...PESUGIHAN MAYAT PERAWAN...
...Penulis : David Khanz...
...Bagian 8...
...------- o0o -------...
"Ngopi dulu, Bang," ucap seorang laki-laki di sebuah warung waktu Basri dan Lastri tengah berjalan berdua menuju musala. Laki-laki bertubuh kerempeng itu memberi isyarat dengan beberapa kali kedipan mata pada sosok tadi, memintanya untuk diam.
"Makasih, Bang," balas Basri berpura-pura. "Kami mau salat Magrib dulu. He-he." Dia segera menarik tangan istrinya agar lekas mempercepat langkah. Tidak lain demi menghindari obrolan susulan sosok di warung tadi.
"Lah, tumben-tumbenan dia salat," ujar laki-laki tadi seraya mencibir. "Biasanya juga tiap kali Magrib ama Isya, dia numpang ngopi di mari."
Pemilik warung menimpali, "Emang baiknya begitu, Bang. Salat, 'kan, kewajiban. Abang sendiri kenapa masih di sini? Udah azan Magrib, tuh."
"Ah, elu, Mpok. Nyamber aja kalo orang ngomong, ya?" semprot laki-laki tersebut keki.
"Yee, si Abang ini. Saya, 'kan, cuma ngingetin doangan, Bang. Gak usah ngegas 'gitu juga 'ngkali."
"Terus, Mpok sendiri kenapa belom siap-siap salat?"
"Lah, saya, 'kan, lagi libur, Bang," jawab pemilik warung berkilah. "Biasalah, tamu bulanan kaum perempuan, Bang. Hi-hi."
"Etdah, dasar lu, Mpok!"
Sementara itu Basri dan Lastri sudah tiba di tempat tujuan. Beralasan hendak berwudu, laki-laki kerempeng itu menyuruh istrinya untuk masuk terlebih dahulu.
"Aku juga belum wudu, Pak," ucap Lastri. "Di rumah, airnya sering macet. Tadi aja gak ngalir lagi, Pak. Aneh, deh."
"Kita sering telat bayar tagihan 'ngkali, Bu, atau PDAM lagi ada perbaikan saluran,," balas Basri memberi alasan. Timpal Lastri, "Ah, enggak, Pak. Aku tanya sama tetangga, aliran air mereka lancar-lancar saja, tuh. Cuma di rumah kita saja yang akhir-akhir ini sering bermasalah."
Basri tidak menjawab. Dia bergegas menuju tempat wudu khusus laki-laki. Begitu juga dengan Lastri. Mulanya tidak terjadi apa-apa. Namun begitu laki-laki itu mulai memasuki ruang musala dan ikut bergabung dengan jemaah lain, tiba-tiba saja dia merasa kegerahan. Sekujur badannya mendadak panas, diikuti dera pusing mengujam seisi kepala.
'Ada apa ini?' tanya Basri mulai limbung. Penglihatannya bergoyang-goyang memualkan. 'Ya, Allah! Apa yang terjadi padaku?' Dia memegangi kepala. Rasa gerah itu kian menyiksa hingga sekujur tubuhnya berpeluh basah. Kemudian perlahan-lahan dia mundur sempoyongan dari barisan salat. 'S-suara itu … suara itu sungguh menyakitkan!' jeritnya seraya menutup lubang telinga.
Basri berlari ke luar musala disertai napas terengah-engah. Sekujur badannya benar-benar seperti dibakar bara panas. Untuk beberapa saat, berdiri pun tidak mampu. Terpaksa duduk bersimpuh di halaman bangunan suci tersebut sambil tetap menutup pendengaran. 'Sial! Baru kali ini aku merasa tersiksa dengan kalimat-kalimat yang dibacakan imam salat itu! Panas sekali … panas … panas! Ah, aku harus segera menjauh dari sini!'
Susah payah Basri berusaha berdiri dan menyeret langkahnya menjauhi tempat tersebut. Berbarengan dengan itu, perlahan-lahan rasa panas itu pun mulai mereda. Dia mampu kembali berdiri kokoh dan mengayun enteng kakinya.
'Benar apa yang dikatakan dukun tua itu,' gumam Basri beberapa waktu kemudian, 'aku memang harus menghindari diri dari ritual ibadah keagamaanku. Kalau tidak, hal yang lebih mengerikan mungkin bisa saja terjadi daripada tadi. Huh, sialan!'
Laki-laki itu terpaksa menunggu di luar hingga istrinya muncul mendekat. "Bapak ke mana tadi? Aku cari-cari di musala, kok, gak ketemu?"
