Pesugihan Mayat Perawan
...PESUGIHAN MAYAT PERAWAN...
...Penulis : David Khanz...
...Bagian 1...
...------- o0o -------...
Rintik hujan masih mewarnai pekatnya alam disertai embusan dingin udara malam itu. Sunyi tanpa menyisakan pekikan kecil jangkrik-jangkrik yang biasa menembang lirih bersahutan di antara rimbunan rerumputan hijau segar. Nyaris tidak tampak adanya tanda-tanda kehidupan di Kampung Sirnagalih pada saat yang sama, sebagaimana keadaan serupa di area pemakaman umum arah timur dari pemukiman warga setempat.
Malam Jumat Kliwon di ambang pertengahan malam tepatnya, di saat hampir semua orang terlelap dalam buaian alam tidur, sayup-sayup terdengar langkah seseorang menjejak tanah yang becek dan licin. Percikan air seketika menciprat begitu kaki-kaki kekar itu mengenjak terburu-buru menuju suatu tempat. Beberapa kali berhenti, lantas melanjutkan perjalanan dengan langkah terseok-seok.
Sosok tersebut adalah seorang laki-laki bertubuh kerempeng. Gelap hampir tidak terlihat wujudnya dalam kepekatan, senada dengan warna kulit yang dia miliki. Menenteng sebuah lentera tak menyala, terayun-ayun goyah mengait di jemari tangan kanan. Sesekali menoleh ke belakang, beralih ke samping kiri dan kanan, kemudian memperhatikan arah depan disertai sorot mata tajam dan lenguh napas tersendat-sendat. Bukan karena lelah, akan tetapi seperti tengah mengkhawatirkan sesuatu.
"Akhirnya, susah payah aku berjalan di tengah malam buta begini, sekarang sudah tiba di tempat tujuan," gumam sosok laki-laki itu diiringi seringainya yang dingin. "Mudah-mudahan saja rencanaku ini berhasil sampai tuntas nanti, dan tak menemukan gangguan apapun."
Langkahnya mulai memasuki sebuah hamparan area datar dan luas. Nyaris tidak ada pepohonan apapun di tengah-tengahnya, terkecuali tumbuh-tumbuhan pendek penghias longgok tanah berbentuk persegi empat memanjang, berderet rapi dilengkapi dengan ragam nisan sebagai tanda pengenal. Jelas sudah, itu adalah sebuah kompleks pemakaman umum.
Tanpa ragu-ragu, sosok itu terus mengayun langkah melewati jajaran makam-makam sambil menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatan ke depan atau tepatnya pada sasaran yang akan dia tuju.
"Itu dia kuburannya," desis laki-laki tersebut disertai kekehannya begitu mengenali salah satu kuburan di kejauhan sana. Masih tampak baru berhadap-hadapan dengan sebuah saung kecil seadanya dan gundukan tanah menyembul. Belum bertembok apalagi dilapisi marmer. "Baguslah," imbuhnya kembali dengan nada semringah, "setelah kuintai beberapa malam lalu, sekarang tak ada seorang pun yang menunggui dan mengaji di sana. He-he."
Sosok kerempeng itu mempercepat langkahnya agar lekas mendekat. Lantas menaruh lentera di pinggir makam yang dimaksud dan berjongkok. "Maafkan aku, Kesih. Malam ini tidur panjangmu akan sedikit terganggu," ujarnya sambil meraba-raba permukaan kuburan yang terasa basah. "Ini malah lebih baik. Dengan begitu, tak akan terlalu lama buatku untuk segera menuntaskan pekerjaan ini secepatnya. He-he. Terima kasih, Hujan."
Sejenak laki-laki kurus itu terdiam membeku pada posisi duduk bersila; merapatkan kedua telapak tangan di dada, memejamkan mata rapat-rapat, kemudian mulai merapal kalimat-kalimat tertentu dengan bahasa yang aneh dan tidak dipahami. Setelah itu, dengan tubuh gemetar terselip rasa takut, dia mulai menggaruk-garukan cakarnya pada permukaan tanah kuburan dengan sekuat tenaga. Begitu seterusnya tiada henti dan tanpa bantuan alat apapun.
"Harus kaukerjakan dengan kedua tanganmu sendiri, Basri," ucap seorang tetua yang dia kenali dan membantunya mengurus prosesi ritual tersebut, beberapa waktu lalu sebelum malam itu. "Jangan menggunakan alat apapun, termasuk saat kau mengambil tali mayatnya. Ingat itu!"
"Bahkan untuk hal terakhir tadi, harus dengan tanganku juga, Ki?" tanya laki-laki kerempeng bernama Basri tadi terkejut.
"Ya."
"Lalu?" tanya Basri was-was.
Sosok di depannya itu tidak serta-merta menjawab, malah asyik mengekeh sendiri sembari mengusap-usap janggut putih panjangnya.
