...SELAMAT MEMBACA...
Wilayah Gazea, Kastel Grand Duke Valazad, Gaiden Zaigwel Laighelton.
Gaiden berhasil meringkus beberapa pelaku penyeludupan di sebuah kapal dan bukan hanya itu, para pelaku ini bahkan membawa beberapa budak wanita dari Gazea untuk di bawa ke negara seberang.
Dari pagi hingga sore mengurus masalah ini, akhirnya Gaiden bisa kembali beristirahat di kastelnya. Kastel Gaiden berada di dataran lebih tinggi yang mampu memantau perkotaan secara menyeluruh, jadi tidak sedikit waktu yang diperlukan jika hendak meninggalkan kastel menuju perkotaan.
"Grand Duke, ini saya." Simon mengetuk pintu.
Gaiden meninggalkan ranjang sembari mengencangkan tali piyama tidur pada pinggulnya kemudian duduk pada kursi begere setelah mengizinkan Simon memasuki kamar.
"Sepertinya wanita tadi pagi berasal dari luar Gazea. Saya bertanya pada resepsionis tentangnya ."
"Apa?" Gaiden begitu tertarik, bagaimana tidak, berkat sikap berani dan bantuan wanita itu Gaiden mampu menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat.
"Namanya Lail Manuella. Dia memesan kamar di kondotel Satnight selama sepekan bersama gadis lain bernama Naika."
Gaiden terlihat tidak puas dengan informasi yang diberikan Simon. "Bagaimana dengan latar belakangnya?"
Simon tersenyum canggung. "Maaf, Grand Duke."
Gaiden mendengus kemudian kembali ke ranjang. "Tidak apa-apa. Sekarang kembalilah untuk istirahat."
Simon menunduk rendah dan segera meninggalkan kamar Gaiden. Sementara Gaiden tidur telentang sambil mengamati langit-langit kamar dan tersenyum. "Ya, kurasa tidak begitu buruk jika mencari tahu lebih dalam tentangnya."
Sedangkan di lain tempat, Kondotel Satnight.
Lail meringkuk di atas tempat tidur dengan tatapan gamang, Naika cemas karena Lail terus diam. Apa hal buruk telah terjadi? Naika kemudian mendekat di sisi ranjang Lail.
"Ada apa, Nona?"
Lail menatap Naika sedih kemudian mengembuskan napas berat. "Hah, semoga aja liburan kita berjalan dengan baik, ya, Naika."
Lail kemudian berbaring membelakangi Naika sembari menarik selimut hingga sebatas leher. Sejak tadi Lail kepikiran tentang tindakan gegabahnya memarahi dan menyinggung pasukan pemerintah.
"Ya, ya, lagi pula aku tidak akan bertemu dengan pria kasar itu lagi," batin Lail kemudian memejamkan mata.
...***...
Esok harinya, Lail memutuskan untuk sarapan bersama Naika di salah satu restaurant terkenal di Gazea. Terdapat dua area makan di sana, di dalam dan area beranda restaurant yang berarti makan di luar tanpa atap.
Lail memilih menu berupa kentang dan beberapa makanan mengandung banyak sayuran lalu menikmatinya di bagian beranda. Dari posisinya, Lail bisa mengamati jalan paving yang kian ramai. Saat ini, Lail berada di pusat usaha makanan.
Setelah menuntaskan makanan, Lail memutuskan untuk pergi dari sana dan berjalan-jalan di sekitar dermaga. Sesaat sampai disana, angin berembus lebih kencang membuat Lail harus memegang topi cartwheel cokelat muda di kepalanya, tetapi topi itu harus terlepas karena seorang menabraknya.
"Ah, Nona topinya!" seru Naika ketika topi terbawa angin, melayang ke belakang mereka.
Lail menoleh ke belakang dan topinya telah berada dalam dekapan seorang pria yang terasa familier bagi Lail. Pria itu adalah Gaiden.
"Ini."
Gaiden mendekat sambil memberi topi pada Lail.
"Terima kasih, Tuan."
Gaiden terdiam sejenak kemudian terkekeh karena Lail tidak mengingat dirinya sementara Lail dan Naika tampak bingung.
"Ada apa?" tanya Lail pada Gaiden.
"Senang bertemu denganmu lagi." Gaiden mengulurkan tangan pada Lail.
"Lagi? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Indigo cake di toko tua," kata Gaiden.
Lail terkesiap lalu dalam keterkejutan telunjuknya mengarah pada wajah Gaiden. "Pria kasar kemarin?" Lail memastikan.
"Lancangnya! Apa kau tidak tahu siapa yang ada di hadap—"
Simon tiba-tiba muncul di belakang Gaiden dan menyingkirkan telunjuk Lail namun, perkataannya harus terpotong karena Gaiden memberi pelototan sedangkan Naika langsung emosi atas tindakan Simon pada Lail.
