.

"Eh, Bapak …." ujar Lastri kaget. Dia segera membetulkan posisi duduknya di atas kursi. "Jadi berangkat lagi hari ini, Pak?" tanyanya seakan ingin menyembunyikan rasa kejutnya tadi.

Jawab Basri seraya tersenyum manis, "Jadilah, Bu. Aku udah terlanjur janji sama temen bisnisku itu sebelumnya." Laki-laki itu melangkah mendekat. "Tenang saja, Bu. Gak akan lama-lama kayak kemaren, kok. Kalopun sampe gak pulang, besok atau lusa juga bakal balik lagi."

"Oohhh, syukurlah kalo begitu, Pak," timpal Lastri gelagapan. Basri semakin mendekat, lalu berucap kembali, "Jangan sedih, ya. Aku pergi juga buat kerja, kok. Nanti setelah aku pulang, kita lakuin lagi kayak yang semalaman itu, lho, Bu. He-he."

"Ah, Bapaakk …." desah Lastri tersipu, tapi bias raut di wajah sebelumnya belum kunjung hilang juga.

"Ada apa, sih? Kok, muka Ibu muram begitu?" Laki-laki itu memperhatikan bungkusan yang berisi bahan-bahan makanan. "Kamu diomongin lagi sama Bu Bariah? 'Kan, utang kita udah dilunasin, Bu."

Lastri menggeleng.

"Bukan itu, Pak."

"Terus?"

Perempuan itu lantas bangkit, berdiri, berhadap-hadapan dengan suaminya. "Aku takut, Pak," katanya lirih seperti akan menangis.

"Takut apa, sih, Bu? Aku cuma pergi sebentar, kok. Lagian di rumah juga ada anak-anak." Basri mencoba menenangkan.

"Bukan tentang itu juga, Pak."

"Lalu?"

Tubuh Lastri sampai bergetar sebelum menjawab. Dia segera mendekap erat suaminya. "Tadi aku denger dari obrolan Bu Bariah dengan tetangga lain, katanya ada kuburan dibongkar, Pak."

Basri tersentak, tapi tetap berusaha tenang. Pikirannya tidak serta merta merujuk pada makam Sukaesih, si mantan Kembang Kampung Sirnagalih.

"Ah, mungkin itu buat keperluan visum, pemindahan makam, atau bisa juga—"

"Tali mayatnya dicuri orang buat pesugihan, Pak," ujar Lastri, kali ini jelas-jelas mengejutkan laki-laki tersebut.

"A-apa?!"

"A-aku t-takut banget, Paakkk!"

Seketika jantung Basri berdetak kencang. Hal tersebut membuat Lastri melepaskan pelukan. Lantas menatap heran suaminya. "Dada Bapak berdebar-debar kenceng banget. Ada apa? Kenapa? Apa Bapak ini …."

...------- o0o -------...

Basri menatap sedih istrinya. Perlahan dia usap wajah perempuan itu, kemudian berkata penuh kelembutan, "A-aku jadi ngerasa berat buat ninggalin kamu dan anak-anak, Bu." Sejenak laki-laki tersebut menarik napas untuk sekadar melonggarkan dadanya yang mendadak sesak. "Aku ngekhawatirin kalian semua. Tapi … walau bagaimanapun juga, aku harus tetap pergi, 'kan, Bu? Kalo enggak, aku bakal makin ngerasa berdosa, karena gak bisa menuhin kebutuhan keluarga. Kalian bertiga."

Sejujurnya bukanlah itu yang terselip di dalam hati Basri. Kabar tentang pembongkaran kuburan Sukaesih akhirnya sampai juga di telinga Lastri. Perempuan itu jadi ikut merasa ketakutan. Entah tentang isu arwah gentayangan, mungkin, atau bisa pula terhadap pelaku pencurian tali mayat itu sendiri.

Basri sadar, cepat atau lambat, kabar tersebut akan menyebar. Itu tidak bisa dipungkiri. Namun laki-laki ini yakin, tidak akan ada seorang pun yang mampu melacak siapa pelaku di balik kejadian biadab itu. Terkecuali dia sendiri dan sosok dukun tua Ki Jarok.

"Jaga diri kalian baik-baik, ya, selama aku pergi," ucap Basri sesaat sebelum berangkat. "Iyan, jaga Ibu dan adikmu, ya, Sayang," imbuhnya terhadap si Sulung Aryan. Lantas beralih pada anak kedua perempuan, Maryam. "Adek juga, jangan nakal, ya. Bantuin Ibu di rumah. Oke, Cantik?"

Kedua anak itu serentak memeluk bapaknya.

"Bapak perginya jangan lama-lama, ya," ujar Aryan lirih. "Iyan gak mau lihat Ibu sedih lagi kayak kemarin."

Basri tersenyum, lantas menjawab, "Tentu saja, Kak. Bapak perginya gak lama, kok. Doain aja sama Kak Iyan, ya." Anak sulung itu mengangguk.

Usai melepas peluk, kedua kening anak-anak itu dikecup hangat. Lantas Basri beralih memeluk istrinya dengan erat. "Aku pergi dulu, ya, Bu," ucap laki-laki tersebut dengan suara lembut.

"Hati-hati, ya, Pak."

"Iya, Bu. Terima kasih."

Sosok kerempeng itu pun mulai mengayun langkah, meninggalkan rumah kontrakan serta orang-orang terkasihnya. Berjalan menyusuri gang sempit, melewati tempat langganan belanja Lastri di kampung tersebut ; warung milik Bariah.

