...SELAMAT MEMBACA...
"Aku ingin mengakhiri pertunanganku dengan Marquess Arche, segera mungkin."
Permintaan Lail berhasil membuat pena bulu dalam genggaman Anom terlepas, tinta dari ujung runcing pada pena mengotori lembar di bawahnya. Anom tersadar, buru-buru memisahkan pena dari kertas, meletakkan pada wadah semestinya kemudian menatap Lail penuh keraguan.
"Coba ulangi permintaanmu." Anom menegakkan tubuh, berusaha mendengar lebih seksama.
"Aku ingin mengakhiri pertuanganku dengan Marquess Arche, segera mungkin."
Anom sedikit mengernyit heran. Padahal pertunangan terjalin karena Lail begitu tertarik pada Wanner sehingga Anom melakukan pertemuan dengan keluarga Wanner untuk membahas masalah perjodohan keduanya. Jika akhirnya begini, Anom akan kesulitan menghadapi keluarga Wanner.
Tahu apa yang dipikirkan Anom hanya dari kerutan keras di wajah, Lail maju selangkah dan membeberkan beberapa fakta, mengenai Wanner berselingkuh dengan Aiksa dan secara terang-terangan Wanner pernah meminta padanya untuk mengakhiri pertunangan.
Mendengar penuturan Lail, rahang Anom mengeras dan wajah tampak menerah, marah. Mengetahui bahwa Lail diselingkuhi membuat Anom geram dan hendak melayangkan protes pada Wanner dan keluarganya, tapi Lail mencegahnya dan berkata itu semua bukan salah Wanner karena sikap kasarnya mungkin membuat Wanner melakukan hal ini. Bukannya meredakan emosi Anom, perkataan Lail justru membuat Anom kian geram. Walau terlihat begitu abai pada Lail, sesungguhnya Anom diam-diam terus memperhatikan segala tingkah Lail.
"Aku akan mengurus Wanner dengan caraku sendiri jadi kumohon, Duke tolong urus permintaanku barusan," tutur Lail.
Sekali lagi, Lail memanggilnya duke. Anom sedikit meringis kemudian menatap Lail lekat. "Kenapa tiba-tiba memanggilku Duke?" Anom bertanya.
Lail agak canggung, tentu saja alasan pertama karena Anom bukan ayah aslinya lalu di masa lalu, Anom begitu acuh pada Lail terdahulu jadi Lail bingung harus bersikap bagaimana.
"Jangan memanggilku begitu. Lakukan seperti biasa." Anom menyampaikan protes.
Lail hanya mengangguk kemudian izin undur diri sementara Anom bergegas meraih jubah, menyampirkan pada bahu lebarnya dan segera keluar tak lama Lail sudah pergi.
...***...
Baru saja menikmati senja sore dipoles binar kejinggaan penuh kelegaan, Lail justru harus menghadapi kedatangan Wanner ketika petang telah tiba.
Tepat di ruang tamu, Naika telah meminta Wanner untuk menunggu Lail yang baru saja berganti gaun. Tak lama, Lail datang bersama Daval yang mengekor.
Pemandangan pertama yang Lail dapatkan adalah mata cokelat Wanner yang bergetar karena emosi. Lail tidak tahu kenapa Wanner tiba-tiba datang kemari, atau mungkin sudah tahu bahwa pertunangan mereka telah berakhir? Tapi seharusnya Wanner senang bukannya tampak mengebu-ngebu penuh emosi begini.
"Ada ap—"
Perkataan Lail terhenti tatkala Wanner berdiri tegak dengan kedua tangan terkepal di sisi tubuh. Alis Wanner menukik tegas lalu bersuara lantang membuat Lail sedikit mendengus kasar karena telinganya sedikit terusik.
"Apa saja yang kau lakukan pada Aiksa?!"
"Haah .... " Lail mengembuskan napas panjang lalu duduk tegak di sofa sambil memberi kode pada Naika untuk mengisi cangkir Wanner yang masih kosong.
"Tidak ada. Kami hanya terlibat perbincangan saja." Lail menjawab sembari menyesap minumannya.
Wanner geram kemudian melangkah cepat ke arah Lail lalu mencengkeram sepasang bahu Lai, memaksa Lail berdiri berhadapan dengannya. Daval telah menarik pedang, hendak dilayangkan pada batang leher Wanner sebagai perlindungan.
Lail mengangangkat tangan untuk menghentikan tindakan Daval kemudian membalas tatapan sengit Wanner padanya.
"Aiksa bilang kau mengancamnya bahkan mencemoohnya! Kenapa kau tidak bisa membiarkan Aiksa hidup tenang?!" bentak Wanner.
Naika terperangah begitupun Daval karena Lail tidak pernah melakukan itu pada Aiksa saat terlibat pembicaraan di pagi hari tadi.
Lail tertawa sumbang, siapa sangka ternyata Aiksa lebih busuk ketimbang novel yang dibacanya.
"Jika aku mengatakan kebenarannya pun kau tidak akan percaya, jadi anggaplah begitu." Lail menepis kedua tangan Wanner yang mencengkam bahunya.