Basri mengekeh sendiri sekadar untuk menutupi gugupnya dan menjawab, "A-aku tadi kebelet pengen kencing, Bu. Makanya begitu beres solat, langsung ke luar. He-he."
Lastri mengerutkan kening.
"Toilet musala, 'kan, ada di sana," kata perempuan itu seraya menunjuk tempat wudu tadi. "Terus kenapa Bapak malah ada di sini? Aneh-aneh saja kamu ini, ah, Pak. Mana bajumu lembab begini." Dia mengusap-usap pakaian suaminya yang masih basah bekas keringat tadi.
"Keran toiletnya bocor, Bu. Tadi sampe nyemprot ke bajuku. Duh!" Lagi-lagi Basri terpaksa harus berbohong. Kejadian tadi tidak boleh sampai diketahui istrinya. Lantas, drama-drama dusta lain pasti akan semakin banyak dia buat demi menutupi rahasia kelam laki-laki tersebut di lain kesempatan. Hal apalagi kalau bukan tentang persekutuannya dengan Ki Jarok.
Keanehan lain yang kerap muncul di rumah adalah terkait aroma busuk menyengat itu. Anehnya lagi, hanya Basri seorang yang membaui. Tidak begitu dengan Lastri dan anak-anak mereka. Seperti pada waktu pertama kali laki-laki kerempeng tersebut di datangi sosok makhluk menyeramkan berwujud pocong saat hendak makan malam lalu.
'Sukaesih ….' gumam Basri terkejut dan mundur menjauh.
"Pak, kenapa, Pak?" tanya Lastri terheran-heran melihat raut wajah suaminya mendadak seperti ketakutan. "Ada apa?" Perempuan itu menoleh ke arah Basri terbelalak memandang. Tentu saja di mata istrinya, sosok mengerikan tadi sama sekali tidak terlihat.
Basri memejamkan mata sesaat. Cepat-cepat dia bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "G-gak ada apa-apa, Bu," jawabnya berusaha bersikap tenang. "A-aku hanya … hanya mendadak teringat anak-anak. Iya, inget sama anak-anak."
"Kok, muka Bapak kayak kaget begitu?" Lastri tidak lantas memercayai ucapan suaminya. Berkali-kali dia menoleh ke arah tadi. Tetap saja tidak terlihat apa pun di sana.
Basri pura-pura menunduk. Menghindari tatapan makhluk mengerikan itu memelototi dirinya. "Ya, tiba-tiba inget saja, Bu," katanya berkilah. "Di saat kita makan enak seperti ini, anak-anak gak ikut menikmati. Jadi … aku kayak ngelihat anak-anak muncul di sana tadi, Bu."
"Oohh, begitu," ucap Lastri seraya mengangguk-angguk paham. "Kirain apaan. Kamu ini bikin kaget saja, ah, Pak. He-he."
Basri bersyukur, istrinya tidak lagi banyak bertanya. Hanya saja, sosok mengerikan itu masih saja berdiri memandanginya disertai bau busuk yang tidak kunjung hilang. Aroma serupa sebagaimana laki-laki itu membongkar kuburan Sukaesih beberapa waktu sebelumnya.
"Mau ke mana, Pak?" tanya Lastri begitu Basri beranjak dari tempat duduknya sambil memegangi perut. Jawab laki-laki tersebut, "Mual, Bu. Mungkin masuk angin."
Padahal rasa mual itu diakibatkan bau busuk dari makhluk menyeramkan tadi.
"Ya, sudah. Aku kerokin, ya, Pak?"
"Beresin saja dulu makanmu, Bu," jawab Basri sebelum bergegas ke belakang untuk menghindari wujud makhluk tersebut. "Aku ke kamar kecil dulu, deh," imbuhnya kembali beralasan.
"Iya, Pak."
Basri masuk ke dalam kamar mandi, mengunci diri, dan diam berjongkok sambil memandangi sudut-sudut ruangan.
'S-semoga makhluk sialan itu tidak mengikutiku ke mari,' membatin Basri di antara rasa takutnya. 'Bedebah, ternyata si Kesih tidak merelakan tali pocongnya aku ambil dan aku harus segera menemui Ki Jarok perihal ini.'
Tok! Tok! Tok!
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
bener kn Bas..
s Kesih nguber nguber..minta tali nya d balikin
2023-01-12
0
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
ett dah.. abang jgn macam2 sm si mpok,, yg ada ntar dilarang nongkrong apalagi ngutang! 😋
2022-10-30
4