"Kau bisa mematahkan jari nonaku, tahu!" Naika berseru, berkacak pinggang di depan Simon dengan garang. Bukannya membalas, Simon tiba-tiba merasa angin berhembus kencang bersama bunga bertebaran di sekitarnya kala melihat Naika memarahinya.
"Ah!" Simon menyentuh dadanya lalu beringsut mundur.
"Ada apa dengannya? Apa kau melakukan sesuatu, Naika?" Lail angkat sebelah alis melihat reaksi Simon.
"Aku tidak melakukan apapun padanya, Nona!" Naika segera mendekati Lail.
Gaiden tertawa kecil kemudian merangkul Simon. "Temanku ini begitu sentimental. Perkataanmu mungkin menyakiti hatinya," kelakar Gaiden sembari melirik Naika.
Naika tampak bersalah sedangkan Lail bengong, bagaimana bisa begitu? Tapi sepertinya Naika percaya sehingga berusaha minta maaf dan mengajak Simon berbincang sementara Gaiden mendekati Lail.
"Mau jalan-jalan lagi? Jika kau berkenan, aku bisa menjadi pemandumu," Gaiden menawarkan diri.
Lail mengalihkan atensi dari Naika ke Gaiden. "Denganmu?" Lail bertanya skeptis.
Gaiden mengangguk kemudian menunjukkan pedang yang tersampir pada pinggulnya. "Aku orang pemerintah, tidak perlu cemas."
"Bagaimana dengan temanku?" Lail melirik Naika.
"Kita bisa pergi bersama." Gaiden melirik Simon kemudian berseru, "Simon!"
Simon sontak pasang tubuh tegap dan menatap Gaiden. "Ya, Gran—"
"Panggil aku Gaiden!" desis Gaiden dengan pergerakan mulut tak bersuara namun, penuh penekanan pada setiap penyebutan kata.
"Kita akan jadi pemandu dua nona ini, cepatlah," lanjut Gaiden membuat Simon mengangguk takzim.
"Ya!"
Sekarang ke empat orang ini menyusuri dermaga. Selama jalan beriringan, Gaiden berusaha mengorek latar belakang Lail, tapi ia urungkan niat itu ketika Lail antusias melihat beberapa kapal besar ditambatkan pada pelabuhan.
Kota Gazea dikelilingi oleh Laut Caebra yang indah, permukaannya seperti disebari permata yang tercerai berai ketika terpapar binar selain itu Gaiden juga memberitahu Lail bahwa pelabuhan di Gazea merupakan pusat perdagangan utama laut di Valazad.
Lail tertegun mendengar semua penjelasan dari Gaiden begitu pun Naika sementara Simon begitu bangga pada tuannya itu. Setelah merasa cukup menikmati pelabuhan, Gaiden kemudian mengajak Lail untuk kembali ke perkotaan, menyusuri jalanan panjang yang membentang hingga alun-alun kota.
Disisi kanan dan kiri jalan terdapat rumah-rumah batu, tak hanya itu bahkan di sana terdapat beragam toko.
"Nah, sekarang kita bisa beristirahat di sini." Gaiden berhenti pada alun-alun kota, dimana banyak sekali anak-anak, orang dewasa serta lansia berada, hendak menikmati hari sebelum beranjak petang, sekarang sudah sore hari.
"Pak, tolong kemari dan lukis kami," pinta Gaiden pada seorang seniman lukis jalanan.
Lail terkejut karena tiba-tiba Gaiden mengenggam tangannya lalu duduk di kursi panjang putih di alun-alun kota sementara si seniman mulai mengambil posisi untuk melukis keduanya.
Lail menunjukkan raut tidak terima. "Kau tidak meminta persetujuanku?" protesnya.
Gaiden mengedikan bahu sambil berujar sedikit menyebalkan. "Ah, maaf, aku lupa. Jadi ..." Gaiden menatap Lail sambil tersenyum. "Apa aku sudah dapat persetujuan?"
Lail mendengus kemudian melirik pergerakan tangan seniman pada peralatan lukis. "Dasar rubah jantan," cibir Lail yang sukses membuat Gaiden tergelak pendek.
Sementara itu tidak jauh dari keduanya, Naika merasa dilupakan sedangkan Simon terus berdiri sambil memandangi Nakka dengan wajah berseri.
"Bagaimana jika selanjutnya kita yang dilukis?" usul Simon sambil menyengir.
"Tidak!" Naika kemudian melengos, menjauhi Simon yang justru mengekorinya lagi.
"Semoga kami tidak bertemu mereka lagi!" harap Lail dan Naika.
...BERSAMBUNG ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
~Kay Scarlet~☘️🈴⃟🍥•⭐
wkwkwk.. langsung dapet gelar rubah jantan... wkwkwk gimana ga bete.. cowo2 nya sksd bgt 😭😭😭🤣🤣🤣
2024-12-26
0
Frianty Frianty
😩heh di lukis
2024-11-09
0
Hikam Sairi
🤣🤣🤣🤣🤣🤣😂
2024-09-30
0