...SELAMAT MEMBACA...
"Selamat malam," kata Gaiden disusul senyum lebar yang membuat matanya seperti bulan sabit.
Lail mengerjap tiga kali ketika beradu pandang dengan Gaiden sampai pada detik berikutnya Lail memekik tertahan dan hendak bangun namun luka disekujur tubuh terutama tangan membuat Lail meringis.
"Jangan gerak berlebihan, lukamu masih begitu baru terutama cedera di tangan kananmu," jelas Gaiden sembari membenarkan posisi baring Lail, merapikan selimut pada tubuh Lail kemudian berjalan keluar, memanggil pelayan untuk membawa makanan.
Gaiden kembali duduk di posisi awal, menunggu Lail mengutarakan sesuatu.
"Kau menyelamatkanku?" terka Lail.
"Ya."
Lail memejamkan mata berusaha menekan rasa pening yang mendera lalu ekor matanya melirik Gaiden sangat cemas. "A-apa kau menyelamatkan orang lain selain aku?"
"Ya, seorang pemuda. Dia pengawalmu?"
Lail mengangguk. "Bagaimana keadaannya?"
"Dia sudah sadar sore tadi lalu setelah melihatmu aku menyuruhnya untuk kembali beristirahat," beritahu Gaiden.
Kali ini Lail tidak menyesali pertemuannya dengan Gaiden justru bersyukur.
"Apa aku di rumahmu?" tanya Lail, suaranya begitu lemah.
"Ya."
Lail kurang yakin menyebutnya rumah karena bagian kamar ini saja sudah begitu luas ditambah desain heraldik di dinding terasa familier bagi Lail, ah! itu adalah lambang yang sama tersemat di pedang Gaiden, seekor singa bersayap yang memegang perisai emas.
Gaiden pasti bukan sekedar orang pemerintah, aura yang dipancarkan Gaiden cukup mampu menekannya, alih-alih memikirkan itu lebih lama, Lail justru terus memikirkan kusir yang tersenyum padanya ketika terjatuh. Kusir itu belum Lail lihat sebelumnya di mansion padahal setiap kusir yang dipekerjakan sudah Lail hapal wajahnya. Apa kusir baru? Tidak! Lail begitu yakin bahwa itu orang luar.
"Kepalamu sakit?" Telunjuk Gaiden menempel di antara dua alis Lail yang menukik.
Lail mengembuskan napas, menyingkirkan telunjuk Gaiden menggunakan tangan kiri. "Tidak."
"Terima kasih telah menyelamatkanku," sambung Lail penuh syukur.
Gaiden mengulas senyum tipis dan tak lama Sebas masuk sambil mendorong troli perak berisi makan malam. Gaiden mengerutkan dahi, bertanya-tanya mengapa Sebas yang membawa makanan.
"Baiklah, Sebas. Tolong urus dia, aku harus menemui Simon," kata Gaiden sambil berdiri.
Raut semangat Sebas mendadak sirna, padahal Sebas berharap Gaiden menyuapi Lail karena tangan kanan wanita itu sedang cedera.
"Eh!" Lail mengerjap ketika tangan besar Gaiden yang terasa kasar menelusup pada ceruk lehernya.
"Maaf," cicit Gaiden kemudian tangan bebas yang lain menyangga punggung Lail, membawa Lail untuk menyandar pada punggung kasur agar mudah ketika menyantap makanan.
Setelahnya Gaiden meninggalkan kamar, membiarkan Lail hanya menatap punggung lebarnya yang menghilang dari balik pintu.
Sebas tersenyum lalu duduk di sofa, tempat Gaiden duduk tadi. "Saya sangat senang melihat Grand Duke begitu memperhatikan anda."
Lail menelengkan kepala, sebelas alis terangkat dan tatapan hanya fokus pada pergerakan bibir Sebas yang nyaris tertutup kumis sepenuhnya. "Grand Duke?" beo Lail.
Sebas mengerutkan dahi, sama bingungnya seperti Lail. "Ya, Grand Duke. Pria gagah dan perkasa yang baru keluar tadi adalah Grand Duke Valazad," jelas Sebas lagi yang sukses membuat sekelebat ingatan-ingatan Lail ketika bersikap seenaknya pada Gaiden selama liburan di Gazea selama sepekan.
" ... Jangan bilang anda baru tahu dari saya?" terka Sebas dan diangguki Lail.
"Y-ya ..." Lail menjawab lesu kemudian menatap mata Sebas. "Apakah sekarang aku berada di Kastelnya?" Lail memastikan.
Sebas mengangguk. "Benar!"
"Hah ... Ya ampun," Lail membatin.
...***...
Paginya, dua pelayan membawa Lail ke dalam kamar mandi, mengusap lembut tubuh Lail di dalam bak berisi air dengan wewangian kelopak bunga. Luka itu masih agak basah jadi pelayan begitu hati-hati membersihkan tubuh Lail.
"Sudah berapa lama Nona dan Grand Duke bersama?" tanya salah satu pelayan.
Lail terhenyak dari lamunan, memilih mengamati kelopak bunga yang bergerak kian kemari akibat pergerakannya di air.
"Semua orang penasaran dengan ini karena untuk pertama kalinya Grand Duke memperlakukan seorang wanita seperti kekasihnya. Benar, kan?" imbuh pelayan satunya sambil tersenyum jahil.
