...PESUGIHAN MAYAT PERAWAN...
...Penulis : David Khanz...
...Bagian 9...
...------- o0o -------...
Basri masuk ke dalam kamar mandi, mengunci diri, dan diam berjongkok sambil memandangi sudut-sudut ruangan.
'S-semoga makhluk sialan itu tidak mengikutiku ke mari,' membatin Basri di antara rasa takutnya. 'Bedebah, ternyata si Kesih tidak merelakan tali pocongnya aku ambil dan aku harus segera menemui Ki Jarok perihal ini.'
Tok! Tok! Tok!
"Astaga!" pekik Basri terkejut.
Dari balik pintu terdengar suara Lastri memanggil-manggil. "Pak, lama amat, sih, di dalam. Bapak gak kenapa-kenapa, 'kan?"
'Oh, syukurlah! Ternyata Lastri. Kupikir makhluk—'
"Pak, buka pintunya!"
Tok! Tok! Tok!
Jawab Basri masih dalam keterkejutannya, "I-iya, Bu. A-aku keluar sekarang." Lantas, perlahan-lahan lelaki itu membuka pintu. Ada rasa takut jika yang muncul bukanlah Lastri. Namun ….
"Bapak sakit?" tanya perempuan itu begitu pintu kamar mandi terkuak. Basri mengangguk pelan, walaupun sebenarnya bukan itu yang sedang dia rasa. "Yuk, aku kerokin, deh, di kamar," ajak Lastri seraya menarik lengan suaminya.
Sungguh, jikalau ingin berkata jujur, sebenarnya Basri merasa sangat lapar sekali. Namun untuk sementara dia tahan dulu. Membiarkan Lastri mengurus dirinya hingga perempuan itu jatuh terlelap dalam kelelahan. Lantas diam-diam Basri mengendap-endap menuju ruang makan. Mengambil sepiring nasi dan juga potongan daging ayam yang sudah dingin. Saat hendak menyuapkan ke mulut, tiba-tiba bau busuk itu kembali datang menyengat.
'Ya, Tuhan! Apakah ini pertanda makhluk itu akan muncul kembali?' tanya Basri seraya melirik-lirik tempat dimana makhluk berwujud pocong tadi muncul. Kali ini tidak ada. Hanya baunya saja yang masih tersisa dan perlahan-lahan menghilang begitu potongan daging ayam tersebut dia letakan kembali di wadahnya semula. 'Aneh, perasaan waktu tadi pun begitu. Sekarang juga sama. Apakah ini berarti ….'
Basri bergegas ke dapur hendak mengambil garam. Kali ini dia makan nasi hanya dengan bumbu tersebut. Tidak terjadi apa-apa. Bau busuk maupun penampakan makhluk menyeramkan itu tidak lagi ada. Bahkan hingga perutnya terisi kenyang.
'Hhmmm, sialan!' gerutu Basri kemudian. 'Jadi maksud dari semua tadi itu … aku tidak diperbolehkan makan-makan enak? Begitu? Haram jadah! Percuma saja aku mencari kekayaan, kalau tidak bisa turut kunikmati. Benar-benar bangsat banget! Huh!'
Basri berniat untuk bertanya-tanya tentang hal itu pada Ki Jarok suatu hari nanti. Ada banyak kejadian-kejadian lain yang luput dari penjelasan dukun tua tersebut. Sedikit ada penyesalan jika memang jalan hidupnya akan pahit seperti itu, tapi bayangan kemiskinan keluarganya kembali menguar. Tatapan pengharapan anak-istri akan kehidupan yang mapan, serta cibiran tetangga mengenai status sosial mereka yang terhinakan.
'Tidak!' gumam Basri bertekad bulat. 'Keluargaku harus berubah! Istri dan anak-anak berhak mendapatkan kebahagiaan! Biarlah walaupun harus aku sendiri yang menjadi tumbal atas mimpi-mimpi mereka itu!'
Seringai pun terulas dari bibir laki-laki kerempeng ini. Dia mulai paham bagaimana aturan main sebenarnya dengan perjanjian persekutuan dirinya dengan Ki Jarok tersebut. Kekayaan yang dimiliki dari jalan hitam dan instan seperti itu, bersifat bukan untuk memanjakan pelaku akan kenikmatan kemilau dunia, akan tetapi semata-mata hanya untuk pamer belaka. Maknanya sosok seperti Basri ini tidak akan pernah diberikan kesempatan menikmati hidup, terkecuali diberi tugas menuai bibit-bibir riya saja.
