...SELAMAT MEMBACA...
"Aku yakin mereka hanya pura-pura menjalin hubungan," tuding Redia sambil menusuk-nusuk makanannya.
Aiksa mendengus dan mengetatkan rahangnya karena masih kesal bahwa rencananya gagal bahkan saat ini reputasinya jadi buruk di kalangan bangsawan karena bersikap kurang ajar di pesta pertunangan sendiri dan menyinggung grand duke.
"Wanner jadi marah padaku. Dia mendiamkanku sejak kami selesai bertunangan," keluh Aiksa.
Saat ini mereka berada di restauran yang diisi oleh orang-orang kaya. Redia memesan ruang makan tertutup agar mereka lebih leluasa bertemu sambil berbincang.
"Aku benar-benar kesal melihatnya, apalagi kemarin Grand Duke datang hanya untuk menyapanya." Redia berdecak sebal lalu menyodorkan surat kabar di hadapan Aiksa.
"Keluar hari ini, itu cukup mengejutkanku," sambung Redia.
Setelah membaca berita utama pada surat kabar tersebut, Aiksa membanting surat kabar lalu mengembuskan napas berat sambil memijat pelipis. "Seharusnya dia mati saja waktu itu!"
Tok! Tok!
Pintu diketuk dan seorang pengantar makanan masuk. Redia mengerutkan dahi dan berkata bahwa mereka tidak memesan makanan lagi, tapi si pelayan wanita yang terlihat jauh lebih muda dari mereka, ah, tidak mungkin itu terlihat seperti anak di bawah umur, berkisar 15 tahun lebih, berkata bahwa ini menu spesial yang diberikan untuk pelanggan yang memesan ruang privat.
"Kalau begitu letakkan saja disini," titah Aiksa menunjuk ruang meja yang lapang.
Pelayan itu mengangguk dan pamit undur diri setelah itu Redia dan Aiksa kembali berbincang.
"Tapi ini aneh, kenapa dia bisa berubah dalam sekejap? Perubahannya itu sangat menjengkelkan. Selain itu, setidaknya dia tidak mengetahui dalang di balik kecelakaan kereta kudanya adalah kita."
Aiksa setuju. "Iya, kau benar "
...***...
"Nona, Nona!"
Seina lari terbirit-birit menemui Lail yang membaca di perpustakaan ditemani Naika dan Daval.
"Seina, jaga sikapmu!" hardik Daval.
Seina sontak berhenti dan berdiri tegap sementara Lail mengembuskan napas karena sejak pagi Seina tidak ada di mansion.
"Aku mencarimu sejak pagi, pergi kemana?" tanya Lail.
Seina tampak gelisah, aura Daval membuatnya jadi makin bergidik. "H-hari ini saya membututi nona Redia," cicit Seina.
Lail langsung berdiri, menjatuhkan buku di atas pangkuannya lalu mencekam bahu Seina. "Apa yang kau lakukan?!"
Seina memejamkan mata melihat kemarahan Lail sementara Naika tak membela karena Seina memang bersikap semaunya, mungkin karena masih anak-anak. Padahal Naika sudah menjelaskan apa saja yang perlu Seina lakukan sebagai pelayan pribadi Lail, tapi Seina malah melakukan hal di luar tugasnya.
"Saya hanya ingin membantu Nona. Saya pernah melihat nona Redia diam-diam masuk ke kamar nona dan mengamati gaun biru sambil tertawa seperti dirasuki roh jahat, dari situ saya mulai mencurigainya dan hari inipun dia melakulan hal yang mencurigakan jadi saya diam-diam pergi mengikutinya."
Lail melempar pandang ke Daval, tapi Daval hanya tertunduk sambil minta maaf pada Lail.
"Kau tidak boleh sembarangan bertindak. Apalagi tidak tahu seperti apa orang yang kau bututi." Lail mengembuskan napas maklum kemudian kembali duduk sambil memungut bukunya.
"Seina memang salah, Nona. Walau begitu bukannya saya membela, tapi Seina memiliki potensi menjadi mata-mata. Dia bergerak mulus tanpa menimbulkan kecurigaan pada targetnya," ungkap Daval, rautnya begitu serius dan bangga begitupun Seina.
"Hah ... Lalu apa yang kau dapat dari hasil membututi Redia?" tanya Lail.
Mulut Seina agak maju, berusaha mengingat apa yang dilihat dan didengarnya. "Nona Redia pergi ke restauran mahal dan berbincang dengan seorang wanita."
"Bagaimana kau bisa masuk ke sana?" tanya Naika.
Seina tersenyum licik. "Aku menggunakan uang jajan dari Kakak untuk menyuap salah seorang pegawai untuk menyewakan baju pengantar makanan."
"Cerdik sekali," puji Naika.
"Kau tahu apa yang mereka bicarakan?" tanya Lail.
"Aku tidak mendengar banyak, tapi mereka mengatakan masalah kecelakaan kereta kuda yang mereka lakukan," ungkap Seina.