"Hik-hik!"
Basri merutuk sendiri sambil terengah-engah kelelahan, lantas menghentikan sesaat penggaliannya untuk mengambil napas panjang, "Dukun jahanam! Apa harus sesulit ini Ki Jarok menyuruhku menggali kuburan Kesih? Belum pula nanti! Sialan!"
Laki-laki itu kembali menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya melalui mulut. Begitu dia lakukan hingga beberapa kali untuk mengurangi rasa letih. Setelah itu lanjut menggali kuburan tadi dengan cakar jemari. Kali ini lebih kuat dan cepat bagai kesetanan.
'Aku harus cepat-cepat menyelesaikan kerjaan ini sebelum mendekati waktu janari nanti,' membatin Basri dengan bias rasa takut, diam-diam mulai menjalari kisi-kisi hatinya. Sementara ceruk makam sudah mulai terbentuk. Hampir setengahnya digali. Meninggalkan timbunan baru di sekeliling samping kuburan.
Bukan hal mudah, memang, menggali kembali gundukan makam yang sudah berusia hampir sepekan. Tanah padat disertai kerikil dan batu-batu besar, itu yang acap kali menyulitkan Basri lekas mencapai dasar kuburan. Rasa perih tidak lagi dipedulikan, menghunjam ujung kuku dan ruas jemari yang terluka. Entah tergores atau terkoyak. Laki-laki itu sendiri tidak dapat memastikannya di bawah bayang-bayang kegelapan. Namun yang tertentu, resapan deras air hujan sebelumnya benar-benar membantu menggemburkan.
Beberapa waktu kemudian ….
Trak!
Ujung kuku Basri seperti menyentuh sesuatu. Cepat-cepat dia kembali mencakari tanah, hingga benda yang tadi perlahan-lahan menampakkan bentuknya. Seperti batang-batang bambu yang berderet miring, memanjang tertancap ke bawah.
Tubuh laki-laki tersebut mendadak gemetar hebat disertai wajah memucat pasi. Basri tahu bahwa dia kini telah sampai di dasar kuburan. Tinggal beberapa langkah lagi. Sosok kaku di balik dinding bambu di dalam sana tersebut, pasti saat ini tengah menunggu.
Basri tersurut ke belakang. Bukan malah menjauh, tapi kini tertahan dinding tanah kuburan. Seketika darahnya seperti berhenti memenuhi batok kepala. Dingin disertai keringat deras membanjiri sekujur badan.
"Kesih …." desis sosok kerempeng itu terpatah-patah, lantas jatuh terduduk tepat di depan jajaran bambu-bambu penghalang tadi. Sejujurnya dia ingin berlari sejauh mungkin, mengurungkan niat semula untuk memenuhi permintaan Ki Jarok sebagai salah satu syarat impian Basri sendiri. Sudah bisa dibayangkan, bagaimana kondisi tubuh kaku itu tergolek kini. Lima hari sudah tertanam dalam-dalam di sana. Tentu sudah tidak lagi secantik Sukaesih pada saat masih hidup.
Kecamuk pun riuh melanda segenap lorong hati dan pikiran Basri. Sudah sejauh ini melangkah, cukupkah perjalanan gilanya itu diakhiri sebelum tuntas? "Tidak! Aku harus berani melakukannya!" ucapnya menguatkan tekad. "Harus dituntaskan! Hidupku harus berubah!"
Perlahan-lahan dia memejamkan mata diiiringi napas memburu menyesakkan. Lalu menjejakkan tungkai kaki ke dasar kuburan untuk membantunya berdiri, menggeser punggung ke atas sambil bersandar kuat-kuat. Basri bermaksud mengambil lampu lentera kecilnya di atas. Di saat itulah, keheningan mendadak berubah kian mencekam.
"Aauuummm …."
Suara lirih lolongan anjing tiba-tiba bergema memecah kesunyian malam. Mengalun panjang dari kejauhan, seperti hendak meruntuhkan nyali seketika. Basri sempat tersurut dilanda kejut dan memaki, "Bedebah laknat! Hampir saja jantungku rontok!" Dia mengusap-usap dada sejenak. 'Tak bisakah makhluk jahanam itu diam dulu sampai aku beres dan pergi dari sini? Keparat! Bisa-bisa warga sekitar sana terbangun dan memergokiku! Anjing!'
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
wicaksana
mantap thor, gaya bahasa nya kayak sastra lama kita, bagus banget👍
2023-04-05
0
Anisha Andriyana Bahri
penyusunan kata nya sangat bagus.. udah bnr"novel yg sangat bagus,dgn alur cerita yg bgus jg. smngt thor .cocok bngt utk genre horor bgni.
2023-04-02
1
Yurnita Yurnita
mampir Thor
2022-11-22
2