...PESUGIHAN MAYAT PERAWAN...
...Penulis : David Khanz...
...Bagian 6...
...------- o0o -------...
'Banyak juga duit si Lastri ini,' membatin wanita tua tersebut. 'Emang kerjaan si Basri apaan, sih? Hhmmm, jadi penasaran. Jangan-jangan dia habis ngepet. Secara, 'kan, seminggu gak pulang, eh … tahu-tahunya bawa duit banyak. Wah, ini kudu diwaspadai. Jangan sampe modal dagang saya ikut hilang mendadak nanti.'
"Ini kembaliannya, Mbak Las," ujar Bariah sembari menyerahkan uang tiga puluh ribu.
"Terima kasih, Bu."
"Eh, tapi …."
"Ya, ada apa, Bu?" Langkah Lastri tertahan begitu hendak bergegas meninggalkan warung tersebut.
"Jangan lupa bilangin sama Mas Basri, ajak-ajak 'gitu anak saya si Supri kerja sama temen suamimu itu," kata Bariah sekaligus ingin memancing tahu pekerjaan apa sebenarnya suami Lastri itu.
Lastri tersenyum kecut. Timpalnya kemudian, "Iya, Bu, nanti saya sampein sama Bang Basri." Lantas cepat-cepat dia meninggalkan warung Bariah dan berharap tidak ada lagi pembicaraan lain mengenai suaminya.
Sepeninggal Lastri, buru-buru Bariah memeriksa laci tempat penyimpanan uang. Memeriksa lembaran duit pemberian tetangganya tadi. Dilihat, diraba, dan diterawang. 'Hhmmm, asli semua. Sama kayak duit pada umumnya. Amit-amit, deh, jangan sampe entar berubah jadi daun-daun kering kayak yang ada di film-film itu. Hiiiyyy!'
Sementara itu kondisi Basri di kamarnya, laki-laki tersebut tidak lantas memejamkan mata begitu merebahkan diri di atas tempat tidur. Dia sibuk mengingat-ingat kejadian saat dirinya baru tersadar di rumah Ki Jarok dua hari lalu. Terbangun dalam keadaan tidak mengenakan sehelai kain apapun, tergolek lemah dengan tubuh penuh taburan berbagai bebungaan.
'Apa yang terjadi padaku?' tanya Basri terheran-heran sambil melihat-lihat dirinya di antara keremangan cahaya lampu kecil di dalam ruangan tersebut. Tiba-tiba saja dia merasa kedinginan dan menggigil hebat di bawah kepulan asap dari pedupaan. 'Ke mana dukun tua itu?'
Basri pun bangkit, bermaksud hendak turun dari dipan berbahan bambu yang cukup keras dan menyakitkan tersebut.
"Baguslah, akhirnya kaubangun juga, Anak Muda," ujar satu suara milik Ki Jarok dari ambang pintu lain dan cukup gelap. Basri segera menoleh dalam keterkejutan, dan serta merta menutup bagian kelelakiannya dengan kedua telapak tangan. "Lelap juga tidurmu itu, Basri. He-he."
Laki-laki itu menatap tajam sosok tua tersebut, lantas bertanya penuh kekhawatiran, "Apa yang Aki lakuin sama saya? Kenapa saya dalam kondisi telanjang seperti ini?" Diam-diam Basri memeriksa bagian bokongnya. Takut terjadi apa-apa selagi dia pingsan sejak janari tadi. Tidak ada yang aneh maupun rasa sakit di area tersebut.
Kini balas Ki Jarok yang membelalak galak. "Kaupikir apa yang sudah kulakukan padamu, Anak Setan?! Sialan!" rutuk sosok tua itu merasa tersinggung dengan sikap Basri baru saja. "Aku hanya membantu membersihkan tubuhmu dan juga menjauhkanmu dari pengaruh buruk mayat yang telah kauobrak-abrik kuburannya itu. Paham?!"
"I-iya, Ki. M-maafin saya," timpal Basri buru-buru menghaturkan sembah maafnya. Dia ragu untuk lanjut turun dari balai tersebut atau cukup berdiam saja menunggu titah Ki Jarok selanjutnya.
Tiba-tiba dukun tua itu melemparkan lembaran pakaian ke arah Basri. "Pakailah ini dan lekas kenakan sebelum aku muntah melihatmu seperti itu!" sentaknya dengan nada risi.
Cepat-cepat Basri menyambar pakaian tadi dan segera mengenakannya saat itu juga. Agak berbau apek dan cukup kasar bahannya begitu dipakai. Setelan berwarna hitam-hitam mirip model pangsi serta agak besar begitu dicoba.
