...SELAMAT MEMBACA...
Pegangan Lail pada tas jinjing kian erat. Hari ini ia akan pulang namun, anak-anak yang telah pulih total dua hari lalu terlihat enggan melepaskan Lail.
Anak-anak mengerubung dan berebut untuk memeluk Lail bahkan berbondong-bondong memberi hadiah berupa gambar-gambar di kertas.
Maina tersenyum bersama rekan lainnya. Siapa sangka Lail yang katanya pembuat onar hanyalah omong kosong belaka. Kenyataannya bagi Maina, Lail adalah sosok wanita bangsawan penuh keanggunan dan hati yang besar.
"Kami harap kau sering berkunjung kemari," kata Maina diangguki para pengurus lain.
"Aku akan menyempatkan waktu. Terima kasih atas semua bantuan dan bimbingan kalian untukku." Lail menundukkan kepala sebagai rasa hormat yang kemudian dibalas langsung dan serentak oleh pengurus panti
Setelah mengucapkan salam perpisahan, Lail memasuki kereta kuda dan dikawal oleh Daval. Daval datang atas perintah Lail melalui surat yang dikirim ke Naika.
Ketika sampai di mansion, Lail disambut hangat oleh Anom bahkan mengajak Lail untuk berbincang secara pribadi tanpa mempedulikan Redia yang berdiri di sisinya.
Anom menanyakan banyak hal mulai dari perasaan dan kesan Lail sejak berada di sana juga mengungkit masalah keracunan makanan itu. Anom mendapatkan informasi itu dari dokter yang Lail panggil kala itu juga dari Maina.
Setelah selesai berbincang akhirnya Lail kembali ke kamar, tapi sepertinya ia kedatangan tamu, Redia.
Redia berada di ruang tamu area kediaman Lail. Lail menyediakan minuman dan cemilan ringan di meja lalu menatap Redia.
"Apakah kondisimu sudah jauh lebih baik? Bukankah kau keracunan?" Lail bertanya dengan raut iba.
Redia mengetatkan rahangnya. Sejak diracuni itu, Redia meminta pengawal pribadinya mencari Oktal, tapi Oktal sudah tidak ada di Raitle selain itu, Redia yakin bahwa Lail adalah dalang atas pengkhianatan Oktal.
"Ah, apa tenggorokanmu hancur jadi tidak bisa mengeluarkan suara?" cibir Lail sambil menahan tawa dan sukses memperburuk raut wajah Redia.
"Kakak yang melakukan semua ini, kan?!" tuding Redia.
"Hm? Apa maksudmu?" Lail pura-pura tak paham.
"Kakak menyuruh Oktal meracuniku!"
"Pfft ... Meracuni? Bukankah Oktal pelayanmu? Bagaimana bisa kau diracuni oleh pelayanmu sendiri?" Tawa Lail membuncah membuat Naika dan Daval yang tak paham situasi saling pandang.
"Aku tahu kakak yang melakukannya. Jadi lebih baik jangan coba lari dari kesalahan!"
Lail berhenti tertawa lalu bergerak menambahkan tiga gula beku berbentuk persegi ke dalam teh Redia.
"Lidahmu itu terlalu pahit, coba minumlah teh dengan banyak gula. Jangan sampai rasa pahit di lidahmu itu mengakar hingga ke hati nuranimu." Mata Lail bergerak ke atas, menghujam netra Redia begitu keji hingga Redia merasa bulu kuduknya meremang.
"Aku akan kembali ke kamar!" Redia bangkit berdiri dan melengos sementara Lail mengembuskan napas kecewa.
"Sayang sekali tehnya."
...***...
"Empat hari lagi usia nenekmu akan genap 74 tahun, tidakkah kau ingin melihatnya?"
Pertanyaan Anom menghentikan pergerakan Lail menyantap sarapan. Nenek dari ayahnnya atau ibunya? Lail bingung, tidak mungkin dia bertanya sekarang di saat ada Rebelia dan Redia makan bersamanya.
"Aku akan mengunjunginya, Ayah," jawab Lail.
Anom tersenyum getir. "Aku ingin melihat nenekmu, tapi rasanya aku malu menghadapinya sejak gagal melindungi putrinya."
Lail menatap lekat Anom. "Putrinya? Apakah itu ibuku? Berarti ini nenek dari pihak ibu, ya."
Dari posisinya, Redia diam sambil memandangi Lail kemudian bertanya, "Kapan kakak mau kesana?"
Lidah Lail mendadak berat untuk menjawab pertanyaan Redia, tapi Anom dan Rebelia pun penasaran akan hal itu.
"Mungkin besok," jawab Lail.
"Baiklah, kalau begitu ayah akan mempersiapkan keberangkatanmu. Kau hanya perlu bersiap saja besok," kata Anom yang diangguki oleh Lail.
"Terima kasih, Ayah."
...***...
Esok harinya, langit terlihat gelap dan rintik hujan perlahan menjadi deras. Lail mengembuskan napas padahal hari ini akan berangkat ke tempat neneknya.
