...SELAMAT MEMBACA...
Lail telah sampai di Desa Agapi bersama Gaiden. Lail pikir pria itu akan langsung pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya, tetapi malah menumpang di rumah neneknya. Lail tidak bisa mengusirnya, mengingat Gaiden merupakan penguasa asli tanahdi Valazad selain itu, Gaiden telah menyelamatkan nyawanya. Rasa hutang budi ini membuat Lail kesal setengah mati.
Linav begitu senang melihat Lail datang bersama Gaiden, mata tua-nya mengaggumi Lail dan Gaiden ketika baru selesai merayakan pesta kecil untuk memperingati hari lahirnya.
Lail yang nakal sudah berubah menjadi wanita dengan pembawaan diri yang baik. Sambil duduk di kursi kayu yang terambai-terambai, Linav bertanya dan sukses membuat Gaiden tercengang.
"Maaf, jika saya menyinggung anda, Grand Duke. Tapi saya sungguh ingin tahu, kapan anda akan menikahi cucu saya?"
Lail yang berdiri di samping Gaiden buru-buru mendekati Linav, bersimpuh di hadapan Linav sambil mengenggam kedua tangan tua di atas pangkuan tersebut.
"Apa yang nenek katakan? Hubunganku dengan Grand Duke tidak seperti yang nenek pik—"
"Secepatnya, Nek." Gaiden ikut bersimpuh di dekat Lail dan menatap teduh mata bak permata zamrud milik Lail.
"Kau gila?" Lail berdesis penuh kecaman, namun hal itu justru membuat Gaiden terkekeh.
...***...
Besok paginya setelah tiga hari menginap di Agapi, Lail pamit pada Linav untuk kembali ke Raitle.
Lail menolak keras ketika Gaiden menerabas jalan langsung menuju Raitle padahal Lail ingin pulang dengan kereta kuda saja agar tidak terlalu mencolok apalagi menghebohkan semua orang karena diantar oleh Gaiden.
Tapi Gaiden bilang tidak semua orang mengenalnya lagi pula penampilannya saat ini tidak menunjukkan tanda-tanda dirinya seseorang yang berkuasa.
Berangkat pagi sambil beberapa kali istirahat, Lail akhirnya sampai di mansion. Gaiden menurunkan topi jubah untuk menyembunyikan separuh wajahnya ketika memasuki mansion sementara Lail mengejutkan Anom.
"Apa yang terjadi dengan tanganmu?!" Anom begitu panik melihat sling di tangan kanan Lail.
Lail menelengkan kepala, menatap Redia jauh di belakang Anom. Mata Redia terbelalak, nyaris mengeluarkan bola mata dari kantung mata sangking terlejut melihat Lail kembali bahkan tak lama Daval muncul disana. Rasa lega dan bahagia yang Redia rasakan langsung sirna.
"Kenapa? Kenapa dia bisa selamat?! Kenapa dia harus hidup dan kembali?!" Redia mengepalkan tangan demi menyalurkan emosinya.
"Biarkan dia istirahat, aku bisa menjelaskan kejadian itu, Duke." Gaiden memangkas jarak di antara dirinya dan Anom.
Tinggi tubuh Gaiden sukses membuat Anom melihat wajah Gaiden dari bawah. "G-rand Duke?" cicit Anom.
Gaiden meletakkan telunjuk pada bibir, memberi isyarat agar Anom tidak terlalu keras berbicara karena Lail sudah begitu was-was di sisinya.
"Kalau begitu masuklah." Anom mempersilakan Gaiden masuk kemudian menyuruh Lail ke kamar untuk istirahat.
Gaiden menatap Lail seolah minta persetujuan dan Lail angguk kepala.
"Siapa lagi pria di sampingnya?" Redia menyipitkan mata, berusaha mengenali sosok menjulang Gaiden.
...***...
Mengetahui bahwa Lail habis mengalami insiden buruk, Wanner hendak pergi ke sana tapi Aiksa yang tahu langsung mencegah Wanner dan akibatnya berakhir bertengkar.
Aiksa sendiri baru tahu bahwa ternyata Lail kembali dari surat yang dikirim Redia kemarin.
"Hentikan, Aiksa! Aku hanya ingin menjenguknya. Kenapa kau tidak memiliki pengertian dan belas kasih sedikit saja pada Lail?" Wanner menyingkirkan cekalan Aiksa pada lengannya kemudian segera pergi tanpa menoleh ke belakang.
Tubuh Aiksa melemas, sambil bersimpuh dirinya menangis. Padahal semua miliknya telah diberikan pada Wanner, hati serta tubuhnya.
"Kau pikir bisa bersikap seperti ini padaku Wanner? Tidak! Aku tidak akan membiarkanmu!"
Sementara itu, beberapa jam berlalu, Wanner telah menemui Lail. Mata Wanner tak henti menatap sling yang tersampir di bahu kanan Lail untuk menompang tangan yang cedera.
"Syukurlah, kau sudah baik-baik saja," lirih Wanner.
