...SELAMAT MEMBACA...
Lail dan Redia berangkat bersama dalam satu kereta kuda menuju rumah Lueith, selama perjalanan Lail hanya diam sementara Redia melirik sinis Lail karena ternyata Lail tidak berbusana seheboh dulu.
Lail memilih pakaian cerah semi formal bernuansa victorian agar menyimbangi suasana pesta, di atas pangkuannya sebuah topi bertepi lebar melengkapi penampilan anggun nan menawan Lail.
"Lunakkan ekspresi wajahmu saat kita sampai di pesta, Redia." Lail akhirnya membalas tatapan sinis Redia. "Akan buruk jika kau melakukannya di tempat ramai," sambung Lail.
Redia tertawa pendek lalu bersedekap tangan di dada sambil menatap ke luar jendela, sebentar lagi mereka akan sampai. "Jangan mengkhawatirkanku karena hal buruk tidak akan terjadi padaku ketika kita berada di sana, lebih baik pikirkan dirimu, Kakak."
Setelah berkata demikian Redia diam dan tak lama kereta kuda memasuki halaman lapang Lueith dan di sana beberapa kereta kuda mewah telah berbaris rapi sementara pada pintu masuk terlihat beberapa wanita bangsawan disambut oleh penjaga. Menyadari kereta kuda Lail datang, para wanita bangsawan berbondong-bondong menatap keluar melalui jendela besar yang menjadi bagian dari dinding.
Lail turun begitu anggun dari kuda kemudian berjalan masuk untuk melihat seperti apa pesta yang diselenggarakan wanita bangsawan di zaman ini.
"Wah."
Lail berdecak kagum melihat dekorasi simpel dalam ruang megah di kediaman Lueith, sentuhan dari dekorasi tidak begitu ramai karena kediaman Lueith saja sudah terlihat mewah. Tidak heran jika keluarga Lueith terlihat lebih makmur karena mereka memiliki kebun anggur dan mendirikan sebuah pabrik pembuatan sampanye, pasti Lueith begitu kaya raya.
"Selamat datang, Lady Lail."
Lail mengalihkan atensi pada dekorasi pesta ke arah seorang wanita cantik berambut cokelat dengan mata hitam besar yang membuatnya terlihat imut. Siapa? Lail menerka.
Menyadari kebingungan di wajah Lail, si wanita segera memperkenalkan diri. "Saya Tirsia Lueith."
"Ah!" Lail segera membalas bungkukan rendah Tirsia lalu tersenyum membuat beberapa wanita tergugu, mempertanyakan apakah itu Lail yang sama.
Biasanya Lail tidak akan membalas penghormatan yang diberi padanya, tapi ini diiringi senyum ramah ia bahkan tak segan membalas hormat pada Tirsia.
Tirsia tersenyum kemudian membawa Lail mengisi sebuah kursi pada salah satu ruang dimana terdapat satu meja bundar yang dikelilingi empat kursi.
"Sebentar lagi pesta akan dimulai, silakan tunggu saya disini," kata Tirsia kemudian bergabung ke kelompok bangsawan lain.
Lail tidak banyak bicara dan hanya diam sambil menikmati alunan musik yang mulai dimainkan sementara itu dari atas tanpa sepengetahuannya, kakak lelaki Tirsi mengamatinya cukup lama di balik pilar kokoh pada lantai atas kemudian menghilang dari sana.
"Se-senang bertemu Lady Lail."
Lail mengangkat sebelah alis melihat Aiksa tiba-tiba menyapa padahal kemarin habis marah-marah di kediamannya.
"Ya, senang bertemu denganmu juga."
Kini semua atensi jatuh pada Lail serta Aiksa dan tak lama beberapa wanita bangsawan yang kemarin menghadiri pesta teh di kediaman Gaia berdiri di sisi Aiksa dan memandang Lail seperti menghakimi.
"Tidak perlu menyapa orang yang angkuh sepertinya, ayo, pergi dari sana."
