Mobil mewah berwarna hitam yang dikendarai sopir pribadi Soraya, terus melaju di tengah jalanan kota yang padat. Tatapan mata Soraya pun tak lepas dari sosok pria yang mengendarai motor butut dengan santai, beberapa meter di depan mobilnya. Pria itu seakan tidak perduli, meskipun cuaca panas sedang melanda kota tersebut. Dengan memakai helm open face hitam, Dirga kembali melajukan motor tuanya menembus keramaian kota.
"Jangan sampai pria itu lolos, Pak. Terus ikuti ke mana pun dia pergi!" titah Soraya sambil menunjuk ke depan, pada pria yang sedang menghentikan motornya saat berada di perempatan lampu merah.
"Baik, Nyonya," jawab sang sopir dengan sopan.
Soraya sangat penasaran ke mana pria manis itu akan pergi, hingga pada akhirnya dia menemukan jawaban atas rasa ingin tahunya. Motor butut milik Dirga memasuki halaman sebuah toko buku yang ada di pusat kota. Dari jauh, Soraya melihat pria tersebut memasuki toko itu. Janda cantik tadi menjadi bimbang, antara mengikuti atau tetap menunggu di dalam mobil. Namun, tak lama kemudian, dia melihat Dirga telah kembali menaiki motornya.
"Oh, ternyata dia sudah keluar," gumam Soraya mengurungkan niatnya. Dia menyuruh sang sopir untuk kembali mengikuti pria tadi. Pria paruh baya dengan rambut yang sudah bercampur uban itu pun menurut saja.
Beberapa saat lamanya berada di perjalanan. Rasa penasaran dalam hati Soraya kian besar, ketika dia melihat Dirga mengarahkan sepeda motornya memasuki gerbang perumahan elite di mana dirinya tinggal. Soraya berharap agar apa yang ada dalam perkiraannya salah, dan Dirga bukanlah kekasih putrinya. Namun, pikiran Soraya semakin tidak tenang. Wanita berusia empat puluh lima tahun itu kian resah, ketika motor yang Dirga kendarai mulai memasuki blok yang merupakan tempat tinggalnya.
"Dia berhenti di depan kediaman Anda, Nyonya," ucap sang sopir yang menghentikan laju mobil beberapa meter dari tempat Dirga berada.
Soraya tidak menanggapi ucapan sopir pribadinya. Tatapan matanya serius tertuju ke depan. Seketika telapak tangan janda dari pengusaha asal Spanyol itu menjadi berkeringat saat melihat Beatrice keluar dan tampak menyambut pria yang tidak melepas helmnya.
Beatrice tampak menerima buku dari pria tadi dengan wajah sumringah. Sudah lama Soraya tidak melihat putri semata wayangnya itu tertawa lebar seperti apa yang tengah disaksikannya. "Oh, astaga. Apa-apaan ini?" gumam Soraya seraya menyibakan rambut dari keningnya. Untuk beberapa saat dia berada di dalam mobil, hingga si pemotor tadi berlalu dan Beatrice kembali masuk.
Soraya memijit pangkal hidungnya yang mancung. Bentuk yang sempurna dan dia dapatkan dengan mengeluarkan beberapa dolar, saat masih berstatus sebagai istri Francesco Rojas. "Masuk, Pak," titah Soraya pada si sopir yang segera mengangguk. Pria itu kembali melajukan kendaraan hingga memasuki halaman rumah megah dengan dominasi warna putih.
Tanpa menunggu si sopir membukakan pintu mobil, Soraya bergegas keluar dari dalam kendaraan. Dia menenteng tas branded dengan langkah yang tampak terburu-buru, memasuki kediaman mewah yang hanya dihuni oleh dirinya dan Beatrice. Di sana juga ada sekitar tiga orang pelayan dengan tugas mereka masing-masing.
"Di mana Bea?" tanyanya pada gadis muda yang baru saja membukakan pintu untuknya.
"Non Bea ada di kamarnya, Nyonya. Barusan saya sudah membuatkannya kudapan. Katanya dia ...."
Soraya tidak memedulikan ucapan gadis muda yang merupakan salah satu dari pelayan di kediamannya. Dia bergegas melanjutkan langkah menuju lantai dua. Seakan tak takut jatuh dan terkilir, Soraya masih bisa bergerak lincah dengan ankle strap heels 7 cm yang membuat kakinya terlihat semakin jenjang. Tujuan Soraya saat itu tiada lain adalah kamar sang putri.