Lail mengembuskan napas lalu berdiri dari duduknya, ini sudah setengah jam sejak Wanner datang. Lail sudah tidak bisa berlama-lama lagi, kalau bukan karena alasan menjenguk, Lail tidak akan membiarkan Wanner masuk.
"Aku ingin beristirahat, terima kasih telah menjengukku." Lail menundukkan kepala dan hendak pergi, tetapi Wanner menghadang, matanya tampak berkaca-kaca.
"Lail ... Kumohon pertimbangkan aku." Wanner meremas dada dari luar pakaian, suaranya bergetar ketika hendak bersuara lagi. "Aku benar-benar menyesal telah meninggalkanmu. Kumohon ..."
Lail merasa napasnya tercekat, bagaimana ini? Rasa menyakitkan yang dialami Wanner merupakan timbal balik yang dilakukan Wanner kepadanya.
"Maaf." Setelah berkata demikian, Lail melewati Wanner.
Wanner merasa sakit hati ketika Lail mengacuhkannya lagi. Wanner menatap berang Lail, hendak mencegah kepergiannya lagi, tapi Daval muncul, menghadang pergerakan Wanner.
"Anda sudah melewati batas, Marquess."
"Tsk!" Wanner berdecak kemudian pergi dari sana.
Wanner kembali ke rumahnya yang berads tidak jauh dari wilayah perbatasan, tetapi ketika sampai di sana, Aiksa telah menunggunya di ruang tamu.
Wanner sudah malas berdebat dengan Aiksa lagi, jadi hendak memulangkannya, tapi ketika bertemu, Aiksa menangis dan memeluk Wanner dengan erat.
"Wanner, aku hamil," lirihnya diiringi senyum bahagia.
Wanner terbelalak, sontak menengkeram sepasang bahu Aiksa, melepaskan pelukan wanita itu.
"Kau hamil? Tapi bagaimana ..." Wanner menggantung kalimatnya mengingat bahwa ia sering melakukan hubungan badan dengan Aiksa tanpa sepengetahuan orang lain.
Aiksa menyembunyikan ekspresi jengkelnya melihat Wanner tidak menunjukkan rasa bahagia sama sekali sementara Wanner tampak kelimbungan. Jika orang tahu bahwa Aiksa hamil di luar nikah dengannya, reputasinya sebagai marquess yang terpandang akan runtuh dalam hitungan hari.
Di sisi lain, pernikahan adalah solusinya, tapi Wanner tidak mau menikahi Aiksa karena masih berharap bahwa Lail kembali padanya.
"K-kalau begitu kita harus bertunangan, Sayang." Wanner tersenyum paksa sambil mengusap rambut Aiksa.
"Bertunangan?" Aiksa mengerutkan dahi lalu mendorong Wanner sembari memalingkan wajah sedih. "Kau harus bertanggung jawab, aku tengah mengandung anak kita dan menikah adalah pilihannya."
"Sial! Jika menikah maka lebih sulit untuk menyingkirkannya!"
Wanner mencari alasan lalu melirik was-was sekitar ruang tamu kemudian membawa Aiksa pada sudut yang senyap. "Dengar, Sayang. Kita akan mengadakan pesta pertunangan yang mewah, setelah itu pernikahan akan dilakulan sebulan kemudian. Jangan terlalu cemas, aku pasti akan bertanggung jawab," bisik Wanner sensual.
Aiksa tampak puas kemudian mengalungkan tangan pada leher jenjang Wanner, mendaratkan kecupan ringan yang berakhir menjadi ******* brutal dari Wanner. Sekali lagi, mereka melakukan hubungan intim.
...***...
Lail mengusap wajah kasar, dua hari telah berlalu tapi kusir itu tidak kunjung ditemukan. Daval telah berusaha semaksimal mungkin, tapi benar-benar kesulitan alhasil, Lail tidak tahu apa benar Redia yang melakukannya.
Tapi yang lebih mengejutkan, undangan untuk hadir ke pertunangan Wanner dan Aiksa mendarat padanya.
"Ini begitu tiba-tiba, kenapa, ya?" Lail penasaran, walau begitu dia turut senang karena setidaknya Wanner tidak akan mengganggunya lagi.
Sedangkan di waktu bersamaan, Redia bertemu Aiksa di sebuah kedai. Keduanya begitu serius ketika berbincang.
"Aku harap kau bisa memberitahuku tentang persiapan Lail untuk menghadiri pesta pertunanganku," kata Aiksa di sela-sela minumnya.
"Tentu saja."
...BERSAMBUNG ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
~Kay Scarlet~☘️🈴⃟🍥•⭐
wah wannernya jahat juga kayak nya ini.. wkwkwk yah cocok lah wanner sama aiksa itu. pede banget Lail bakal dateng ke pesta pertunangan kalian.. peselingkuh dan selingkuhannya... ckckck...
2024-12-27
0
nacho
😍😘😍😘😍😘😍😘😍😘ok
2024-02-18
1
AK_Wiedhiyaa16
Makanya jgn jadi wanita murahan,
Blm dinikahin udh nyodorin tubuh cuma utk merebut pria milik wanita lain
2022-10-14
7