Seutas senyuman tipis terbit dari bibir Beatrice, ketika mengenang saat pertama kali dirinya bertemu dengan sang kekasih—Dirga—di tempat itu. Dia adalah seorang pria manis yang berhasil mencuri hatinya hampir setahun yang lalu. Tatapan mata Beatrice lurus ke depan, saat mengingat memori indah bersama pemuda dengan kehidupannya yang bersahaja itu.
Akan tetapi, semua bayang-bayang indah tadi harus menguap begitu saja, ketika Beatrice merasakan ada sentuhan tangan seseorang di pundaknya. Tentu saja dia tahu siapa pemilik tangan yang berani menyentuh dirinya. Senyum yang sangat manis pun Beatrice persembahkan untuk pria yang saat itu segera duduk di sampingnya.
"Maaf aku terlambat," sesal Dirga setelah duduk bersandar di sisi Beatrice yang menatapnya dengan rona penuh cinta.
"Tidak apa-apa. Sepuluh menit tak masalah bagiku," ucap Beatrice seraya tersenyum lembut.
"Bagiamana kabarmu hari ini?" tanya Dirga lagi tanpa mengalihkan pandangan dari pemilik rambut cokelat itu.
Beatrice mengedipkan mata beberapa kali saat mengamati wajah manis yang selalu hadir dalam mimpinya, "Seperti yang kamu lihat saat ini, aku baik-baik saja," jawab gadis itu ceria. Setidaknya hanya di hadapan Dirga lah, dia bisa bersikap seperti itu. Bagi Beatrice, Dirga bukan hanya seorang kekasih, tetapi juga sebagai teman bicara yang baik.
Obrolan pun terus berlanjut, karena banyak hal yang diceritakan Dirga kepada Beatrice. Salah satunya ialah tentang adik bungsu Dirga yang baru saja masuk Sekolah Menengah Pertama. Sesekali, pemuda itu tersenyum ketika dirinya teringat akan momen lucu adiknya di masuk awal sekolah.
"Oh iya, Be. Apakah ada masalah penting sehingga kamu mengajakku bertemu sepagi ini?" tanya Dirga terus menatap Beatrice.
"Ya. Ada satu hal penting yang mengganggu pikiranku saat ini," jawab Beatrice di sela-sela helaan napasnya yang berat.
Mendengar hal itu membuat Dirga mengubah posisinya. Dia menggeser duduknya sehingga menjadi lebih dekat dengan sang kekasih, agar tidak salah dengar saat gadis berambut panjang itu dalam menjelaskan perihal penting yang dimaksudnya.
"Sebenarnya ... emmm, aku—" ucapan Beatrice terhenti karena dirinya merasa ragu. Dia mengamati wajah manis itu untuk sesaat sebelum melanjutkan ucapannya.
"Katakan saja, Be. Jangan takut," ekspresi wajah Dirga berubah menjadi serius setelah melihat kegundahan dari sorot mata Beatrice.
Untuk sesaat Beatrice hanya diam saja. Mungkin, dia sedang merangkai kata untuk mengungkapkan keinginannya kepada Dirga. Bahkan, Beatrice sendiri tidak tahu apakah Dirga akan setuju dengan rencana tersebut. Beatrice menggerakkan bola matanya ke kiri dan ke kanan saat meyakinkan diri jika rencananya itu bukanlah sesuatu yang membuat Dirga akan menjauh darinya.
"Mari kita menikah," ajaknya dengan pandangan yang tak lepas dari Dirga.
Bibir bervolume Dirga sedikit terbuka setelah mendengar tiga kata yang lolos dari bibir sang kekasih. Ada rasa tidak percaya yang menyelinap ke dalam hati. Dirga bahkan belum berpikir untuk menikah dalam waktu dekat. Ada banyak mimpi yang harus digapai dengan kerja keras, mengingat dirinya bukan terlahir dari kalangan orang berada seperti Beatrice.
"Kenapa hanya diam saja? Kamu tidak bersedia menikah denganku?" tanya Beatrice setelah merasakan keheningan di antara mereka berdua.
Dirga tersadar dari angan yang sempat hadir dalam ingatan. Dia mengalihkan pandangan dari wajah cantik Beatrice untuk mencari jawaban yang tepat bagi gadis yang sangat dicintainya itu, "Apa kamu serius, Be?" Dirga meyakinkan permintaan Beatrice.
Kali ini justru Beatrice yang mengalihkan pandangan ke arah lain. Dia kembali memantapkan hati, bahwa Dirga adalah pria terbaik dalam hidupnya. Ya, ternyata Beatrice belum membahas perihal penting itu bersama Dirga sebelum dirinya menyampaikan permintaan tersebut kepada Soraya tadi malam.
"Aku serius! Aku ingin menikah denganmu!" ujar Beatrice dengan yakin.
"Bea Sayang. Aku sangat mencintaimu. Akan tetapi, jika menikah dalam waktu dekat ini rasanya tidak mungkin," tolak Dirga setelah menggenggam tangan Beatrice.
