...PESUGIHAN MAYAT PERAWAN...
...Penulis : David Khanz...
...Bagian 13...
...------- o0o -------...
Juragan Juanda duduk berdampingan dengan Kepala Kampung Mbah Jarwo di hadapan para tetamu undangannya di sebuah gubuk sederhana. Tempat yang sengaja dibangun di sebuah lahan perkebunan miliknya, tidak berapa jauh dari kediaman mewah orang terkaya di Kampung Sirnagalih tersebut.
"Terima kasih saya haturkan kepada Bapak-bapak yang telah berkenan menerima undangan saya untuk turut hadir di sini," ujar laki-laki perlente itu mulai membuka percakapan. Sejenak dia melirik dan menepuk lengan tetua kampung di sampingnya, lantas lanjut berkata, "Terutama kepada yang saya hormati Mbah Jarwo atas bantuannya yang sangat berharga."
Juragan Juanda berhenti sesaat sambil menundukkan kepala. Tampak sekali raut sedih menghiasi wajahnya yang masih terlihat gagah di usia menjelang senja.
"Mengenai kejadian semalam yang menimpa kuburan almarhumah anak saya, Sukaesih, saya sangat berharap agar Bapak-bapak bersedia untuk tidak memberitahukan siapa pun terkecuali cukup kita-kita saja di sini yang tahu," imbuh Juragan Juanda dengan suara bergetar. "Keluarga saya, terutama istri saya, hingga saat ini masih belum bisa melupakan kepergian Sukaesih. Tidak perlulah kita membahas lagi kejadian yang sudah-sudah, karena itu teramat menyakitkan kami. Sekarang ditambah lagi dengan … ya, seperti yang telah kita saksikan pagi ini, mungkin bisa Bapak-bapak bayangkan bagaimana perasaan kami, saya, saat ini."
Semua yang hadir menunduk takzim. Seakan turut merasakan kesedihan pihak keluarga bersangkutan.
"Kami paham apa yang Juragan rasakan itu," timpal Mbah Jarwo bermaksud menguatkan hati salah satu warganya tersebut. "Makanya kami juga mengerti dengan keputusan yang Juragan ambil tadi." Tentu saja tentang penolakan Juragan Juanda untuk melaporkan kasus itu pada pihak kepolisian. "Kami akan menghargai apapun keputusan Juragan itu."
Laki-laki perlente itu tersenyum. Ujarnya, "Terima kasih, Mbah." Kemudian dia menatap salah seorang yang hadir di hadapannya. "Mengenai kejadian ini pula, saya pinta tidak perlulah kita berpikir macam-macam, apalagi sampai menyangkutpautkan dengan hal-hal lain. Cukup kita hentikan sampai di sini. Buatlah seolah-olah tidak pernah ada kejadian apapun di kampung kita ini. Kemudian selepas pertemuan ini, yang lain boleh kembali beraktivitas seperti biasa, terkecuali untuk Mbah Jarwo dan Sadam, saya pinta tetaplah di sini. Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan nanti."
Mbah Jarwo dan sosok yang bernama Sadam mengangguk-angguk setuju.
Juragan Juanda mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku jasko-nya, kemudian dibagikan sama rata kepada yang hadir di sana. "Ini ada sedikit rezeki buat Bapak-bapak sekalian. Anggap saja sebagai bentuk ucapan terima kasih saya yang lain atas bantuannya tadi. Tapi jangan menganggap ini sebagai suap agar Bapak-bapak menjaga rahasia tadi, ya? Katakanlah, ini sebagai bentuk kerjasama saja. Bagaimana? Bapak-bapak bisa memahami apa yang saya ucapkan, bukan?"
"Kami paham, Juragan!" jawab hadirin serempak.
Selesai membagikan uang, lalu Juragan Juanda mempersilakan semua yang hadir untuk meninggalkan tempat tersebut, terkecuali dua orang yang dipinta tadi.
Usai beberapa langkah menjauh dari gubuk, Uyat berbisik pada Sarkim. "Kira-kira apa yang akan mereka bicarakan di sana, ya, Kim? Apakah—"
"Sudahlah, Pak Uyat," tukas Sarkim mencoba mematahkan pikiran Uyat. "Kita sudah menerima uang tutup mulut dari Juragan Juanda, apa Bapak masih berniat untuk—"
"Kamu ini bagaimana, sih, Sarkim? Saya ini, 'kan, cuman nanya doang. Gak ada maksud saya buat mengkhianati janji kita tadi sama Juragan." Uyat tampak tersinggung.