Lail sontak tertawa jenaka sementara Daval dan Naika begitu terkejut mendengarnya.
"Seina," panggil Lail.
"Ya, Nona?"
"Kau mau menjadi pengawal wanita?" tawar Lail.
Mata Seina berbinar, membayangkan dirinya mengenakan seragam pengawal dan membawa pedang di pinggulnya. "Mau!"
Lail melirik Daval meminta persetujuan. Daval tidak keberatan karena potensi adiknya memang tidak boleh disia-siakan.
"Kalau begitu aku akan mendaftarkan Seina ke Akademi Sol Puel."
"Sol Puel?!" Naika dan Daval terkejut.
Sol Puel adalah akademi bergengsi dan yang bisa masuk ke sana hanya orang-orang konglomerat dan bangsawan karena memang biayanya cukup tinggi kemudian akademi itu berada di pusat kota kerajaan, sangat jauh dari Valazad.
"No-nona bukankah itu berlebihan? Lalu, bagaimana kami membalas semua kebaikanmu?" Daval terlihat tidak enak.
"Cukup setia di sisiku itu sudah jauh dari cukup. Tapi, Seina harus tahan selama beberapa tahun disana," jawab Lail.
Seina mengepalkan tangan penuh semangat pada Lail. "Aku akan melakukan yang terbaik, Nona!"
Lail tersenyum penuh arti, dengan begini ia telah melakukan investasi pertamanya pada Seina.
...***...
Sepekan telah berlalu sejak Lail mendaftarkan Seina di Akademi Sol Puel juga mengantar Seina ke Kota Kerajaan dan hari ini, Lail pergi ke pemakaman bersama Anom dan Rebelia untuk menemui mendiang ibunya.
Lail melihat Anom meletakkan setangkai bunga lily di depan batu nisan bertuliskan Cerelia Mayl.
"Nama yang indah," puji Lail.
"Sudah selesai?" tanya Rebelia dan disusul anggukan lemah dari Anom.
"Ayah dan ibu duluan saja, aku masih ingin disini," ucap Lail.
Rebelia mengangguk kemudian kembali bersama Anom. Lail kini bersimpuh di hadapan batu nisan mendiang ibunya setelah meletakkan satu tangkai bunga lily.
"Maaf karena aku berlagak seperti anakmu," ucap Lail kemudian bangkit berdiri setelah memberi penghormatan, meninggalkan pemakaman begitu saja, tapi ketika sampi di luar gerbang, Gaiden telah berdiri menunggunya dengan cardigan panjang hitam membalut tubuh gagahnya.
"Gaiden?" Lail mengucek matanya.
"Aku nyata," celetuk Gaiden.
"Kenapa kau kesini?"
"Tadi aku ke mansion, tapi Naika bilang kau ke pemakaman jadi aku datang menjemputmu."
Jantung Lail berdebar, tidak seperti biasa. Kenapa Gaiden selalu bersikap manis padahal mereka hanya berpura-pura sebagai sepasang kekasih. Lail menatap lekat mata amber Gaiden, hendak mengatakan lebih baik mereka sudahi kepura-puraan ini karena rumor juga sudah reda, tapi tiba-tiba mata Lail menangkap kehadiran Wanner jauh di belakang Gaiden sambil membawa sebuket bunga Lily putih.
"Lail ..." lirih Wanner.
Gaiden yang mendengar suara di belakangnya hendak menoleh, tapi tiba-tiba tangan ramping Lail menangkup wajahnya. Gaiden mengerutkan dahi tidak paham, tapi ketika Lail berjinjint, sapuan lembut dari bibir Lail di atas bibirnya membuat Gaiden melotot.
Dalam sekejap Gaiden tergugu sementara Wanner. menjatuhkan bunga dalam genggaman dan menautkan alis dengan murka.
"Lail!" seru Wanner.
Gaiden tersadar atas apa yang Lail lakukan sekarang. Ekspresi Gaiden berubah menjadi dingin dan dalam satu kali gerakan, Gaiden telah melepaskan rayuan Lail pada bibirnya.
"Kau melakukannya demi membakar emosi Wanner?" Gaiden bertanya, suara dan tatapannya membuat Lail bergidik.
"Kau membuatku sedikit tersinggung," ucap Gaiden kemudian membawa Lail dengan paksa dalam rengkuhannya, meraih wajah Lail lebih dekat dan membalas perbuatan Lail dengan hal yang sama, namun lebih serius dan agresif tidak ragu-ragu seperti Lail tadi.
...BERSAMBUNG ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
~Kay Scarlet~☘️🈴⃟🍥•⭐
wah Lail... padahal ga ngekiss grand Duke juga si wanner ga bakal bisa macem-macem didepan grand Duke...
kalo grand Duke marah begitu.. duh...
2024-12-27
0
Annisa Fiqrotunazida
lail belum sadar kalau Gaiden itu benar-benar tertarik sama kamu ..dikasih kesempatan buat ciuman ya di gas lah . ngulang lebih agresif😂
2024-07-26
0
Dede Mila
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2024-05-02
0