"Kenapa? Apa yang membuatmu ragu?" selidik Beatrice seraya menatap manik hitam Dirga.
Dirga mengalihkan padangan ke arah lain. Kaki kanannya disilangkan di atas kaki kiri. Pikiran pria manis itu mulai melanglang jauh entah ke mana. Banyak sekali hal yang harus dipikirkan sebelum dirinya menikah dengan Beatrice. Perbedaan status ekonomi tentu menjadi hal utama. Dirga takut jika ibu kekasihnya tersebut tidak menyetujui hubungan mereka. Kehidupannya dengan Beatrice bagai langit dan bumi, sangat jauh berbeda. Dirga menjadi bingung menghadapi semua itu.
"Be, kehidupan kita sangatlah berbeda. Untuk saat ini aku tidak yakin bisa membiayai keluargaku dan dirimu. Kamu tahu sendiri 'kan berapa gajiku setiap bulan menjadi Barista?" tatapan mata Dirga dan Beatrice bersirobok.
"Aku tidak mempermasalahkan hal itu, Dir!" Beatrice mencoba meyakinkan Dirga jika semuanya akan baik-baik saja.
"Sayang, menikah itu butuh biaya yang besar. Apa yang harus aku berikan kepadamu saat melamar nanti? Aku belum siap secara finansial, Be," ucap Dirga penuh sesal.
Beberapa alasan dan keadaan ekonomi keluarga telah disampaikan Dirga kepada Beatrice. Pria manis itu hanya berharap jika Beatrice mau bersabar dan membiarkan dirinya berpikir terlebih dahulu. Dirga beranjak dari tempatnya. Dia berdiri membelakangi Beatrice sambil berkacak pinggang. Pandangan pria itu tertuju pada kolam ikan yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Melihat keraguan yang terlihat dari pancaran sorot mata sang kekasih, akhirnya membuat Beatrice beranjak dari tempatnya. Dia menghampiri Dirga yang sedang termenung di dekat kolam ikan yang ada di taman tersebut.
"Jangan memikirkan masalah itu. Mama bisa menanggung semua biaya pernikahan kita. Lagi pula, aku tidak ingin menyelenggarakan pesta megah seperti seorang putri raja." Beatrice terus mencoba untuk meyakinkan Dirga agar bersedia memenuhi permintaannya.
Dirga semakin bimbang setelah mendengar penjelasan Beatrice perihal biaya pernikahan. Sebagai pria sejati, Dirga merasa malu jika semua itu benar-benar terjadi. Akan diletakkan di mana harga dirinya di hadapan orang tua Beatrice, jika semua biaya ditanggung mereka. Rasa cinta yang begitu besar kepada gadis blasteran itu membuat Dirga semakin bingung. Dia pun tidak mungkin meninggalkan Beatrice. Akan tetapi, menyetujui permintaan itu pun rasanya begitu menakutkan.
"Bagaimana Dirga? Apa kamu setuju dengan permintaanku?" tanya Beatrice sekali lagi.
Dirga menutup kelopak matanya sebelum memberikan keputusan yang tepat untuk situasi itu. Dia tidak mau sampai salah mengambil keputusan. Sepertinya, mencari pekerjaan sampingan harus dilakukan Dirga setelah ini agar bisa segera menikah. Menikmati hasil kerja keras sendiri jauh lebih nikmat dari pada harus menengadahkan tangan terhadap orang lain.
Angin mulai berhembus mesra hingga membuat helaian rambut yang digerai itu menari-nari. Beatrice masih diam di sisi Dirga, karena sedang menunggu keputusan penting dari pria yang menjadi kekasihnya selama ini. Beatrice mengerti, permintaanya tadi bukanlah perkara yang mudah bagi Dirga. Maka dari itu, dia membiarkan sang kekasih berpikir untuk beberapa saat lamanya.
Dirga mengubah posisinya menjadi menghadap kepada Beatrice. Dia mengamati wajah cantik itu tanpa berkedip sedikit pun. Kedua manik hitam itu bertemu, saling menyelami telaga bening masing-masing lalu mengukur seberapa dalam perasaan yang ada di sana.
"Baiklah. Aku menerima permintaanmu. Kita akan menikah. Namun, beri aku waktu sebentar saja untuk berusaha lebih keras dalam mengumpulkan biaya pernikahan kita," ucap Dirga begitu yakin, seraya meraih jemari lentik Beatrice lalu menggenggamnya erat.
...🌹Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka❤️🌹...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Bunda dinna
Saling mencintai,beda kasta beda pemikiran.
Dirga benar jika ingin menjadi pria bertanggung jawab,,Bea juga benar karena kekurangan perhatian dan kasih sayang
2022-11-14
0
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
semangat
2022-10-03
0
Ghiie-nae
lanjut Mak tik...💪💪💪
2022-10-02
0