Dengan kondisi perut terisi penuh, Basri pun bermaksud menyusul Lastri menuju alam peraduan. Namun begitu memasuki kamar, hasrat kelelakiannya tiba-tiba saja mencuat hebat. Nanar mata lelaki ini menatap kemolekan tubuh istrinya dari singkapan selimut yang terkuak bebas di bagian pangkal utama. Seketika itu pula dia mulai merayap, menyebadani panjang badan Lastri, kemudian bermain-main sesuai kehendak tunutan binalnya.
Lastri terbangun girang dan menyambut hangat undangan gelora dari suaminya. Lantas mulai menggaduhkan seisi kamar dengan liukan eksotis disertai suara-suara seirama dan dengkusan napas-napas beruap hawa panas.
Tanpa disadari, sepanjang perjalanan ritual khusus pemenuhan biologis tersebut, beberapa sosok tidak kasat mata turut melenguh dengan lidah berluyutan.
...------- o0o -------...
Dua hari pada keesokannya tersiar kabar hingga menembus alam perkampungan tempat dimana Basri tinggal, tentang pembongkaran sebuah makam di Kampung Sirnagalih. Warga setempat ikut gempar dan sibuk menduga-duga. Tidak terkecuali di lumbung gosip warung milik Bariah.
"Eh, sssttt … ada Mbak Lastri datang," bisik Bariah begitu melihat kedatangan istri Basri tersebut di warungnya, pada beberapa pelanggan yang tengah berkerumun berbelanja.
Serempak kumpulan ibu-ibu rumah tangga itu mendadak diam menutup mulut, tapi sudut mata mereka tetap sibuk mencari-cari bias jawaban dari raut wajah Lastri yang kian terlihat ceria.
"Ssttt … jangan sampai kita-kita menyinggungnya, Ibu-ibu," ujar salah seorang perempuan di sana memperingatkan. " … atau nanti dia bakal menumbalkan kita."
"Hiiyyy, takut!" timpal yang lain.
"Eh, ssttt! Diamlah. Nanti dia curiga."
"Ih, jadi serem."
"Hiiyyy!"
...------- o0o -------...
Seorang lelaki berlari-lari panik menyusuri jalanan tanah perkampungan yang masih becek. Napasnya terengah-engah disertai bias raut wajah pucat seperti ketakutan. "Tolooonnggg!" teriak sosok yang masih terlihat muda itu disepanjang langkah. Dia berusaha mencari-cari seseorang di sekitarnya. Namun waktu sepagi itu jalanan masih tampak lengang. Belum banyak orang berlalu-lalang untuk memulai beraktivitas.
"Ada apa, Sarkim?" Seseorang akhirnya menghampiri begitu mendengar teriakan lelaki muda tadi. Dia pun menoleh lega, lantas segera mendekat. "Ada apa? Sepagi ini kamu teriak-teriak minta tolong?" Imbuh sosok tadi kembali bertanya.
Sarkim, begitu laki-laki muda itu dipanggil, berhenti seraya mengatur napas. Tidak lantas menjawab, tapi menunjuk-nunjuk sebuah arah di belakangnya tadi. "M-akam Sukaesih … m-makam Sukaesih, Pak," katanya terpatah-patah.
"Iya," balas sosok di depannya terheran-heran. "Ada apa dengan makam Esih? Ngomong yang bener, Sarkim!"
Sarkim menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Jawab laki-laki itu masih terengah-engah, "Makam Sukaesih, Pak Uyat, ada yang membongkar."
"Apa?" seru Uyat tidak kalah terkejut. "Astaghfirullah … kapan?"
"Saya sendiri gak tahu, Pak, tapi … barusan saya lewat komplek kuburan, dan ngelihat kuburan Sukaesih dalam keadaan porak poranda," jawab Sarkim masih terlihat pucat pasi.
"Ya, Allah!" pekik Uyat langsung timbul rasa khawatir dan takut. Sesaat dia termenung, lantas lanjut berkata, "Baik, sekarang kita lapor dulu sama Kepala Kampung, sebelum ada banyak orang berdatangan ke sana."
"Apa gak sebaiknya Pak Uyat berjaga-jaga saja di sekitar makam? Biar saya yang—"
Tukas Uyat dengan cepat, "T-tidak, Sarkim. S-saya tidak … eh, sebaiknya kita cepat-cepat ke rumah Ketua Kampung saja. Ya, kita berdua."
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
bukan nya senang punya duit banyak
malah tambah banyak masalah Basri Basri..tambah malu klu smpy ketahuan kmu yg bongkar tuh makam
2023-01-12
0
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
iiih si Bapak.. kalok ocong mah gak perlu ngetok dulu ngkalii.. langsung masuk ajah 😋
2022-11-19
1
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
iiih si Bapak.. kalok ocong mah gak perlu ngetok dulu ngkalii.. langsung masuk ajah 😋
2022-11-19
4