...SELAMAT MEMBACA...
Satu buah anak panah crossbow melesat, menumbangkan satu ekor rusa.
"Saya pikir kita tidak akan membawa pulang satu pun buruan karena hujan baru saja reda," komentar Simon diikuti tiga rekan lain yang mulai mengikat buruan pada satu kayu panjang dan tebal untuk menggotong rusa itu.
Si pemburu keluar dari persembunyian lalu mengulum senyum tipis, Gaiden.
"Jika tidak dapat, aku tidak akan kembali," kelakar Gaiden.
Simon mengembuskan napas lalu mengamati penampilan Gaiden. Baju lengan pendek Gaiden terlihat sesak karena otot tubuh ditambah kulit kecokelatannya jadi mengilap karena basah oleh hujan.
"Apa Grand Duke tidak kedinginan?" Simon bertanya.
"Tidak."
Simon mengangguk kemudian memimpin jalan untuk kembali ke Kastel. Menyibak tanaman dengan pedang yang masih terbungkus, Simon dikejutkan dengan tubuh manusia yang berhasil membuatnya tersungkur dan mencium tanah.
Gaiden angkat sebelah alis melihat Simon namun, seperkian detik atensinya beralih pada sosok pemuda yang terbaring penuh luka di depan jalannya.
Mata Gaiden langsung berpendar setelah memberi perintah pada Simon untuk memeriksa si pemuda. Gaiden mulai melangkah lebih jauh untuk melihat apakah ada hal lain disana dan tak lama Gaiden mendapati seorang wanita bergaun sage polos tak sadarkan diri di dekat bangkai kereta kuda yang Gaiden kenali adalah kereta kuda pribadi dari kediaman Duke of Raitle.
Gaiden segera mendekati si wanita dan jantungnya nyaris terhenti kalau mengetahui bahwa itu adalah Lail.
"Kita harus segera kembali, tinggalkan saja buruannya!" perintah Gaiden sambil membopong tubuh Lail.
Simon dan lainnya tidak punya waktu untuk mencerna situasi, mereka segera bertindak sesuai perintah, mengikuti Gaiden yang nyaris berlari karena panik sambil menatap cemas wanita dalam gendongannya.
"Secepatnya, kita kembali ke Kastel!" seru Gaiden.
"Siap, Grand Duke!"
Dari belakang Simon tampak kesulitan membawa pemuda yang tak lain adalah Daval, jadi ia bergantian dengan rekan lainnya.
...***...
...Gazea, Kastel Themelio, kediaman Grand Duke Valazad....
Dokter dibantu dua perawat telah selesai mengurus luka-luka di sekujur tubuh Lail.
Beberapa luka terdapat di kepala, punggung, betis juga kaki sementara tangan kanan Lail mengalami patah tulang tertutup.
Setelah kepergian dokter, Simon masuk dan memberi tahu kondisi Daval. Berdasarkan pakaian si pemuda, Gaiden meyakini bahwa itu adalah pengawal pribadi Lial.
Gaiden menatap lamat Lail yang terbaring tak sadarkan diri di ranjang besar lalu bertanya, "Bagaimana penyelidikannya?"
Sesaat membawa Lail dan Daval ke kastelnya, Gaiden telah memerintahkan beberapa orang menyelidiki tempat kejadian juga menyuruhnya mencari satu orang lagi, yakni kusir. Tapi jika tidak ditemukan, kemungkinan Daval-lah yang menjadi kusir.
"Mereka memberitahu bahwa roda kereta kuda tidak terpasang dengan baik, longgar. Sehingga besar kemungkinan menjadi penyebab kecelakaan ditambah jalan menjadi licin akibat hujan," jelas Simon.
"Namanya Lail Manuella, putri pertama dari Duke Raitle. Jangan memberi tahu Duke Raitle tentang kecelakaan yang menimpa putrinya sebelum aku memberi perintah selanjutnya," jelas Gaiden yang sukses menghias wajah Simon dengan keterkejutan.
"Sungguh, Grand Duke?" Simon berusaha memastikan.
Gaiden mengangguk kemudian memberi kode agar Simon keluar, meninggalkan ia bersama Lail. Gaiden menarik kursi pada sisi ranjang dekat Lail kemudian membawa satu buku tebal untuk menemaninya mengusik rasa bosan selama menjaga Lail.
"Sir Simon."
Simon yang baru saja meninggalkan Gaiden dibuat terkejut karena kepala pelayan, yakni Sebas, pria berusia 60 tahun dengan tubuh kurus dan tinggi tengah berdiri tegap bersama kedua tangan bertaut di balik punggung, ujung kumis lentik nan tebalnya sedikit tertarik ketika bersitatap dengan Simon.
"Ya, Sebas?"