"Jangan pernah menganiaya Aiksa lagi! Kau tidak berhak melakukannya! Aiksa adalah wanita yang kucintai dan dia lebih baik darimu, bahkan jika disandingkan denganmu, Aiksa jauh lebih layak ketimbangmu. Kau itu hanya—"
Plak!
Satu tamparan dari Lail pada pipi kiri Wanner menimbulkan suara cukup keras di ruang tamu. Bersamaan rasa perih pada pipinya, Wanner merasa napasnya seolah tercekat, ini pertama kalinya Lail memberi tamparan.
"Kau salah. Aku lebih baik dan layak ketimbang wanitamu. Harus kutegaskan padamu bahwa aku tidak mencintaimu lagi. Aku sudah mengambil keputusan untuk mengakhiri pertunangan kita, sesuai kemauanmu sebelumnya. Jadi, jangan pernah salah paham mengenai perasaanku padamu," ungkap Lail.
Lail menahan air mata. Saat mengatakan hal itu, suara Lail agak bergetar karena mengingat bagaimana perjuangan Lail terdahulu demi mendapat perhatian Wanner juga bagaimana ketika tahu Wanner lebih mencintai Aiksa. Sementara Wanner merasa ada rasa tidak terima menyelinap di hatinya mendengar bahwa Lail tidak mencintainya lagi, lalu memutuskan pertunangan? Wanner berpikir itu hanya omong kosong karena ia belum mendengar informasi apapun terkait pertunangannya.
"Ayahku baru kembali dari kediamanmu setelah membicarakan pertunangan kita. Jadi, mulai sekarang kita tidak memiliki hubungan apapun!"
Lail kemudian kembali ke kamar tanpa memedulikan Wanner yang bergeming, menatap punggung Lail yang kian menjauh, menghilang dari pandangannya.
"Silakan kembali, Marquess," ucap Naika pada bibir pintu, membuka pintu selebar mungkin agar Wanner pergi dari sana.
Sedangkan Lail tengah menangis tanpa suara di kamar, hanya menyalakan lampu tidur pada nakas. Jika Lail terdahulu tidak begitu dibutakan oleh cinta, mungkin akhir dari kehidupannya tidak menyedihkan. Memperjuangkan pria yang tidak mencintai kita tidak akan mendapat akhir yang baik-baik saja kecuali mendapat luka terus menerus hingga lupa bagaimana rasanya sembuh dan tak merasakan sakit.
"Aku telah melakukannya. Sekarang, aku bisa menghadapi masalah yang lain." Lail menyemangati diri sendiri di tengah isakan tanpa suara.
Lambat laun Lail tertidur dengan jejak air mata lagi menghias wajah menawannya. Daval masuk, memandangi wajah Lail begitu lekat kemudian membenarkan posisi berbaring Lail seraya memasang selimut tebal berbulu hingga setengah tubuh Lail.
"Bagaimana dengan Nona?" tanya Naika.
Daval mengembuskan napas. "Sudah tidur."
...***...
Paginya, jam sembilan pagi setelah selesai sarapan, Lail berkutat dengan beberapa buku sejarah di perpustakaan yang setiap rak kayu besar disesaki berbagai macam buku.
Lail duduk di kursi kayu dengan meja bundar terisi kue kering dan secangkir teh.
Naika tersenyum, Lail benar-benar berubah. Padahal Lail lemah dibidang akademi, tapi kali ini Lail justru tidak bosan sama sekali setelah menyelesaikan satu buku cukup tebal.
"Selamat pagi, Kakak!"
Konsetrasi Lail hancur ketika seorang gadis berambut cokelat masuk ke kamarnya dengan senyum cerah. Lail tahu itu siapa, namanya Redia Bavie, adik Lail dari ibu berbeda. Di kehidupan lalu, Redia menghasut Lail agar terpancing dengan emosi pada hal-hal tak berguna, kemudian diam-diam mendukung perselingkuhan Wanner dengan Aiksa, tak berhenti disitu bahkan Redia membuat Lail jelek di mata para bangsawan hanya demi menyingkirkan Lail sebagai penerus Anom.
"Pagi kembali," balas Lail santai dan kembali fokus membaca.
Sebelah alis Redia terangkat melihat respons Lail yang tenang. "Kakak terlihat baik-baik saja. Padahal kudengar hubungan kakak dan Marquess sudah berakhir."
"Hm, aku justu merasa jauh lebih baik setelah hubungan kami berakhir." Lail menutup buku lalu menatap Redia serius. "Apa kau datang menemuiku hanya untuk mengatakan itu?"
Redia kelabakan, sikap Lail sedikit membuatnya gagap. "T-tidak. Aku datang hanya untuk menyapa karena sudah lama tidak berbincang dengan kakak."
"Kalau begitu kemari dan duduk bersamaku," ajak Lail sambil melirik kursi kosong dekatnya.
Redia mengangguk kemudian duduk berhadapan dengan Lail. Senyap. Lail tidak memulai percakapan, namun menunggu Redia bersuara.
"Ternyata benar bahwa kakak tampak seperti orang berbeda" batin Redia.
...BERSAMBUNG.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Jue
Adik satu Ayah Author bukannya adik tiri
2023-08-22
0
AK_Wiedhiyaa16
Hmm, adik tiri ppb
2022-10-14
4
IndraAsya
next 💪💪💪😘😘😘
2022-10-06
3