"Bea," panggilnya sambil mengetuk pintu.
Tak perlu menunggu terlalu lama, pintu kamar berwarna putih itu pun terbuka. Wajah manis Beatrice muncul di baliknya. Gadis itu menatap sang ibu dengan aneh. "Mama? Tumben sudah pulang. Bukannya hari ini Mama pulang telat?" Beatrice memiringkan kepalanya sambil berpegangan pada daun pintu. Sedangkan tubuhnya tersembunyi di balik benda itu.
"Ya, tiba-tiba angin membisikkan sesuatu dan membawa Mama untuk pulang lebih cepat," sahut Soraya dengan penuh wibawa di hadapan putrinya. "Boleh Mama masuk. Kita harus bicara," ucapnya sambil mengangkat dagu dengan elegant.
Beatrice terlihat tidak nyaman. Namun, akhirnya dia membuka pintu lebar-lebar san mempersilakan sang ibu untuk masuk. Dengan langkah anggun, Soraya kembali memperdengarkan suara hak sepatunya di lantai.
"Ada apa, Ma?" tanya gadis berambut cokelat dengan gayanya yang selalu terlihat manis dan juga girly. Selama ini, Beatrice selalu berpenampilan rapi nan anggun, mengenakan dress model-model terbaru yang tentu saja tanpa meninggalkan kesan anak muda dalam dirinya.
"Oke. Mari kita bicara tentang permintaan kamu yang kemarin," Soraya memulai perbincangan. Dia lalu duduk di ujung tempat tidur Beatrice sambil menyilangkan kaki. Sedangkan Beatrice memilih untuk duduk pada kursi meja belajarnya.
"Jadi, siapa pria muda itu?" tanya Soraya yang mulai menanggapi serius permintaan putrinya kemarin.
"Dia pacarku," jawab Beatrice dengan tenang.
"Dia punya nama?" Soraya mengangkat sebelah alisnya yang hitam dan berbentuk indah, terlihat sangat rapi.
"Namanya Dirga Aditya. Usianya dua puluh lima tahun. Dia punya seorang adik yang baru masuk SMP, dan ibunya seorang janda. Sama seperti Mama," jelas Beatrice dengan lugas.
"Oh, dan dia seorang barista yang mengendarai motor tua," timpal Soraya seraya berdiri dari duduknya. Dia berjalan menghampiri putri semata wayangnya, yang masih tenang sambil menggerak-gerakkan kursi putar yang dia duduki.
"Lalu, apa masalahnya? Dirga pria yang baik," balas gadis berambut cokelat itu memandang sang ibu.
"Baik saja tidak cukup, Bea. Berpikirlah secara rasional, Sayang. Jangan dibutakan oleh cinta," tegur Soraya dengan tegas sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Justru karena aku berpikir sangat rasional. Aku butuh seseorang seperti Dirga. Itu kenyataannya," bantah Beatrrice masih terlihat tenang.
"Ya dan kamu akan masuk angin jika pergi ke sana kemari dengan sepeda motor. Ayolah, Bea. Mama ingin yang terbaik untuk kamu," tegas Soraya lagi.
"Dengan cara seperti apa?" Beatrice berdiri di hadapan sang ibu. "Apakah selama ini Mama merasa sudah menjadi ibu yang baik untukku? Kenyataannya Mama lebih senang menghabiskan waktu di luar daripada membuatkanku telor dadar," protes gadis dua puluh dua tahun itu. Unek-unek yang selama ini dirinya pendam, rasanya ingin segera dia keluarkan.
"Ayolah, Bea. Kita tidak sedang membahas masalah itu. Kita sedang membicarakan masalah pria yang ingin kamu jadikan sebagai suami. Terus terang saja jika Mama tidak yakin dengan pria tadi. Dia terlalu biasa untuk kamu, Sayang."
Lalu apa yang akan terjadi di antara ibu dan anak ini? nantikan jawabannya di bab berikutnya.
...🌹Terima kasih sudah membaca karya ini🌹...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Bunda dinna
Hahhh..sebagai seorang single parent memang soraya harus bertanggung jawab soal materi untuk Bea.
Tapi g harus lupa diri juga sampai pulang malam hanya bersenang senang dengan gengnya
2022-11-14
0
🎤ImaEdg🎧
agar apa-apa mah, kan nanti dikerokin Dirga
2022-10-05
0
Dwisya12Aurizra
yah si emak mh matre
2022-10-05
0