"Iya, Pak, tapi dengan bertanya-tanya kayak 'gitu tadi, ada peluang bagi Bapak buat mencari-cari tahu. Terus sedikit demi sedikit pasti akan bicara dan bicara. Bagaimana nanti kalau ada yang denger. Bapak bisa jamin rahasia Juragan Juanda akan tetap terjaga?"
"Sok tahu kamu, Kim!" gerutu Uyat. Balas Sarkim disertai kekehannya, "Saya cuman ngingetin, Pak. Inget, lho, di kantong kita ada duit yang cukup buat kita agar gak usah pergi ke kebun untuk beberapa hari. Hhmmm?"
"Terus kalau istri-istri kita nanya, jawabannya apa? Kamu mau berbohong, begitu?" Uyat merengut keki.
"Ya, jawab saja, kita ada rezeki dari Juragan Juanda. Sedekah hasil bumi, zakat, atau bantuan materi keluarga. Gampang, 'kan?"
"Dengan uang sebanyak ini?"
"Kenapa tidak, Pak?" balas Sarkim. "Sudahlah, gak usah nyampuri urusan orang kaya. Saya sendiri masih ngeri ngebayangim sosok mayat Sukaesih tadi. Hiiiyy! Mudah-mudahan saja malam nanti bisa tidur nyenyak."
Uyat menggerutu sendiri. Rasa penasarannya belum juga kunjung hilang. Sejenak dia menoleh ke arah gubuk, tempat dimana ketiga sosok tersisa tadi masih duduk-duduk berkumpul ; Juragan Juanda, Mbah Jarwo, dan Sadam. 'Hhmmm, akan kucari tahu sendiri nanti jawabannya,' gumam laki-laki itu dengan mata menyipit.
Sementara itu di dalam gubuk, usai memastikan tidak ada seorang pun yang berada di sekitar tempat tersebut, Juragan Juanda kembali memulai percakapan.
"Saya sudah mendengar laporan dari Sadam, orang kepercayaan saya,," kata lelaki itu seraya melirik pada sosok yang duduk di sampingnya. "Ada satu tali kain kafan almarhumah anak saya yang hilang, yaitu di bagian leher. Terus kondisi lehernya juga seperti patah dan ada bekas tanah di kain kafan bagian wajah. Entah apakah itu bekas rembesan tanah kuburan atau bisa juga bekas sesuatu yang mengandung tanah, serta sengaja dihantamkan pada bagian itu. Dari jejak kaki dan kondisi mayat, kemungkinan terbesar pelaku biadab itu … aahhh! Saya gak sanggup membayangkannya," ujar Juragan Juanda tiba-tiba tergugu-gugu dalam isak tangisnya.
Mbah Jarwo menepuk-nepuk pundak warganya tersebut. "Bersabarlah, Juragan. Yakinlah bahwa Allah tidak akan membiarkan manusia laknat itu hidup tenang. Kita doakan yang terbaik buat almarhumah anak Juragan itu, ya."
Juragan Juanda mengangguk-angguk seraya menyeka air matanya. Dia memberi isyarat pada Sadam agar meneruskan hasil laporannya tadi. "Sampaikan semuanya, Dam, seperti yang kamu katakan pada saya sebelumnya," ucapnya lirih.
"Baik, Juragan," balas Sadam, lantas beralih pandang pada Mbah Jarwo. "Mohon maaf, jadi begini, Mbah … setelah saya amati tadi, apapun yang dilakukan oleh pelaku pembongkaran kuburan almarhumah, saya yakin bahwa ada maksud tertentu yang djniatkan olehnya. Eeuummm, maksud saya … mungkin salah satu syarat untuk ritual tertentu dan menjadikan tali kain kafan almarhumah sebagai media atau alat sebagai bahan tertentu."
"Saya gak paham, Dam. Kamu terlalu banyak menggunakan kata 'tertentu'. Apa yang kamu maksud itu hal yang berhubungan dengan dunia mistik?" tanya Mbah Jarwo disertai kening berkerut.
"Tepat sekali, Mbah," ujar Sadam sambil mengacungkan jari jempolnya. "Mungkin lebih tepatnya menjadikan media tali kain kafan itu sebagai jimat."
"Jimat?" Alis tua Mbah Jarwo naik tinggi. "Jimat apa maksudmu?" Sadam melirik pada majikannya, lantas menggeleng-geleng dan menjawab, "Itulah yang saya dan Juragan belum tahu, Mbah. Entah dipakai untuk apa dan tujuannya apa. Kami sendiri masih mencari-cari tahu."
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
jimat buat dapetin duit lah mbah Jarwo
2023-01-12
0
Yurnita Yurnita
jangan sosok Thor
2022-11-22
1