"Siapa wanita itu?" tanya Sebas dengan tatapan penuh selidik. Sebenarnya, Sebas pernah diam-diam menyelidiki Gaiden karena memilih menginap di Kondotel Satnight beberapa pekan lalu dan ternyata Gaiden tengah mengganggu wanita sama yang sekarang dibawa ke kastel dalam kondisi terluka.
Simon berpikir sejenak lalu lebih mendekatkan diri pada Sebas sambil berbisik, "Jangan mengatakan pada siapa pun, ya. Sebenarnya wanita itu adalah putri pertama Duke Raitle."
"Hoh!" Mulut Sebas membulat.
"Dia mengalami kecelakaan di tepi hutan bersama pengawalnya."
Sebas mengangguk-anggukan kepala, tapi bukankah bisa dibawa ke rumah perawatan atau hospitia, seperti rumah sakit.
"Kalau begitu aku pergi dulu, ya, Sebas," pamit Simon.
Sebas angguk kepala dan mulai berjalan untuk melihat Lail di kamar khusus tamu, tapi ketika pintu didorong, Sebas justru mendapati Gaiden tampak fokus duduk di sofa begere sambil membaca sebuah buku.
"Hm ...." Sebas mengulas senyum panuh arti melihat tindakan tak biasa Gaiden saat ini.
Sedangkan di lain tempat, sebuah Bar di Raitle.
Redia memberi sekantung uang pada pria paruh baya berperut gempal, senyum Redia tak kunjung luntur ketika si pria itu bilang bahwa melakukan pekerjaan dengan baik.
"Terima kasih, Nona," kata si pria seraya menelusupkan sekantung uang tadi ke balik baju.
Redia mempererat jubah besar yang dikenakannya sambil menarik lebih rendah topi jubah agar wajahnya tak dilihat oleh pengunjung bar.
"Kau yakin bahwa dia akan mati, kan?" Redia memastikan.
"Tentu, Nona. Saya melihat sendiri bahwa tubuhnya berguling dan menghantam bebatuan begitupun pengawalnya," bisiknya.
Redia menahan tawa bahagia lalu mulai meninggalkan bar setelah menepuk pundak si pria paruh baya. Setelahnya, Redia berjalan keluar sambil bersenandung kecil.
"Ayo, Aiksa ...." kata Redia pada Aiksa yang menemaninya pergi ke bar.
Aiksa segera mengekor dan melirik Redia. "Apakah benar bahwa wanita itu mati?"
Redia mengacungkan ibu jari. "Tentu. Mungkin dia mati kehabisan darah atau dimakan binatang buas." Redia terkikik.
Senyum Aiksa mengembang. Kemarin Redia memberi tahu bahwa Lail akan berlibur ke rumah neneknya, awalnya Aiksa tidak peduli karena itu bukan urusannya, tapi ternyata Redia merancang rencana pembunuhan.
Redia diam-diam melonggarkan roda kereta sementara Aiksa mencari orang yang mampu menjadi perantara agar rencana mereka benar-benar tidak gagal karena hanya mengandalkan roda yang telah dirusak. Jadi, Aiksa mengatur pertemuan antar Redia dengan orang itu kemarin agar esok harinya rencana bisa segera dilayangkan.
Aiksa merasa tidak bersalah karena baginya Lail penghalang antara ia dan Wanner juga penyebab Wanner semakin jauh dengannya saat ini.
"Aku tidak sabar meletakkan setangkai bunga poppy di makamnya," ujar Aiksa.
...***...
Malam menyapa bersama terang bulan dengan bintang bertabur pada langit dan bersama itu, Lail mendapati dirinya terbaring di kamar bernuansa mewah dan berani dengan warna dinding merah tua dipadu kuning gading berdesain heraldik.
Lail agak kesulitan untuk melihat ruangan lebih jelas karena pencahayaan yang minim membuat sekelilingnya temaram namun, ketika kepala Lail bergerak ke samping dekat nakas, dimana lampu tidur menyala, seorang pria telah memperhatikannya cukup lamw sambil duduk di sofa dengan kaki saling bertumpu.
"Selamat malam," kata Gaiden disusul senyum lebar yang membuat matanya seperti bulan sabit.
...BERSAMBUNG ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
~Kay Scarlet~☘️🈴⃟🍥•⭐
wah wah wah... beneran iblis betina itu adiknya lail.. parah...
kayaknya kalau dibuat mati baru impas ini si redia ini... Lail yang sebelumnya kayaknya juga mati gara-gara adik iblisnya ini
2024-12-27
1
Ifarim
ckckc dasar uler😬
huhu jdiii emosiii
2022-10-10
6
Paramitha Tikva
yaah lagi thro
2022-10-10
2