"Terlalu longgar, Ki," ujar Basri usai membalut utuh tubuh kerempengnya dengan pakaian pemberian Ki Jarok tadi. Tentu saja ucapan laki-laki itu baru saja, membuat mata tua dukun tersebut membelalak galak. Sentaknya menggelegar, "Manusia tidak tahu diri! Sudah kubantu kau, malah sekarang bicara yang tidak-tidak!"
"M-maaf, Ki. B-bukan maksud saya—"
"Diam kau!" imbuh Ki Jarok kembali masih dengan nada marah. "Kautahu pakaian apa yang kuberikan padamu itu, hah?!"
Basri memperhatikan pakaian yang sedang dia kenakan. Hanya baju dan celana pangsi biasa. Tidak ada yang istimewa. Baunya juga seperti bekas disimpan lama dan bercampur aroma kemenyan.
"Tali mayat itu sudah aku satukan di dalam baju itu, Basri!" seru Ki Jarok dengan raut sebal melihat Basri. Spontan laki-laki itu meraba-raba baju di tubuhnya. "Tepat di dalam katok celanamu!"
"Apa?"
Basri langsung memeriksa pangkal celananya. Di sana seperti ada yang mengganjal bulat tertanam di dalam jahitan. "Astaga!" Dia terkaget-kaget. 'Kenapa harus ditaruh di sini, sih? Gak adakah bagian lain yang lebih pantas untuk menyimpan benda sialan ini? Huh!'
"Ha-ha!" Tiba-tiba terdengar gelak Ki Jarok membahana di dalam ruangan pengap dan remang-remang itu. "Kaupasti bertanya-tanya, 'kan? Ha-ha! Sengaja aku taruh di situ, sebagai simbol akan pentingnya kaumenjaga dan merawat benda itu selama kaumiliki."
Basri mengernyit bingung. "Maksud Aki?" tanyanya seraya memperhatikan wajah dukun tua tersebut.
Ki Jarok baru menjawab usai tawanya mereda, "Sama pentingnya dengan organ kelelakianmu itu, Basri. Jika kaulalai memenuhi persyaratan yang kuberikan, maka hidupmu akan berubah sia-sia dan hancur perlahan-lahan. Hik-hik."
"Saya masih belum paham, Ki," ucap Basri makin bingung. "Bisa bicara yang lebih spesifik gak?"
"Lagak lu, Kampret!" umpat dukun tua itu merasa tersinggung. "Dengarkan apa yang kukatakan ini baik-baik …."
Lamunan Basri buyar begitu mendengar Lastri memanggilnya. "Pak, bangun dulu. Sudah mau Magrib, nih," seru perempuan itu sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar.
'Sialan! Perempuan itu mengganggu saja!' gerutu Basri. 'Bisa gak, sih, aku tidur barang sekejap? Huh! Dari tadi aku gak bisa memejamkan mata sedikitpun.'
"Pak, mandi dulu. Sebentar lagi shalat Magrib, lho."
Salat?
Basri terkesiap. Baru teringat kini, itu salah satu hal yang harus dia hindari mulai dua hari lalu atau tepatnya ketika Ki Jarok memberi petuah. " … satu hal yang harus selalu kauingat-ingat, Anak Muda, mulai detik ini jauhi semua ritual yang berbau keagamaan dan keyakinanmu. Karena hal-hal tersebut yang paling dibenci leluhur kami, serta akan membuat kekuatan jimat tali mayat yang kaumiliki sekarang memudar."
Basri terkekeh dalam hati. Tanpa diperintah pun, selama ini dia memang jarang melaksanakan kewajiban sesuai agamanya. Salat? Buat apa? Selama ini tidak pernah mampu mengubah jalan hidup dari dera kemiskinan yang senantiasa menyelimuti keluarga, pikir laki-laki itu.
Lalu bagaimana cara menyiasati perintah Ki Jarok tentang itu dari Lastri? Selama ini, perempuan itu termasuk istri yang taat menjalankan perintah agama. Haruskah dengan cara lama? Berpura-pura ke luar, ke langgar, tapi sebenarnya hanya menumpang nongkrong di pos ronda atau warung kopi bersama kawan-kawan senasib.
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
udah musrik..kapir juga roman nya s Basri...lengkep dah hidup nya.siap siap Basri d uber uber ma si Kesih.
2023-01-12
0
Black & White
Jarang yang pakai kata sepeninggal
2022-10-19
33