Sesuai informasi yang didapatkan, nama nenek Lail adalah Linav dan tinggal di desa bernama Agapi, tak jauh dari Gazea. Lail harus melewati jalur dekat tepi hutan, jalan yang sedikit berudak.
"Nona yakin tidak ingin pergi bersama saya?" Naika memelas.
Lail menggeleng lalu melirik Daval. "Maaf, Naika, Sir Daval saja hanya mengantarku lalu kembali lagi."
Naika mengembuskan napas berat lalu menurut saja. Yah, mungkin Lail ingin menghabiskan waktu secara pribadi dengan neneknya disana, pikir Naika.
Hujan sudah mulai reda dan Lail segera memasuki kereta kuda ditemani Daval. Lail juga sudah berpamitan dengan Anom dan Rebelia sebelumnya.
"Bagaimana kondisi adikmu?" Lail bertanya pada Daval yang duduk begitu tegang karena berhadapan dengannya. Sekarang kereta kuda sudah meninggalkan mansion.
"S-sudah lebih baik, Nona."
"Jika kau sedang kesulitan, katakan padaku Sir Daval."
Daval tersenyum kikuk, perkataan Lail seolah mengetuk hatinya hingga ia secara sadar menceritakan sedikit kisah hidupnya.
"Kedua orang tua saya sudah meninggal dan sekarang saya hanya memiliki adik perempuan berusia 15 tahun sebagai keluarga saya. Dia tinggal cukup jauh dari tempat saya bekerja, maka dari itu, kemarin saya mengambil cuti cukup lama karena dia sedang sakit dan takut sendirian. Berkat bantuan Nona, saya sudah melewati kesulitan itu, terima kasih banyak, Nona!"
Lail tertegun, ternyata Daval tidak seenak yang dia pikir. Daval cukup populer di kalangan wanita di kediamannya, ditambah Daval memiliki kharisma menonjol yang membuatnya seperti dari keluarga berada.
Lail diam cukup lama, berpikir keras lalu mendapatkan sebuah pencerahan. "Siapa nama adikmu?"
"Seina."
"Maaf jika ini menyinggungmu, apakah adikmu tengah mengenyam pendidikan di sebuah akademi?" Lail bertanya penuh kehati-hatian.
Daval menggigit bibir bawah dan menunduk, rasanya agak malu mengatakan hal ini. "T-tidak. Sebenarnya Seina berhenti sekolah karena kami terlilit hutang walau begitu saya bersikeras membujuknya, tapi Seina menolak karena kami harus melunasi hutang orang tua kami semasa hidup."
Napas Lail seperti terhenti di tenggorokan, betapa sulit hidup Daval sebagai anak pertama.
"Bawa dia padaku, Sir Daval. Jika kau tidak keberatan, aku ingin menjadikannya sebagai pelayan pribadiku sama seperti Naika. Dia akan melanjutkan pendidikannya dan tinggal bersamaku dengan begitu kau tidak perlu jauh darinya."
Darah Daval berdesir, perutnya terasa digelitik dan disesaki sesuatu yang membuat tubuhnya menegang. Apa ini rasa bahagia yang berusaha ditahannya? Daval menerka.
"A-apakah saya pantas menerimanya, Nona?" Daval bertanya skeptis namun, pertanyaan itu justru menenggelamkan Daval dalam senyum tulus Lail.
"Tentu saja. Kau bahkan berhak mendapatkan hal yang lebih dari itu Sir Daval karena kau mempetaruhkan banyak hal demi melindungiku," ucap Lail.
Ketika Lail terdahulu memiliki kepribadian begitu buruk, hanya Daval yang bertahan dan menerimanya. Mungkin karena kondisi ekonominya, tapi yang Lail tahu bahwa Daval adalah orang yang loyal pada tuannya, tidak peduli tuannya itu seorang penjahat gila sekali pun.
"Terima kasih banyak, Non—"
Perkataan Daval terputus ketika kereta kuda mulai terombang ambing dan ada kejanggalan pada roda. Daval sontak meraih Lail, mendekapnya erat ketika kereta memasuki jalanan berudak yang membuat kereta kuda berguling ke permukaan curam, mengeluarkan Daval dan Lail hingga berguling dari tepi hutan, terjun lebih jauh ke dalam hutan.
Lail tidak bisa melakukan apapun kecuali memekik keras dan meringis ketika Daval terlepas darinya, kedua orang itu menghantam bebatuan dan ranting-ranting. Di saat itu, ketika Lail melirik ke atas untuk melihat apa yang membuatnya terjatuh, senyum sang kusir berhasil membuat napas Lail tercekat sebelum akhirnya sebuah batu menghantam tubuh Lail hingga tak sadarkan diri hingga sampai ke dasar.
...BERSAMBUNG ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
~Kay Scarlet~☘️🈴⃟🍥•⭐
duh ... kalo iya ini kelakuan redial.. emang itu iblis banget adik Lail itu
2024-12-27
0
Frianty Frianty
aku baca ini 2024
2024-11-09
0
Annisa Fiqrotunazida
aku yg mampir di tahun 2024 🤭
2024-07-26
0