"Berangkat, Mas Basri?" tanya wanita itu begitu sosok laki-laki tersebut lewat di depan warung. Basri tersenyum ramah, lalu menjawab, "Iya, Bu Bariah. Mari, Bu." Dia tidak ingin berlama-lama berada di sana. Apalagi melihat sorot mata Bariah yang aneh, seakan ingin menyelidik lebih jauh.

"Eh, Mas Bas, … emang sekarang Mas Basri kerja di mana, sih?" Bariah lekas mengejar keluar dari dalam warung.

...BERSAMBUNG...

Episodes
1 Bagian 1
2 Bagian 2
3 Bagian 3
4 Bagian 4
5 Bagian 5
6 Bagian 6
7 Bagian 7
8 Bagian 8
9 Bagian 9
10 Bagian 10
11 Bagian 11
12 Bagian 12
13 Bagian 13
14 Bagian 14
15 Bagian 15
16 Bagian 16
17 Bagian 17
18 Bagian 18
19 Bagian 19
20 Bagian 20
21 Bagian 21
22 Bagian 22
23 Bagian 23
24 Bagian 24
25 Bagian 25
26 Bagian 26
27 Bagian 27
28 Bagian 28
29 Bagian 29
30 Bagian 30
31 Bagian 31
32 Bagian 32
33 Bagian 33
34 Bagian 34
35 Bagian 35
36 Bagian 36
37 Bagian 37
38 Bagian 38
39 Bagian 39
40 Bagian 40
41 Bagian 41
42 Bagian 42
43 Bagian 43
44 Bagian 44
45 Bagian 45
46 Bagian 46
47 Bagian 47
48 Bagian 48
49 Bagian 49
50 Bagian 50
51 Bagian 51
52 Bagian 52
53 Bagian 53
54 Bagian 54
55 Bagian 55
56 Bagian 56
57 Bagian 57
58 Bagian 58
59 Bagian 59
60 Bagian 60
61 Bagian 61
62 Bagian 62
63 Bagian 63
64 Bagian 64
65 Bagian 65
66 Bagian 66
67 Bagian 67
68 Bagian 68
69 Bagian 69
70 Bagian 70
71 Bagian 71
72 Bagian 72
73 Bagian 73
74 Bagian 74
75 Bagian 75
76 Bagian 76
77 Bagian 77
78 Bagian 78
79 Bagian 79
80 Bagian 80
81 BONUS HARI INI
82 Bagian 81
83 Bagian 82
84 Bagian 83
85 Bagian 84
86 Bagian 85
87 Bagian 86
88 Bagian 87
89 Bagian 88
90 Bagian 89
91 Bagian 90
92 Bagian 91
93 Bagian 92
94 Bagian 93
95 Bagian 94
96 Bagian 95
97 Bagian 96
98 Bagian 97
99 Bagian 98
100 Bagian 99
101 Bagian 100
102 Bagian 101
103 MASIH AKAN BERLANJUT
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Bagian 1
2
Bagian 2
3
Bagian 3
4
Bagian 4
5
Bagian 5
6
Bagian 6
7
Bagian 7
8
Bagian 8
9
Bagian 9
10
Bagian 10
11
Bagian 11
12
Bagian 12
13
Bagian 13
14
Bagian 14
15
Bagian 15
16
Bagian 16
17
Bagian 17
18
Bagian 18
19
Bagian 19
20
Bagian 20
21
Bagian 21
22
Bagian 22
23
Bagian 23
24
Bagian 24
25
Bagian 25
26
Bagian 26
27
Bagian 27
28
Bagian 28
29
Bagian 29
30
Bagian 30
31
Bagian 31
32
Bagian 32
33
Bagian 33
34
Bagian 34
35
Bagian 35
36
Bagian 36
37
Bagian 37
38
Bagian 38
39
Bagian 39
40
Bagian 40
41
Bagian 41
42
Bagian 42
43
Bagian 43
44
Bagian 44
45
Bagian 45
46
Bagian 46
47
Bagian 47
48
Bagian 48
49
Bagian 49
50
Bagian 50
51
Bagian 51
52
Bagian 52
53
Bagian 53
54
Bagian 54
55
Bagian 55
56
Bagian 56
57
Bagian 57
58
Bagian 58
59
Bagian 59
60
Bagian 60
61
Bagian 61
62
Bagian 62
63
Bagian 63
64
Bagian 64
65
Bagian 65
66
Bagian 66
67
Bagian 67
68
Bagian 68
69
Bagian 69
70
Bagian 70
71
Bagian 71
72
Bagian 72
73
Bagian 73
74
Bagian 74
75
Bagian 75
76
Bagian 76
77
Bagian 77
78
Bagian 78
79
Bagian 79
80
Bagian 80
81
BONUS HARI INI
82
Bagian 81
83
Bagian 82
84
Bagian 83
85
Bagian 84
86
Bagian 85
87
Bagian 86
88
Bagian 87
89
Bagian 88
90
Bagian 89
91
Bagian 90
92
Bagian 91
93
Bagian 92
94
Bagian 93
95
Bagian 94
96
Bagian 95
97
Bagian 96
98
Bagian 97
99
Bagian 98
100
Bagian 99
101
Bagian 100
102
Bagian 101
103
MASIH AKAN BERLANJUT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!