Aiksa ditarik oleh temannya dari hadapan Lail sementara Lail dapat mengembuskan napas lega. Seluruh atensi yang berpusat padanya membuat Lail sadar bahwa tidak semua menerima keberadaannya disini. Yah, mau bagaimana lagi karena sudah diundang, tidak mungkin Lail menolak karena yang ada reputasinya akan semakin tercoreng.
"Kau seperti terlahir kembali, ya."
Lail sedikit terkejut melihat satu wanita lagi muncul dan mengisi kursi di sampingnya tak sampai disitu bahkan si wanita mengulurkan tangan pada Lail. "Gaia wantes, putri dari Earl Borneta."
Lail membalas uluran tangan Gaia. "Lail Manuella."
"Tampaknya kau sadar kalau mereka tidak menyukaimu." Gaia mengakhiri jabat tangan dan mengobrol begitu santai.
"Ya, begitulah. Aku tidak terlalu terkejut karena memang sebelumnya sifatku begitu menjengkelkan."
Gaia menahan tawa lalu menatap Lail penuh ketertarikan. "Ayah bercerita tentangmu. Katanya kau membantu warga Jaik agar tidak gagal panen dengan membangun sebuah jalur irigasi."
Perkataan Gaia yang sedikit keras mencuri perhatian Tirsia sehingga bergabung di kursi dekat Gaia, kini Lail berada di tengah keduanya.
Lail ragu untuk bercerita namun, Tirsia terus mendesaknya hingga akhirnya ketiga wanita ini terus berbincang tanpa mempedulikan sekitar dan hal ini membuat Redia emosi. Seharusnya rencana mempermalukan Lail dilakukan sekarang, tapi Tirsia terlihat senang bersama Lail, jika melakukannya sekarang besar kemungkinan akan timbul permusuhan.
"Bolehkah aku bergabung?" Redia mendekat dan mengisi kursi kosong.
Lail mengangguk kemudian berujar, "Tentu saja." kemudian Lail menatap Tirsia dan Gaia secara bergantian. "Karena Redia, aku memiliki keberanian untuk menghadiri pesta, dia adik yang sangat baik."
Gaia dan Tirsia saling pandang.
"Baik apanya? Apakah kau tidak tahu bahwa Redia terus berbicara hal buruk tentangmu dan mendukung perselingkuhan Wanner dengan Aiksa?" Rasanya Gaia dan Tirsia ingin berkata demikian pada Lail.
Gaia dan Tirsia bersahabat sejak kecil dan mereka tidak terlalu peduli dengan rumor buruk apalagi ikut berceletuk ketika seseorang berbicara buruk tentang Lail. Yah, walau mereka pernah sekali memaki tentang sikap buruk Lail yang sering melanggar etiket bangsawan.
"A-h, kakak berlebihan," jawab Redia gugup, sementara hatinya memaki.
...***...
Acara pesta selesai di sore hari, beberapa tamu telah kembali dan beberapa lainnya menunggu jemputan. Tidak lama ketika Lail keluar dari rumah bersama Tirsia dan Gaia, kereta kuda Wanner memasuki halaman dan menghampiri Aiksa yang tersipu malu dan digoda oleh beberapa temannya.
"Ayo, kembali, Aiksa." Wanner mendekati Aiksa dan mengulurkan tangan namun, ekor matanya justru mendapati Lail hingga uluran tangan itu turun bersama Aiksa yang hendak menerima ulurannya.
"Lail ...." lirih Wanner.
"Yaampun, anda begitu romantis sampai-sampai menjemput Lady Aiksa kemari."
"Kau benar. Bukankah semakin hari kalian begitu serasi, seharusnya kalian segera bertunangan."
Celetukan dari teman Aiksa membuat Wanner tersadar sehingga melempar senyum canggung sementara Lail tampak tidak peduli ketika para wanita itu melirik sarkas dirinya.
