"Permisi. Saya ingin menanyakan harga terong ungu dan mentimun sekarang berapa, ya?" tanyanya dengan tatapan lurus tertuju kepada Dirga.
Ya, pembeli itu adalah Astrid. Wanita cantik tersebut tak ingin menunggu lama untuk melakukan sidak ke pasar demi menemukan sosok Dirga. Dia sudah mengelilingi beberapa kios sayuran untuk mencari kakasih putri sahabatnya itu. Setelah mengunjungi beberapa kios dengan menanyakan hal yang sama, akhirnya dia bertemu di sini.
"Terongnya sekilo delapan ribu dan untuk mentimunnya sekilo lima belas ribu. Kalau Ibu beli banyak nanti bisa dapat harga grosir," jawab Dirga dengan diiringi senyum yang manis.
"Kok Ibu, sih!" protes Astrid ketika mendengar Dirga memanggilnya dengan sebutan demikian, "memang saya udah kelihatan tua seperti ibu-ibu, ya?" Astrid bertanya kepada Dirga dengan tatapan yang tak lepas dari pria manis itu.
Tentu saja, pertanyaan tersebut berhasil membuat Dirga dan ibunya saling pandang. Dirga merasa geli saja setelah mendengar pertanyaan itu. Bukan tanpa sebab, meski penampilan Astrid terlihat cantik, rapi dan tidak norak, tetapi dalam pandangan Dirga wanita yang sedang berdiri di dekat tempat terong itu memang pantas dipanggil dengan sebutan 'Bu'.
"Maaf, maaf. Saya tidak bermaksud menyinggung Anda." Dirga merasa bersalah akan hal itu. Dia mencoba bersikap Ramah agar calon pembeli di hadapannya merasa nyaman.
Bu Astuti hanya menggeleng pelan sambil tersenyum, ketika melihat wanita yang mungkin seumuran dengannya itu sedang memilih mentimun. Bertemu orang-orang yang berbeda karakter, tentu bukan lagi sesuatu yang mengherankan bagi janda dua anak itu.
"Ga, Ibu ini seperti mak Ijem, ya. Gak mau kalau dipanggil dengan sebutan 'Ibu'. Masa dia kemarin minta anak KKN yang ada di tempat kita dengan memanggil dia 'Kak'. Ih lucu pisan itu mak Ijem. Gak inget umur, ya," bisik bu Astuti saat teringat tetangganya yang bernama Ijem.
Dirga hanya menanggapi ucapan sang ibu dengan sebuah senyuman. Namun, sepertinya dia harus segera pergi ke lapak bang Asis untuk membantu membersihkan tempat ikan hiasnya. Ini adalah pekerjaan Dirga yang lain demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
"Bu, aku ke tempat bang Asis dulu, ya," pamit Dirga tanpa menanggapi cerita tentang mak Ijem yang disampaikan oleh ibunya.
"Iya. Jangan lupa sarapan dulu!" teriak bu Astuti setelah teringat jika Dirga belum sarapan sesuap nasi pun.
Sementara Astrid, langsung menghentikan kegiatan berpura-pura memilih mentimun itu setelah mendengar Dirga pamit. Dia meletakkan mentimun tersebut di tempatnya sambil mengawasi ke mana Dirga pergi.
"Teh, jadi beli berapa kilo terongnya?" tanya bu Astuti ketika melihat Astrid hanya diam saja. "Teteh!" Bu Astuti memanggil Astrid sekali lagi dengan lebih nyaring, karena wanita itu sibuk menatap ke arah lain.
"Ah, iya. Saya tidak jadi beli. Maaf. Saya pikir di sini harganya bisa miring," ucap Astrid seraya membalikkan tubuhnya, "besok saja saya kembali lagi. Sekalian beli pisang tanduk," ucapnya sebelum benar-benar pergi dari kios sayur milik bu Astuti.
"Dasar aneh! Aya-aya wae!" gerutu bu Astuti setelah Astrid menjauh dari lapaknya.
Astrid mempercepat langkah agar tidak tertinggal jauh dari Dirga. Dia tidak boleh sampai kehilangan jejak pemuda yang terlihat manis itu. Langkah astrid pun harus terhenti ketika melihat Dirga masuk ke salah satu toko penjual ikan hias. Wanita peternak madu tadi berpikir untuk sesaat. Dia harus mencari alasan yang tepat agar bisa mengintai Dirga dengan leluasa.
"Apa mungkin aku harus masuk dan melihat ikan hias di sana?" Astrid bergumam sambil mengamati Dirga yang sedang membersihkan aquarium kecil yang ada di depan toko.
Astrid kemudian merapikan rambutnya yang baru dikeriting beberapa hari yang lalu. Dia juga membetulkan letak hand bag yang menggantung di lengan kanannya. Dengan langkah gemulai, wanita bertubuh bohay itu memasuki toko ikan hias tersebut. Sementara Dirga tak terlalu memperhatikan kehadiran Astrid di sana, karena dia tengah sibuk dengan pekerjaannya.