Lail mengembuskan napas sambil geleng-geleng kepala, kenapa para pelayan ini begitu antusias mengenai hubungannya dengan Gaiden.
"Kami baru bertemu." Lail menjawab asal sambil memejamkan mata, menikmati hangatnya air.
Dua pelayan ini tentu tidak percaya, tapi mereka diam saja sampai selesai mengurus Lail hingga membantu Lail berpakaian.
Lail mengenakan dress canary berlengan Flutter. Gaun itu memiliki panjang hingga setengah tiang betis Lail lalu agian dada dari dress tersebut berbentuk V-kneck rendah, tidak terlalu mengekspos garis dada Lail.
Dua pelayan tadi menata rambut Lail dengan sederhana, disanggul sambil menyisakan anak rambut pada setiap sisi daun telinga kemudian memberi sentuhan akhir di wajah Lail disusul pewarna merah muda lembut membasahi bibir Lail agar tidak terlalu pucat.
"Wah, cantiknya," puji para pelayan ketika melihat pantulan wajah dan penampilan Lail di cermin. Itu terlihat indah dan anggun walau terhalang oleh sling (gendongan tangan patah) pada tangan kanan Lail.
Wajah Lail agak bersemu. "Terima kasih."
"Selamat pag .... Wah!" Sebas yang tiba-tiba muncul dibuat takjub melihat penampilan Lail.
"Selamat pagi, Sebas." Lail menyapa balik membuat Sebas tersadar dari lamunannya.
"Ekhem!" Sebas berdehem sambil membenarkan pita kupu-kupu pada kerah kemeja putihnya yang dibalut jas hitam lalu berujar, "Grand Duke menunggu anda untuk sarapan bersama."
Lail tampak ragu, sejak tahu ternyata Gaiden adalah Grand Duke, rasanya nyali Lail agak menciut, tapi menolak ajakan sarapan bersama seorang Grand Duke sekaligus penyelamatnya adalah hal yang tidak sopan serta tidak tahu diri.
"Mari, Sebas." Lail kemudian berjalan hati-hati, memar di kakinya sudah tidak terlalu terasa walau begitu di kondisi seperti ini Lail harus ekstra hati-hati.
Sekarang, Lail telah mengisi kursi kosong di ruang makan megah bersama Gaiden yang tampak tenang menikmati hidangan sementara Lail berusaha makan menggunakan tangan kiri.
"Perlu kusuapi?" Gaiden menawarkan bantuan namun, tawarannya itu membuat Lail terkejut hingga sendoknya jatuh, menciptakan dentingan cukup keras.
"Ah, maaf, Grand Duke," lirih Lail sambil membersihkan beberapa percikan noda makanan di sekitar piringnya.
Gaiden tersenyum tipis. "Sepertinya aku tidak perlu memperkenalkan diri lagi, ya."
Lail membalas tatapan Gaiden lalu mengangguk kecil, tidak perlu banyak bicara karena pria yang delapan tahun lebih tua darinya itu seperti mempermainkannya.
"Tapi aku lebih suka kita saling memanggil nama atau berbicara santai ketika tidak dalam acara resmi, seperti saat ini," ungkap Gaiden.
Tawaran ini adalah sebuah keberuntungan bagi seseorang, tentu saja Lail akan menerimanya ditambah mungkin jika semakin dekat dengan Gaiden, ia bisa melakukan hal yang besar, tapi Lail harus membuang pikiran itu jauh-jauh mengingat Gaiden memiliki kharisma yang kuat sehingga membuat Lail agak takut jatuh dalam pesonanya.
"Jika kondisimu sudah cukup baik, aku akan mengantarmu kembali ke Raitle. Aku khawatir ayahmu akan panik jika tahu putrinya mengalami hal buruk, jadi aku tidak memberi kabar apapun padanya, Lail Manuella, putri dari Duke Raitle."
Lail tersentak, namun buru-buru mengontrol emosinya. Tidak heran jika Gaiden tahu identitasnya, lebih dari itu Lail setuju dengan perkataan Gaiden, tapi mengantarnya kembali? Tidak! Itu tidak boleh terjadi karena pasti akan menciptakan rumor baru yang menghebohkan para bangsawan dan warga Raitle, bukan hanya Raitle, mungkin Gazea juga.
"Terima kasih, tapi aku akan kembali sendiri ke Raitle jika sudah pulih lagi pula, sebenarnya aku ingin menemui nenekku di Desa Agapi."
"Desa Agapi tidak jauh dari sini, aku akan menemanimu kalau begitu."
"Tidak perlu, aku bisa pergi sen—"
"Jangan terlalu keras kepala, kebetulan aku ada beberapa pekerjaan disana," potong Gaiden sembari bersedekap dada, menatap Lail lebih intens.
"Seharusnya aku tidak mengatakan tujuanku!" rutuk Lail sambil menunjukkan ekspresi kesal yang tertahan sehingga Gaiden benar-benar gemas melihatnya.
...BERSAMBUNG ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
~Kay Scarlet~☘️🈴⃟🍥•⭐
tempel terus grand Duke... 😄😄😄 bair nyaho nanti redial itu.. biar kna tebas ama grand duke
2024-12-27
0
nacho
😍😘😍😘😍😘😍😘😍😘
2024-02-18
1
Ifarim
wkwkwk gaiden malah makin gencarr yaak
2022-10-10
5