"Tsk! Berlebihan sekali mereka," komentar Gaia.
Tirsia tak kalah kesal melihatnya kemudian melirik kakaknya yang tiba-tiba keluar dan menghampiri Lail, membuat kehebohan terjadi karena kakak Tirsia yang cukup digandrungi oleh para wanita tengah menyapa Lail.
"Sedang apa kakak disini?" Tirsia mendekati kakaknya, Jay Lueith.
Jay mengabaikan perkataan Tirsia dan memilih meraih punggung tangan Lail sembari mengecupnya sekilas. "Bolehkah saya mengantar Lady pulang?"
"Hah?!" Tirsia dan Gaia terperangah.
Lail mengerjap dua kali karena situasi tiba-tiba berubah. "Ma-maaf, tapi aku akan pulang bersama adikku." Lail melirik kereta kuda di mana Redia sudah ada di dalamnya.
Jay terlihat lesu, tapi tiba-tiba sentakan kuat pada tangannya membuat Jay terkejut. Pegangan Jay pada tangan Lail terlepas karena ulah Wanner.
Kini Wanner berdiri di hadapan Lail dan menatap Jay sengit. "Menjauh dari Lail!" serunya.
Semua orang terkejut melihat tindakan Wanner sementara Jay langsung tertawa pendek. "Ah, maaf." Jay mengentikan tawanya lalu kembali berujar, "Tapi kenapa tiba-tiba Marquess ikut campur? Setahu saya Marquess bukan tunangan Lady Lail lagi."
Wajah Wanner mengerut, alisnya menukik tajam karena kesulitan mengelak.
"Walau begitu, Lail masih mencintai saya. Dia tidak akan mau menerima tawaranmu!" Wanner kemudian menghadap Lail dan menatapnya sendu. "Aku bisa mengantarmu pulang, tapi jangan menerima pria lain untuk mengantarmu."
Mata Lail memicing pada Aiksa yang berada tak jauh di depannya, tepat di belakang Jay. Mata Aiksa sudah berkaca-kaca dan bibirnya mengerut seperti kerucut.
"Jangan bercanda. Jika aku masih mencintaimu, pertunangan kita tidak akan berakhir." Lail kemudian menyingkirkan Wanner dari hadapannya dan mendekati Jay. "Aku akan meminta pengertian Redia terlebih dahulu, jadi maaf jika sedikit merepotkan mengantarku pulang."
Jay menyunggingkan senyum kemenangan dan mengangkat sepasang alis untuk menyindir Wanner. "Tidak, tidak, justru saya yang minta maaf karena tiba-tiba mendekati Lady."
Setelahnya Lail bilang pada Redia bahwa ia akan kembali bersama Jay dan sekarang Jay membantu Lail memasuki kereta kuda dan kembali bersama namun, sebelum itu Jay berpamitan pada Tirsia dan Gaia.
"Kenapa kakakmu melakukan itu?" Gaia bertanya.
"Entahlah." Tirsia mengedikkan bahu.
Wanner diam dengan kepala tertunduk sementara Aiksa menyentakkan kaki kesal sambil memasuki kereta kuda, menunggu Wanner segera masuk dan mengantarnya pulang.
"Sialan! Sialan! Sialan!" Aiksa menggigit kuku jari sangking kesalnya terhadap sikap Wanner dan keberuntungan Lail. Sekarang, Aiksa bahkan tidak sanggup melihat tatapan iba para wanita padanya di luar sana.
...BERSAMBUNG ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
~Kay Scarlet~☘️🈴⃟🍥•⭐
ngakak... si aiksa malah yang paling dipermalukan hahahaha....
Lail malah jadi punya link baru.. good lail
2024-12-26
0
Annisa Fiqrotunazida
padahal seru-seru novel author ini, tapi masih kurang banyak yg komen, semoga nanti akan lebih banyak dikenal karyamu Thor... tetap semangat 💪🤗
2024-07-25
2
est
seru keren thor
2022-10-19
0