Melihat ada wanita cantik masuk ke toko ikan hias miliknya, Asisudin segera menyambut dengan ramah. "Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanyanya memasang senyum lebar. Beruntung karena hari itu dia tidak memakai kaos oblong yang sobek di bagian ketiaknya.
"Oh, iya. Saya ingin lihat-lihat dulu. Boleh, kan?" jawab Astrid kikuk, pasalnya dia bingung harus bagaimana.
"Oh, tentu saja. Silakan, Mbak. Di sini mah, bebas. Saya punya banyak koleksi ikan hias, dari yang harga merakyat sampai harga pejabat. Mbak tinggal pilih saja, dijamin ngga akan tertipu," jelas Asisudin dengan percaya diri. "Ga, sudah beres belum? Nanti jangan lupa cek jumlah ikan yang baru datang, ya!" serunya sambil mengalihkan perhatian kepada Dirga yang berada di luar.
"Iya, Bang," sahut Dirga menoleh untuk sesaat. Namun, dia seketika tertegun saat melihat keberadaan Astrid di sana. Dengan segera wanita peternak madu itu memalingkan wajah ke arah lain, karena dia sadar bahwa Dirga tengah memperhatikannya. Astrid segera berpura-pura melihat-lihat ikan hias di dalam aquarium.
"Ini ikan apa ya, Pak?" tunjuk Astrid pada beberapa ekor ikan dengan kepalanya yang jenong.
"Oh, itu ikan louhan, Mbak. Cantik tapi perawatannya terbilang susah," jelas Asisudin. Tak henti-henti dia mencuri pandang kepada Astrid yang tentu saja jauh lebih cantik dari ikan louhan, meskipun mereka sama-sama memiliki jenong besar, tapi di tempat yang berbeda.
"Oh, ya sudah kalau begitu. Saya ngga suka sesuatu yang susah-susah. Maunya yang gampang saja," ujar Astrid menanggapi. Dia lalu berjalan ke dekat aquarium lain. "Ini ikan apa?" tanyanya kemudian.
"Itu ikan mas koki. Mbak. Cantik dan banyak peminatnya juga," jawab Asisudin yang berdiri tak jauh dari Astrid.
"Eh, tapi ko bulet ya. Saya ngga suka lihat perutnya yang buncit," balas Astrid dengan seenaknya, membuat Asisudin segera memegangi perut sendiri. Sesaat kemudian, wanita peternak madu itu terdiam. Dia lalu melirik kepada Dirga. "Anda cuma punya satu pegawai di sini, Pak?" tanyanya lagi.
"Oh, saya malah ngga punya pegawai, Mbak. Dia datang ke sini kalau saya sedang butuh bantuan saja," jelas Asisudin. "Panggil saja saya bang Asis. Orang-orang di sini biasa menyebut saya demikian," ujarnya dengan penuh percaya diri.
"Oh, apa Anda orang seberang juga?" tanya Astrid yang segera menggeser posisi berdirinya sedikit menjauh dari pemilik toko ikan hias tersebut. Dia sudah dapat mencium sesuatu yang tidak normal dari gelagat pria itu.
"Ya, Mbak. Saya orang seberang. Seberang kota," jawab Asisudin sambil tertawa, sehingga memperlihatkan giginya yang kekuningan. "Saya asli dari Majalengka. Namun, menurut teman-teman di sini, wajah saya mirip orang Batak. Karena itulah saya dipanggil abang," jelasnya.
"Oh, begitu," balas Astrid. Pandangannya kembali tertuju kepada Dirga yang sudah selesai membersihkan beberapa aquarium. Pemuda itu pun kemudian masuk dan menghampiri mereka.
"Sudah selesai, Bang. Di mana ikan-ikan yang harus dicek? Jam sembilan saya harus berangkat ke cafè soalnya," ujar Dirga. Dia menoleh kepada Astrid yang memperhatikan dirinya dengan diam-diam. Dirga pun mengangguk sopan. "Ibu yang tadi mau beli terong ungu sama mentimun, ya?" tanyanya menyapa Astrid dengan ramah.
Pastinya Astrid gelagapan setelah Dirga mengenalinya. Baru pertama kali menjalankan misi, tapi Dirga sudah mengingat wajahnya dengan jelas. Mungkinkah Dirga setelah ini curiga dengan Astrid?
...🌹Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka 😍🌹...
...🌷🌷🌷🌷🌷🌷...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Dyah Oktina
😁😁😁😁😁 aya 2 wae thor... kaos bolong ketek.. 🤭🤭🤭
2023-08-08
0
Bunda dinna
Astrid ada2 saja..penyamaran kurang jitu
2022-11-15
0
🎤ImaEdg🎧
itu dari Sononya x perutnya buncit 🤦😂🤣
2022-10-15
0